Banyak pengguna bahasa yang memaknai frasa ”meregang nyawa” sebagai ’meninggal’ atau ’mati’. Dari segi bahasa, apa yang salah dengan penggunaan ”meregang nyawa”?
Oleh
Apolonius Lase
·3 menit baca
Bukan tidak mungkin artikel ini adalah artikel kesekian yang Anda baca terkait topik makna meregang nyawa. Topik ini memang telah banyak diulas di berbagai media massa. Dari sisi kebahasaan, apa yang salah dengan penggunaan frasa meregang nyawa? Mengapa frasa ini begitu mendapat perhatian pengguna bahasa?
Jika kita mencari frasa meregang nyawa dengan mesin pencari di internet, seperti Google, tersua 930.000-an kali kata ini digunakan. Namun, sebagian penggunaan frasa ini ternyata tidak pada konteks sebenarnya.
Agar lebih jelas, berikut contoh judul berita dari beberapa media daring yang berseliweran di internet.
1. Gara-gara Burung Lovebird, Pasutri di Tegal Meregang Nyawa (Saat membaca lebih lanjut berita tersebut, ternyata pasangan suami istri itu sudah meninggal.)
2. Endah Meregang Nyawa Hanya karena Minta Suami Cari Kerja (Dalam berita ini, Endah ditulis sudah meninggal.)
3. Cek Fakta: Rekaman 5 Menit Sebelum Brigadir J Meregang Nyawa (Kita semua tahu bahwa Brigadir J memang sudah meninggal ditembak.)
4. Pensiunan TNI Meregang Nyawa, Toyota Avanza Veloz Hancur, Diadu Musuh Truk (Dalam berita tersebut, pensiunan TNI itu dinyatakan telah meninggal.)
5. Ratusan Dokter Meregang Nyawa, PDGI Waspadai Covid-19 Jilid III (Jika membaca lebih lanjut berita ini, terungkap bahwa dokter-dokter dimaksud sudah meninggal.)
6. Niat Berwisata di Kolbano, Christian Meregang Nyawa di Pantai Fatuun Kolbano (Pada paragraf akhir artikel itu disebutkan: ”Tepat pada pukul 13.55 Wita, korban berhasil dievakuasi dan langsung dilarikan ke Puskesmas Kolbano, namun tidak tertolong”. Artinya, Christian sudah meninggal.)
Dari keenam judul berita di atas, bisa kita simpulkan bahwa penulis berita itu memaknai frasa meregang nyawa sebagai ’telah meninggal’. Padahal, sesungguhnya, jika kita lihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), frasa meregang nyawa dimaknai sebagai ’hampir mati’ atau ’sedang sekarat’.
Itulah sebabnya, tidak salah kalau para pemerhati bahasa, atau para ”polisi bahasa”, tidak jemu-jemu mengingatkan pengguna bahasa Indonesia, terutama para penulis berita, agar hati-hati dalam menggunakan frasa meregang nyawa, yang selalu saja salah kaprah.
Padahal, kata meninggal atau mati, sebagai kata yang dianggap maknanya sama dengan meregang nyawa itu, sangat jelas artinya dalam KBBI. Kamus Besar memaknai kata meninggal atau mati itu, antara lain, sebagai ’sudah hilang nyawanya’, ’tidak bernyawa’, ’tidak hidup lagi’. Sungguh jauh artinya jika dibandingkan dengan meregang nyawa.
Di beberapa media massa arus utama, frasa meregang nyawa kerap dihindari penggunaannya karena dianggap bisa menimbulkan perasaan ngeri kepada pembacanya. Ada juga kesan bahwa kita tidak berempati kepada orang yang sedang dalam kondisi akan meninggal itu.
Dari mana kesalahan ini berawal? Hemat penulis, kesalahan ini terus berulang karena penulis berita memedomani sumber yang salah. Setelah ”berhasil” menggunakan kata yang salah itu pada kesempatan pertama dan luput dari pembetulan, penggunaan kata itu kemudian dianggap sebagai kelaziman pada penggunaan selanjutnya.
Padahal, sebagai penulis, bukankah wajib hukumnya untuk selalu mencari rujukan yang benar sebagai dasar memutuskan penggunaan sebuah kata?
Biasanya, dalam berita kriminalitas, seorang penulis mencoba berimprovisasi untuk menghindari pengulangan sebuah kata dengan cara mencari kata lain yang berarti sama. Kata haus, umpamanya, sering divariasikan dengan kata dahaga; memakan dengan mengonsumsi.
Adalah keliru jika menggunakan meregang nyawa sebagai variasi dari meninggal atau mati.
Begitu juga kata mati bisa kita variasikan dengan berpulang, wafat, tewas, meninggal, mengembuskan napas terakhir, dan sebagainya. Adalah keliru jika menggunakan meregang nyawa sebagai variasi dari meninggal atau mati.
Biasanya, kekeliruan penggunaan kata, frasa, atau istilah yang tidak pada tempatnya dipengaruhi oleh kebiasaan penulis untuk tidak secara rutin membuka kamus.
Padahal, saat ini, pada era internet, dengan mudahnya kita diberi akses membuka KBBI daring. Bahkan, tanpa internet pun, kita bisa mengakses KBBI versi luar jaringan (luring).
Jadi, mari gunakan meregang nyawa dengan makna sesungguhnya, yakni ’hampir mati (belum mati)’; ’sekarat’.