Arsip Pertanahan dan Mafia Tanah
Menjadi korban praktik pemalsuan sertifikat tanah oleh mafia tanah sama halnya dengan ”mimpi buruk”. Individu dan keluarga pemilik sertifikat tanah harus menjaga dengan benar sertifikat tanahnya.
Tanah memiliki arti sangat penting bagi setiap individu di masyarakat. Memiliki tanah terkait dengan harga diri (social value), sumber pendapatan (economic value), kekuasaan (politic value), dan tempat ibadah (worship value).
Orang yang tak mempunyai tanah berarti kehilangan harga diri, sumber pendapatan, kekuasaan, dan tempat ibadah. Sedemikian pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia, maka negara mengaturnya dalam konstitusi. Namun, tak berarti masalah pertanahan aman dari praktik mafia tanah.
Contoh kasus praktik mafia tanah yang viral dialami dua tokoh publik, Dino Patti Djalal (eks Juru Bicara Presiden di era Susilo Bambang Yudhoyono) dan artis Nirina Zubir. Mereka jadi korban praktik mafia tanah. Sertifikat tanah milik orangtua mereka beralih jadi milik orang lain di Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN). Padahal, tak ada akta jual beli, transaksi, dan pertemuan apa pun.
Sedemikian pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia, maka negara mengaturnya dalam konstitusi.
Dalam perspektif kearsipan, praktik pemalsuan sertifikat tanah oleh mafia tanah berelasi dengan perilaku organisasi (BPN) dan masyarakat (individu/keluarga) pemilik tanah) terhadap arsip pertanahan di lingkungan masing-masing.
Arsip pertanahan di BPN
BPN merupakan instansi pemerintah pusat yang melaksanakan tugas negara di bidang pertanahan. Dalam melaksanakan tugasnya, BPN memproduksi arsip pertanahan. Berdasarkan konsepsi kearsipan, arsip pertanahan merupakan salah satu jenis arsip vital (vital records) dimiliki organisasi. Arsip vital adalah arsip kelas satu yang apabila hilang/rusak, organisasi akan mengalami kerugian besar (biaya, waktu, keuntungan, dan kepercayaan).
Terkait hal ini, negara mewajibkan setiap institusi negara mengelola arsip vital yang diciptakannya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 56 UU No 43/2009 tentang Kearsipan, yakni lembaga negara, pemda, perguruan tinggi negeri, BUMN dan/atau BUMD. Mereka wajib membuat program arsip vital melalui kegiatan identifikasi, pelindungan dan pengamanan, serta penyelamatan dan pemulihan.
Sebagai lembaga negara, BPN memiliki kantor perwakilan di daerah (provinsi dan kabupaten/kota). Gedung Kantor BPN di daerah umumnya dibangun secara permanen. Namun, konsep pembangunannya hanya melihat Kantor BPN sebagai office semata, tak melihat Kantor BPN sebagai produsen utama arsip pertanahan. Ruangan kerja untuk pimpinan dan staf dirancang cukup representatif, tetapi tidak halnya untuk ruangan penyimpanan arsip pertanahan yang umumnya tak sesuai dengan standar dan kaidah kearsipan.
Kesan yang tampak, arsip pertanahan tak diperlakukan sebagai aset berharga BPN sehingga tak dikelola secara profesional (ditata, disimpan di ruangan apa adanya, lembab, dan jarang dikunjungi, kecuali jika ada kasus yang membutuhkan data/informasi dari arsip). Karena itu, jangan heran jika ditemukan ular di dalam gedung/ruangan penyimpanan arsip pertanahan pada Kantor BPN di daerah.
Baca juga : Rantai Blok untuk Pertanahan
Baca juga : Kementerian ATR/BPN Permudah Saluran Pengaduan Masyarakat
Perlakuan arsip pertanahan secara tidak profesional menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya penyalagunaan arsip pertanahan oleh pihak yang tak bertanggung jawab dan mafia tanah.
