Ketika persaingan AS-China terus meningkat, kita harus terus memantau cermat dinamika di wilayah Taiwan. "Bara" dapat menjadi api besar sewaktu-waktu.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Insiden penembakan pesawat nirawak oleh otoritas Taiwan menunjukkan ”bara” di wilayah itu bisa setiap saat menyala menjadi api.
Peningkatan ketegangan di sekitar wilayah Selat Taiwan terjadi ketika Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat Nancy Pelosi berkunjung ke Taipei, awal bulan lalu. Merespons kedatangan Pelosi, Beijing menggelar latihan militer besar di laut sekeliling Taiwan. Latihan militer ini tak ubahnya blokade terhadap Taiwan karena lalu lintas transportasi mau tak mau terhenti.
Armada militer AS pun bersiaga. Kesalahan perhitungan di lapangan dapat terjadi yang kemudian memicu konflik bersenjata. Situasi ini membuat cemas masyarakat internasional, terutama para anggota ASEAN. Perang di sekitar Taiwan menghancurkan perdamaian dan stabilitas yang dibutuhkan negara-negara Asia Tenggara untuk tumbuh serta membangun perekonomian.
Beberapa hari lalu, sebuah drone atau pesawat nirawak milik pihak sipil China ditembak jatuh oleh otoritas Taiwan karena dinilai sudah menembus wilayah pertahanan udara Taiwan (Kompas.id, 2/9/2022). Kejadian ini mengingatkan kembali bahwa di Selat Taiwan ada bara yang sewaktu-waktu dapat menyala menjadi api besar.
Di tengah persaingan AS-China, isu Taiwan sangat krusial. Seperti kebanyakan negara lain di dunia, AS tak memiliki hubungan diplomatik dengan Taiwan. AS bersama mayoritas negara di dunia hanya mengakui China. Meski demikian, AS menjalin relasi khusus dengan Taiwan yang, antara lain, diwujudkan dengan penjualan senjata.
Pada saat yang sama, Beijing berkali-kali menegaskan Taiwan bagian dari China dan dapat menggunakan cara apa pun guna mewujudkan integrasi wilayah. Pendekatan militer tak dikesampingkan untuk mencapai tujuan itu.
Taiwan penting karena memang posisinya strategis. Brendan Rittenhouse Green dan Caitlin Talmadge dalam ”The Consequences of Conquest” (Foreign Affairs, Juli/Agustus 2022) menulis, jika berhasil mengintegrasikan Taiwan, China akan menggunakannya sebagai lokasi penempatan hydrophone (pendeteksi suara di bawah laut) untuk memantau kapal selam AS. Taiwan yang terintegrasi juga akan dijadikan pangkalan militer guna mengantisipasi kekuatan AS yang bergerak dari perairan di selatan Taiwan. Sebaliknya, Taiwan yang bersahabat dengan AS akan membuat wilayah itu dapat dipasangi peralatan pendeteksi kapal selam China.
Ketika persaingan AS-China terus meningkat, kita harus terus memantau cermat dinamika di wilayah Taiwan. Bara dapat menjadi api besar sewaktu-waktu. Perdamaian dan kestabilan di kawasan pun terancam. Isu Taiwan kian pelik karena tak hanya berdimensi politik, tetapi juga memiliki pengaruh besar pada aspek militer kedua belah pihak.