Pendekatan parsial mengakibatkan kecelakaan sejarah yang fatal. Sumbernya, amendemen UUD 1945. Judul Bab XII Pasal 30, yang semula asli formulasinya ”Pertahanan”, setelah amendemen jadi”Pertahanan dan keamanan negara".
Oleh
J Kristiadi
·4 menit baca
Awalnya adalah niat melakukan purifikasi profesionalisme serta mengembalikan jati diri Kepolisian Negara RI dan Tentara Nasional Indonesia sebagai bagian integral dari reformasi politik. Kedua lembaga itu perlu diluruskan agar sejalan dengan elan transformasi, yang berhasil menjungkirbalikkan rezim tirani menjadi daulat rakyat.
Polri berfungsi menegakkan hukum, merawat ketertiban sosial, dan menjaga keamanan dalam negeri. Adapun TNI menjadi garda terdepan, menjaga kedaulatan dan keutuhan negara dari ancaman eksternal. Keduanya perlu dibebaskan dari pertarungan politik kekuasaan.
Namun, perjuangan untuk itu tidak mudah mengingat kedua institusi tersebut telah beberapa dasawarsa disalahgunakan rezim tirani sebagai perkakas politik melestarikan kekuasaan. Selama itu pula Polri dibelenggu sebagai bagian dari Angkatan Perang karena diintegrasikan dalam Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Akibatnya, institusi sipil tersebut semakin lama semakin berkarakter militeristis karena tunduk kepada garis komando militer.
"Polri berfungsi menegakkan hukum, merawat ketertiban sosial, dan menjaga keamanan dalam negeri. Adapun TNI menjadi garda terdepan, menjaga kedaulatan dan keutuhan negara dari ancaman eksternal"
Kecelakaan sejarah
Ekses euforia reformasi serta tingkat akselerasi transformasi politik yang sangat cepat mengakibatkan pemisahan TNI dan Polri tidak disertai pemikiran mendalam dan komprehensif. Idealnya, program tersebut merupakan bagian integral dari agenda reformasi keamanan nasional (national security).
Tujuan utamanya mengamankan kepentingan nasional dari berbagai ancaman, mulai dari ancaman militer asing, berbagai konflik di dalam negeri, bencana alam, sampai dengan ancaman terhadap rasa aman warga negara. Mengingat tantangan keamanan nasional sangat kompleks, kerja sama antarsektor adalah keniscayaan.
Pendekatan parsial mengakibatkan kecelakaan sejarah yang fatal. Sumbernya, amendemen konstitusi UUD 1945. Judul Bab XII Pasal 30, yang semula (naskah asli) formulasinya ”Pertahanan”, setelah amendemen menjadi ”Pertahanan dan Keamanan Negara”. Ketentuan tersebut mengakibatkan kerancuan karena mencampuradukkan fungsi pertahanan (menegakkan kedaulatan) dan keamanan negara (merawat ketertiban masyarakat dan menjaga keamanan dalam negeri). Persoalan ini semakin ruwet karena terminologi keamanan dapat ditafsirkan sebagai keamanan nasional.
Konstitusi yang rancu dan multitafsir mengakibatkan produk turunannya, yaitu ketetapan MPR, semakin runyam. Singkatnya, TAP MPR VI/MPR/2000 menegaskan TNI dan Polri terpisah sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing. Namun, jika terdapat keterkaitan kegiatan pertahanan dan kegiatan keamanan, TNI dan Polri harus bekerja sama dan saling membantu.
"Pendekatan parsial mengakibatkan kecelakaan sejarah yang fatal. Sumbernya, amendemen konstitusi UUD 1945. Judul Bab XII Pasal 30, yang semula (naskah asli) formulasinya ”Pertahanan”, setelah amendemen menjadi ”Pertahanan dan Keamanan Negara”.
Tap MPR VII/MPR/2000 substansinya nyaris sama. Ringkasnya, TNI sebagai komponen utama dalam sistem pertahanan negara. Namun, TNI memberikan bantuan kepada Polri untuk tugas keamanan atas permintaan yang diatur dalam undang-undang. Kedua TAP tersebut dalam pelaksanaannya rentan konflik kewenangan antarsektor. Hal itu karena tidak disertai dengan aturan keterlibatan (rule of engagement) yang jelas dan rinci.
Potensi konflik antarlembaga, khususnya antara Polri dan TNI, diperkirakan mudah terjadi. Penyulutnya, antara lain, Undang-Undang Polri Pasal 5 Ayat (1). Pasal itu menegaskan Polri berperan memelihara ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, pelindung dan pengayom masyarakat guna terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Akan tetapi, Pasal 14 Ayat (1) Huruf i memuat ketentuan yang sangat luas dan lebih tepat masuk UU Keamanan Nasional. Bunyinya, Polri melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana, termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Sementara Pasal 15 Ayat (1) Huruf d mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Ketentuan itu seharusnya menjadi ranah keamanan nasional.
Setelah terbitnya UU Polri dan TNI, masyarakat sipil sangat aktif berambisi menyusun UU Keamanan Nasional. Namun, karena isu itu semakin sensitif, gagasan publik tersebut menguap diterpa badai kepentingan sektoral. Setiap kali muncul ide tentang UU Keamanan Nasional, beberapa kalangan Polri pun kelihatan gerah. Namun, tidak sedikit yang berpendapat undang-undang tersebut penting, terutama mereka yang tengah menempuh pendidikan kedinasan atau studi program doktor di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian-Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.
Harapannya, undang-undang ini merupakan langkah awal Polri meniti dan menemukan kembali marwah serta jati dirinya. Agenda ini memerlukan waktu yang panjang dan niat politik negara yang ekstra kuat. Hal ini diawali dengan mengamendemen Bab XII Pasal 30 UUD 1945. Kasus tembak-menembak sesama polisi yang membuat geger jagat politik harus dijadikan momentum untuk menyusun UU Keamanan Nasional, yang dilakukan dengan kajian mendalam serta komprehensif.