Untuk mengatasi masalah ini, BPN harus melakukan hal-hal berikut. Pertama, dalam membangun Kantor BPN di daerah, aspek gedung/ruangan arsip pertanahan harus disertakan dalam perencanaannya.
Kedua, setiap Kantor BPN harus memiliki arsiparis yang ditugaskan secara khusus mengelola arsip pertanahan (memberkaskan, menata, menyimpan, mencari, melayani, merawat, memelihara, mengamankan, dan mengontrol arsip). Arsiparis adalah tenaga profesional yang memiliki kompetensi dalam mengelola arsip dan terikat dengan kode etik. Dengan demikian, kecil kemungkinan arsip pertanahan di Kantor BPN salah dalam pengelolaan dan keliru dalam pemanfaatannya.
Ketiga, transformasi pengurusan dokumen pertanahan. Sudah saatnya pengurusan dokumen pertanahan beradaptasi dengan teknologi. Cara-cara lama yang tak efisien dan efektif dalam mengurus dokumen pertanahan Kantor BPN harus segera ditinggalkan. Pengelolaan arsip pertanahan berbasis elektronik (penciptaan, penggunaan dan pemeliharaan, penyusutan) harus dikedepankan tanpa mengabaikan sistem pengamannya.
Arsip di masyarakat
Masyarakat (individu dan keluarga) merupakan salah satu komponen negara. Ketahanan sosial suatu masyarakat berelasi dengan ketersediaan arsip pertanahan yang sah pada setiap individu dan keluarga pemilik tanah. Dalam menjalankan fungsi ekonomi, setiap individu dan keluarga akan menciptakan salah satu jenis arsip pertanahan, yaitu sertifikat tanah.
Individu dan keluarga pemilik sertifikat tanah harus menjaga dengan benar sertifikat tanahnya agar terhindar dari praktik jahat mafia tanah. Menjadi korban praktik pemalsuan sertifikat tanah oleh mafia tanah sama halnya dengan ”mimpi buruk”. Pasalnya, untuk membuktikan keabsahan satu sertifikat tanah memerlukan waktu, biaya, tenaga, mental, dan dukungan arsip lainnya.
Jika tidak, mafia tanah akan menjadikan sertifikat tanah sang korban tak lagi memiliki kejelasan dan keabsahan.
Meskipun berat, suka atau tidak suka ”mimpi buruk” itu harus dijalani sang korban. Jika tidak, mafia tanah akan menjadikan sertifikat tanah sang korban tak lagi memiliki kejelasan dan keabsahan. Akhirnya, kepemilikan tanah pun dapat beralih kepada pihak lain.
Untuk menghindari dan mencegah praktik mafia tanah, masyarakat harus melakukan hal-hal berikut: (a) menyimpan sertifikat di rumah secara benar oleh individu dan/atau keluarga pemilik bukan oleh orang lain; (b) apabila dana mencukupi, simpanlah sertifikat tanah di tempat jasa penyimpanan surat-surat berharga yang tepercaya.
Kemudian, (c) pemilik tanah yang berstatus keluarga, orangtua pemilik (suami/istri) memberitahukan anggota keluarga (anak) terkait kepemilikan sertifikat tanah dan tunjukkan juga lokasi tanahnya. Karena salah satu modus mafia tanah adalah memanfaatkan tanah yang tak diperhatikan, dirawat, dan diurus pemiliknya; (d) membuat back-up sertifikat tanah (fotokopi, digitasi) dan menyimpannya secara terpisah dengan sertifikat tanah yang asli; (e) membuat kembali dan merestorasi sertifikat tanah yang hilang atau rusak sesegera mungkin.
Terakhir, secara kondisi geografis, lingkungan, dan sistem sosial. Indonesia negara yang rawan terhadap praktik mafia tanah. Hal ini menuntut adanya perubahan pola pikir dan perilaku semua komponen negara (pemerintah, perusahaan, masyarakat) terhadap arsip pertanahan. Jika tidak, modus kerja mafia tanah di Tanah Air tercinta ini sulit dikendalikan.
Azmi, Direktur Kearsipan Daerah II Arsip Nasional RI