Jika The Fed tetap lamban menyadari serta lambat menaikkan suku bunga, inflasi tinggi akan sulit diturunkan, bahkan akan bertahan lama. Efeknya adalah dampak inflatoar ke seluruh dunia.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, dinilai lambat mengambil langkah menaikkan suku bunga. Ekonomi dunia pun bakal terdampak dan bisa runyam.
Inflasi di Amerika Serikat (AS), hingga Kamis (25/8/2022), melejit terlalu jauh meninggalkan tingkat suku bunga inti The Fed. Inflasi juga lebih tinggi daripada suku bunga riil di pasar.
Jika The Fed tetap lamban menyadari serta lambat menaikkan suku bunga, inflasi tinggi akan sulit diturunkan, bahkan akan bertahan lama. Efeknya adalah dampak inflatoar ke seluruh dunia mengingat dollar AS merupakan alat utama transaksi global.
Sejumlah ekonom mengkritik The Fed. Mereka menilai respons bank sentral Amerika Serikat itu terlalu santai atas tingginya inflasi. Ini justru berisiko makin meroketkan inflasi. Beberapa kalangan khawatir The Fed keliru membaca keadaan saat ini (Kompas, 26/8/2022).
Semua pengambil keputusan moneter dunia tengah mengamati sejumlah variabel ekonomi global, seperti harga pangan, harga minyak, dan juga kebijakan moneter AS. Mereka bisa bernapas lega ketika harga pangan dunia mulai menurun meski dampak langsung ke konsumen masih menunggu waktu beberapa saat ini. Harga minyak masih belum menentu.
Secara khusus kebijakan moneter AS menjadi perhatian karena kebijakan itu akan berpengaruh terhadap nilai tukar dollar AS pada mata uang lokal. Ketika The Fed membiarkan suku bunga acuan, mata uang lokal cenderung tetap rendah sehingga konsumsi tidak bisa direm, akibatnya inflasi terus naik. Oleh karena itu, ada yang menyebut hal ini sebagai inflasi impor, inflasi yang terjadi di AS merembet ke negara-negara lain.
Meski demikian, jika The Fed menaikkan suku bunga, hal itu akan berdampak pada penurunan inflasi dan pada perdagangan karena sejumlah komoditas akan berharga mahal akibat kenaikan nilai tukar. Hal itu juga menimbulkan risiko rentetan pada korporasi dan pelarian modal dari beberapa pasar uang negara yang sedang berkembang. Dampak ini bisa ringan, tetapi bisa merepotkan sejumlah negara.
Sepertinya pilihan pahit akan diambil, yaitu The Fed menaikkan suku bunga. Kelambatan melakukan tindakan sepertinya hanya menunda masalah yang lebih berat lagi. Oleh karena itu, hal yang lebih penting adalah soal persiapan korporasi dan juga otoritas sejumlah negara untuk menghadapi dampak atau risiko pengetatan suku bunga AS tersebut. Otoritas di Indonesia juga harus bersiap menghadapi masalah yang tidak ringan ini.
Komunikasi tentang risiko masih perlu dilanjutkan. Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan sudah mengingatkan masalah yang akan dihadapi bangsa Indonesia. Otoritas lain harus membuat komunikasi yang lebih membumi agar tantangan kali ini bisa dihadapi semua pihak.