Kemampuan literasi anak bangsa berbanding lurus dengan produktivitas dan daya saing bangsa karena literasi tidak hanya soal kemampuan membaca, tetapi juga kemampuan berpikir kritis.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Kemampuan literasi anak bangsa berbanding lurus dengan produktivitas dan daya saing bangsa karena literasi tidak hanya soal kemampuan membaca, tetapi juga kemampuan berpikir kritis.
Keunggulan sumber daya manusia untuk berkompetisi di era abad ke-21 saat ini terletak pada kemampuan berpikir kritis dan kreatif, selain kemampuan kolaborasi dan komunikasi. Kemampuan literasi juga menjadi kunci untuk mengembangkan kecakapan hidup agar siap menghadapi tantangan (Kompas, 7/9/2022) karena tingkat literasi tinggi merupakan cermin keberhasilan pendidikan yang melahirkan sumber daya manusia berkualitas.
Jika dilihat dari kemampuan membaca teks dan kalimat, tingkat literasi di Indonesia mencapai 96 persen, di atas rata-rata global yang 86,3 persen (Bank Dunia, 2022). Bahkan, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (BPS, 2020), angka melek aksara di Indonesia 98 persen. Namun, jika dilihat lebih dalam lagi, dari hasil studi Programme for International Student Assesment (PISA) 2018, tingkat literasi siswa Indonesia masih rendah, di bawah rata-rata negara yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Hasil Asesmen Nasional 2021 pun menunjukkan demikian.
Skor PISA 2018 untuk Indonesia menunjukkan, sekitar 70 persen siswa belum menguasai kemampuan membaca level dua, atau di bawah kompetensi minimum. Siswa Indonesia memang bagus memahami teks tunggal, tetapi lemah dalam memahami banyak teks (multiple text) atau lemah dalam memahami informasi. Dari tes PISA juga diketahui, kerangka pikir kemajuan (growth mindset) siswa Indonesia rendah, yang menunjukkan daya saing siswa Indonesia rendah.
Kerangka pikir kemajuan ( growth mindset) siswa Indonesia rendah, yang menunjukkan daya saing siswa Indonesia rendah.
Berbagai program penuntasan buta aksara, mulai dari program pendidikan keaksaraan hingga Taman Bacaan Masyarakat, memang masih dibutuhkan dan perlu dioptimalkan karena masih ada sekitar 2,96 juta (1,71 persen) penduduk yang buta aksara (BPS, 2020). Namun, lebih dari itu, perbaikan kualitas pendidikan menjadi keharusan. Hasil Asesmen Nasional 2021 yang menunjukkan masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi, kompetensi mendasar yang diperlukan siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan analitis, faktor guru sangat menentukan. Guru yang bisa menerapkan pembelajaran sesuai tingkat kompetensi siswa dan fokus membangun kompetensi serta karakter siswa. Ini menuntut kompetensi guru yang tinggi, yang berarti juga tata kelola guru yang baik dari pemerintah. Pendidikan juga harus dipastikan adil dan inklusif untuk semua.
Selain di sekolah atau pendidikan formal, kemampuan literasi juga harus dikembangkan di pendidikan nonformal dan di masyarakat. Sesuai tema Hari Aksara Internasional 2022, Tranformasi Ruang-ruang Pembelajaran Literasi, berbagai ruang kehidupan harus dimanfaatkan untuk pembelajaran literasi, mulai dari keluarga hingga ruang digital.