Bagaimana dengan Indonesia? Kita melihat sejumlah usaha rintisan masuk ke dalam sektor ini. Ada beberapa usaha rintisan telah memulai usaha dengan konsep teknologi iklim.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·5 menit baca
Perubahan iklim yang makin dirasakan dampaknya oleh penghuni Bumi membuat sejumlah anak muda membangun perusahaan teknologi untuk menyelesaikan masalah itu atau disebut climate tech. Gayung bersambut. Di tengah pendanaan yang makin sulit, karena ekonomi makro global yang tidak menguntungkan, sejumlah investor berani mengucurkan dananya.
Sejumlah pengamat menyebutkan, dua tahun terakhir adalah masa ketika perusahaan climate tech bermunculan, tetapi pada tahun ini usaha rintisan tersebut menemukan momentumnya. Pendanaan terhadap mereka terus terjadi di tengah kondisi ekonomi tidak baik. Usaha rintisan ini berusaha menangani masalah iklim, seperti produksi energi, transportasi ramah lingkungan, dan pengurangan produksi karbon. Beberapa di antaranya telah mencapai valuasi tinggi dan mendapat akses ke dana uang murah dan mudah.
Catatan Bloomberg Energy Finance menyebutkan, pada 2021, ribuan usaha rintisan dengan fokus teknologi iklim secara kolektif mengumpulkan lebih dari 50 miliar dollar AS dari pemodal ventura dan investor ekuitas swasta. Pada tahun yang sama, Silicon Valley Bank melaporkan rekor pendanaan terhadap 104 usaha rintisan senilai 114 miliar dollar AS. Mereka membiayai usaha rintisan yang telah berbentuk perusahaan akuisisi dengan tujuan khusus (SPAC) di mana mereka bisa menjual saham ke publik lebih cepat, mudah, dan dengan transparansi yang minimal.
Di Eropa, menurut laporan Dealroom, usaha rintisan teknologi iklim telah menjadi usaha dengan pertumbuhan tercepat di Eropa. Dalam empat tahun mereka bisa tumbuh 10 kali lipat. Investasi pada tahun 2017 hanya sebesar 1,1 miliar dollar AS, sementara pada 2021 telah mencapai 11 miliar dollar AS. Tambahan catatan, pada tahun lalu sekitar 13 persen dari semua pendanaan ventura Eropa masuk ke usaha rintisan teknologi iklim. Pada akhir tahun 2021, ekosistem usaha rintisan teknologi iklim Eropa diperkirakan memiliki valuasi 104 miliar dollar AS atau lebih dari dua kali lipat nilainya sejak tahun 2020.
Meski demikian, Techcrunch mengingatkan bahwa semarak kemunculan usaha rintisan teknologi iklim memang ada, tetapi harus berhati-hati. Kondisi ekonomi makro yang tidak baik dengan ditandai inflasi yang menjulang tinggi di beberapa negara serta beberapa kisah usaha rintisan pendahulu yang tumbang karena berbagai sebab harus mendapat perhatian para pendiri dan eksekutif usaha rintisan tersebut.
Laporan Techcrunch menyebutkan, sekitar satu dekade yang lalu sempat terdapat ledakan usaha rintisan dengan teknologi hijau yang bangkrut. Mereka yang sempat digadang-gadang sebagai industri masa depan ternyata bertumbangan. Solyndra, yang paling terkenal, ditutup setelah mengambil pinjaman 500 juta dollar AS dari Pemerintah AS. Q-Cells di Jerman juga bangkrut dan dibeli oleh Hanwha Korea Selatan. A123 Systems, pembuat baterai, dibeli dengan harga murah oleh Wanxiang, sebuah perusahaan suku cadang mobil China. Itu hanya sebagian daftar saja.
Ada banyak sekali alasan mengapa begitu banyak perusahaan bangkrut. Beberapa memiliki teknologi yang tepat, tetapi hadir pada waktu yang salah. Banyak yang mengandalkan modal ventura, yang biasanya mencari pengembalian pada garis waktu yang sangat singkat untuk perusahaan teknologi, hingga mereka sulit mengembangkan bisnisnya.
Ada banyak sekali alasan mengapa begitu banyak perusahaan bangkrut. Beberapa memiliki teknologi yang tepat, tetapi hadir pada waktu yang salah.
Usaha rintisan lainnya dikalahkan oleh pesaing asing yang datang dan lebih efisien. Perusahaan yang lain menyerah pada kekuatan pasar umum. Apa pun alasannya, keruntuhan-keruntuhan itu membuat takut para pemodal ventura. Secara umum mereka memang telah menghindari sektor ini selama bertahun-tahun meski ada potensi keuntungan jangka panjang yang sangat besar.
Akan tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, modal ventura kembali menggeliat, menginvestasikan puluhan miliar dolar di perusahaan yang berharap dapat memecahkan masalah lingkungan secara global. Apa yang berubah? Mereka tidak lagi menggunakan istilah teknologi bersih, tetapi menggunakan istilah teknologi iklim (climate tech). Istilah ini terus berkembang dan menjadi salah satu ikon dunia usaha rintisan. Pemodal ventura kembali masuk ke dalam industri ini meski risiko tetap saja ada dan tidak kecil.
Bloomberg yang dikutip Techinasia menyebutkan, pada paruh pertama tahun ini pendanaan untuk perusahaan yang mengembangkan teknologi iklim yang bertujuan untuk mendekarbonisasi ekonomi kita relatif tahan terhadap guncangan di pasar modal. Pada semester pertama tahun ini, investor terus menggelontorkan uang ke usaha rintisan teknologi iklim meski secara keseluruhan pasar modal ventura menurunkan jumlah pendanaan dan juga jumlah kesepakatan bisnis. Tampaknya ada pergeseran dalam ruang investasi ke sektor teknologi iklim.
Dana baru sebesar 27,9 miliar dollar AS mengalir ke sektor-sektor yang berkait dengan teknologi iklim tersebut pada semester pertama tahun ini. Jumlah ini meningkat 47 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Teknologi penangkapan dan pengurangan karbon adalah salah satu kategori teknologi iklim yang menarik minat investor di kuartal kedua. Usaha rintisan di dalam kategori ini menerima pendanaan 1,4 miliar dollar AS. Salah satunya adalah perusahaan yang berbasis di Zurich, Climeworks. Usaha rintisan ini berhasil menggaet 650 juta dollar AS pada bulan April.
Bagaimana dengan Indonesia? Kita melihat sejumlah usaha rintisan masuk ke dalam sektor ini. Ada beberapa usaha rintisan telah memulai usaha dengan konsep teknologi iklim dari mulai soal daur ulang sampah, pengelolaan sampah industri, pengurangan produksi karbon, produksi energi bersih, dan lain-lain. Semua masih tahap awal yang merupakan hasil dari sejumlah pelatihan. Kita berharap mereka segera bisa membesar dan mampu menjalankan bisnisnya.
Di samping itu tentu kita berharap mereka bisa masuk ke berbagai lini dalam teknologi iklim lainnya. Beberapa yang masih perlu digarap, antara lain, produksi pangan, pengurangan karbon dalam transportasi, dan pengelolaan sumber daya. Produksi pangan dan pengelolaan limbah pangan sangat menantang di Indonesia. Kita masih boros energi dalam produksi pangan di samping pangan-pangan baru dengan rendah karbon belum banyak dieksplorasi. Sementara limbah pangan juga masih melimpah.
Editor:
SARIE FEBRIANE
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.