Belum lama ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku tak habis pikir melihat hutan Indonesia yang sangat luas, tetapi kecil sumbangannya terhadap keuangan negara. Sektor kehutanan secara keseluruhan hanya menyetor dalam bentuk Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 5,6 triliun.
PNBP Indonesia sekarang sudah mencapai hampir Rp 350 triliun. Namun, setoran PNBP dari hutan dianggap kurang karena luas hutan Indonesia 120,3 juta hektar.
Sektor kehutanan tadinya mampu memberikan pemasukan negara 16 miliar dollar AS per tahun di era Orde Baru dan menyumbang devisa kedua sesudah migas. Sekarang turun menjadi 375 juta dollar AS per tahun.
Menteri Keuangan memprediksi bahwa sebenarnya dominasi PNBP dari basis kayu masih sangat tinggi, tetapi PNBP sektor kehutanan menjadi sangat kecil karena kurangnya pengawasan, lemahnya penegakan hukum, dan kurang komprehensifnya optimalisasi potensi, termasuk aset yang masih menganggur (iddle time).
Aset dinilai masih idle, ada benarnya. Hutan produksi yang disiapkan untuk memproduksi hasil hutan kayu, 50 persennya belum dimanfaatkan. Dalam data di buku The State of Indonesia’s Forest (SOFO) 2020 yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Desember 2020, disebutkan bahwa dari luas hutan produksi 68,80 juta hektar, yang telah dibebani hak (dengan perizinan) adalah 34,18 juta hektar.
Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam (IUPHHK-HA) 18,75 juta hektar dengan 257 korporasi, Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) 11,19 juta hektar dengan 292 korporasi, dan IUPHHK-RE (Restorasi Ekosistem) seluas 0,62 juta hektar. Sisanya hutan produksi seluas 34,62 juta hektar belum dibebani hak (belum ada perizinan).
Jika hutan produksi yang belum berizin ini segera dimanfaatkan dan dioptimalkan untuk kegiatan ekonomi, penerimaan negara dari sektor kehutanan niscaya akan meningkat jumlahnya.
Pajak karbon sebenarnya mampu mendongkrak pendapatan negara dari sektor kehutanan, tetapi pelaksanaannya dua kali ditunda. Bahana Sekuritas memperkirakan pendapatan pajak dapat mencapai Rp 26 triliun hingga 53 triliun atau 0,2-0,3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Dengan analogi terbalik berdasarkan persentase penyumbang emisi karbon dan hitung-hitungan Bahana Sekuritas di atas, maka dari pajak karbon sektor kehutanan mampu menambah kontribusi Rp 14 triliun-Rp26 triliun per tahun.
Pramono Dwi SusetyoPensiunan KLHK, Villa Bogor Indah, Ciparigi, Bogor