Sepucuk Puisi
Lalu, mari lihat di Gunung Mahameru sana,Ooo, ijazah kesarjanaanku dipahat para dewa,dan topi togaku akan ikut menerangi bumi,pada malam-malam gelap dan setiap gemilang purnama!
Puisi ini saya persembahkan untuk Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat yang pada 23 Agustus 2022 diwisuda sebagai sarjana hukum di Universitas Terbuka, Banten.
Ibu dan ayah di kota nun jauh,
juga kakak dan adikku yang jenaka dan riuh,
kukabarkan betapa aku sudah lulus sarjana,
yang kutempuh dengan peluh dan tenaga,
di tengah kerja yang bukan main rumitnya.
Semua yang tercinta di kota rindu,
bila saatnya aku diwisuda di panggung itu,
datanglah kalian dengan wajah berseri-seri,
dan hayati paduan suara Gaudeamus Igitur,
biarkan hati dan pikiran gembira menari.
Ayah, ibu, kakak dan adikku. Selamat datang,
sejenak kusambut kalian di pintu paling depan.
Senyumku bagai cello yang digesek Yo-yo Ma,
tawa kalian seperti orkestra gemuruh di angkasa.
Lalu saksikan aku melempar topi toga setinggi bukit,
meski sejumlah malaikat lantas sigap menangkap
dan membawa topi toga itu jauh ke selipan langit.
Terima kasih kalian semua sudah menyaksikan.
Tapi jangan ayah bersedih dan berair mata,
karena jas yang hitam agung itu pantang basah,
busana perkasa dan senantiasa jauh dari jelaga.
Dan janganlah ibu, kakak dan adik terisak selalu,
bukankah kekuatan hati membuat jiwa kebal peluru?
Lalu, mari lihat di Gunung Mahameru sana,
Ooo, ijazah kesarjanaanku dipahat para dewa,
dan topi togaku akan ikut menerangi bumi,
pada malam-malam gelap dan
setiap gemilang purnama!
Agus Dermawan T
Penyair, Kelapa Gading Permai, Jakarta Utara 14250
Anomali Jiwa Korsa
Bekas Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo kembali menyampaikan penyesalan dan permintaan maaf kepada semua pihak yang terdampak kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Kasus terbunuhnya Brigadir Josua membeberkan fakta bahwa terjadi skenario jahat yang menewaskan rekan sejawat sesama korps. Tragisnya, pembunuhan didalangi oleh komandan, atasan korban.
Pembunuhan berencana terjadi karena motif tertentu. Diikuti persekongkolan untuk menghilangkan barang bukti. Semua berlangsung dalam skenario besar, yang ironisnya, dilandasi oleh jiwa korsa (korps satuan).
Ada 31 personel Polri dari berbagai pangkat dan jabatan diamankan oleh Timsus Polri. Alih-alih untuk kepentingan mulia organisasi (Polri), jiwa korsa justru diimplementasikan demi kepentingan individu, orang per orang.
Pelajaran berharga bagi kita semua bahwa solidaritas dan kekompakan tanpa sikap kritis sangat berisiko salah memaknai dan menjadi petaka. Bumerang bagi organisasi dan kepentingan yang lebih besar.
Budi Sartono Soetiardjo
Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung
Selamatkan Polri
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo didatangi bekas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo usai kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat terjadi.
Peristiwa pembunuhan Brigadir J telah menyita perhatian masyarakat. Peristiwa yang konstruksi hukumnya mungkin sederhana, jadi meluas ke mana-mana. Bahkan, menyingkap sisi gelap Polri.
Pertama, apa yang disebut code of silence. Asas tutup mulut, saling menutupi, saling melindungi sesama anggota.
Kedua, kemampuan rekayasa karena kewenangannya. Pengungkapan perkara jadi lebih lama. Dalam peristiwa tersebut, telah diperiksa tidak kurang dari 82 anggota, 31 di antaranya dianggap melanggar kode etik. Belum lagi tiga jenderal yang terlibat.
Persoalannya, dan ini yang membuat kita prihatin, adalah bagaimana jika peristiwa semacam itu terjadi pada warga biasa? Apa harus menunggu presiden turun tangan?
Tepat sekali berita utama Kompas (Selasa, 23/8/2022), ini momentum benahi internal Polri. Buang sisi gelap polisi, bangun budaya organisasi dan kerja profesional.
Tentu ini tidak mudah. Siapa pun Kapolrinya, tidak bisa jalan sendiri. Butuh kemauan politik pemerintah, DPR, dan dukungan rakyat.
Kita semua sayang polisi, kita ingin polisi kembali ke jati diri: pengayom masyarakat.
Bharoto
Jl Kelud Timur, Semarang
”Siap Laksanakan”
Polri menyiapkan sidang pelanggaran kode etik untuk 34 anggota polisi terkait dugaan menghalangi penyidikan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Kompleks Polri Duren Tiga, setelah tanggal 8 Juli 2022 pukul 17.05. Ferdy Sambo, ”@*&)$%@)*&%)& !”
A few moment later....(mengutip serial SpongeBob SquarePants).
Personel Polri 1: ”Siap laksanakan!” Personel Polri 2: ”Siap laksanakan!” Personel Polri 3: ”Siap laksanakan!”
Demikian seterusnya sampai personel Polri 24.
One month later...
Kompas 7 Agustus 2022 halaman utama: ”Ferdy Sambo merupakan satu di antara 25 personel Polri yang menjalani pemeriksaan etik terkait penanganan TKP penembakan yang tidak profesional dan adanya dugaan menghalangi penyidikan. Salah satunya pengambilan dekoder kamera pemantau di pos jaga Kompleks Polri Duren Tiga. Hingga saat ini pemeriksaan masih terus berjalan”.
Djoko Madurianto Sunarto
Pugeran Barat, Yogyakarta 55141
Pantaskah?
Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia yang melakukan otopsi ulang jenazah Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J akan segera mengumumkan hasil otopsinya.
Saya tergelitik dengan pernyataan pengacara Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat yang meminta Presiden Jokowi mengangkat Brigadir J sebagai pahlawan. Pantaskah?
Gelar pahlawan adalah bentuk penghormatan dan pengakuan terhadap warga negara yang berjasa, mendarmabaktikan hidupnya, serta berkarya terbaik untuk bangsa dan negara. Gelar pahlawan terkait momentum kejadian penting dalam sejarah hidup berbangsa dan bernegara sekaligus bukti kebesaran bangsa.
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2009, pahlawan adalah figur yang mewariskan serangkaian nilai luhur yang disebut nilai kepahlawanan, bercirikan takwa, cinta bangsa dan tanah air, rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara, ulet, tangguh, pantang menyerah, dan percaya pada kemampuan sendiri yang patut dilestarikan, dihayati, diteladani, serta diamalkan dalam berbangsa dan bernegara.
Masih banyak tokoh polisi yang lebih pantas, layak, dan berjasa untuk NKRI yang dapat diusulkan jadi pahlawan.
Ingan Djaja Barus
Jl Ksatrian RT 016 RW 003, Berland, Jakarta 13150