Al Qaeda dan NIIS adalah kelompok Islam ultrakonservatif yang merasa kalah menghadapi kedigdayaan peradaban Barat. Dalam konteks Al Qaeda pasca-Al-Zawahiri, pemerintah harus mengawasi sosok calon pengganti Al-Zawahiri.
Oleh
SMITH ALHADAR
·5 menit baca
Nama Ayman al-Zawahiri, pemimpin puncak Al Qaeda, kembali menghiasi pemberitaan media. Kali ini karena kematiannya di Kabul, Aghanistan, dalam serangan drone Amerika Serikat, 31 Juli lalu.
Al-Zawahiri, pengganti Osama bin Laden, memang ikut bertanggung jawab dalam rangkaian aksi teror di dunia. Kendati hanya wakil Bin Laden ketika di Al Qaeda, Al-Zawahiri lah yang mengoordinasikan serangan-serangan itu. Ia memiliki keterampilan organisasional dan jago strategi. Tak heran, pasca-kematian Al-Zawahiri, Presiden AS Joe Biden menyatakan keadilan telah ditegakkan.
Setelah tragedi 11/9 yang mendorong AS menginvasi Afghanistan, Bin Laden bersembunyi di Abottabad, Pakistan, sebelum dibunuh pasukan khusus AS. Dikatakan, Al-Zawahiri bersembunyi di perbatasan Pakistan-Afghanistan dan baru kembali ke Afghanistan pada awal 2022 setelah Taliban berhasil mengambil alih Aghanistan. Di Kabul, Al-Zawahiri hidup nyaman bersama keluarganya di wilayah elite, tempat para petinggi Taliban tinggal. Karena itu, nyaris mustahil Taliban tak tahu keberadaannya.
Fakta bahwa Al-Zawahiri hidup di Kabul menunjukkan ketidakpatuhan Taliban pada perjanjian tersebut.
Setelah serangan AS, Taliban menyalahkan Washington sebagai pihak yang tidak menaati prinsip-prinsip internasional dan melanggar Perjanjian Doha 2020, perjanjian yang berujung pada penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada Agustus 2021 dengan imbalan Taliban tidak menjadikan Afghanistan sebagai surga bagi kelompok teroris. Fakta bahwa Al-Zawahiri hidup di Kabul menunjukkan ketidakpatuhan Taliban pada perjanjian tersebut.
Ada lagi klausul perjanjian yang dilanggar Taliban, yakni harus membentuk pemerintahan yang inklusif dengan memasukkan kelompok minoritas etnis dan agama serta memenuhi hak asasi perempuan di bidang pendidikan. Kenyataannya, rezim Taliban didominasi kelompoknya sendiri, kelompok Islam ultrakonservatif dan beretnis Pashtun. Etnis minoritas, seperti Tajik (Islam moderat), Uzbek (Islam nasionalis), dan Hazara (Syiah), diabaikan. Akses pendidikan bagi perempuan dibatasi. Perempuan juga harus mengenakan cadar dan mobilitasnya sangat terbatas. Ini membuat belum ada satu negara pun mengakui pemerintahan Taliban.
Terungkapnya keberadaan Al-Zawahiri di Kabul akan semakin jauh mengisolasi Aghanistan. China, salah satu dari sedikit negara yang mempertimbangkan akan mengakui Taliban, akan berpikir ulang. Dalam konteks Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI), Afghanistan cukup strategis. Di luar geopolitik, Afghanistan menyimpan mineral langka yang sangat dibutuhkan China, seperti litium, tembaga, dan bijih besi. Taliban pun sangat berhasrat menjadi bagian dari BRI untuk membangun Afghanistan saat negara-negara Barat membekukan dana Afghanistan di institusi-institusi keuangan internasional.
Pertemuan-pertemuan antara petinggi Taliban dan China juga belum berbuah hasil. Penyebabnya, Beijing belum diyakinkan bahwa Taliban akan mengusir kelompok separatis Uighur asal Provinsi Xinjiang, China, yang berlindung di Afghanistan. Ini membuat gejolak di Xinjiang akan sulit diatasi dan isu ini akan terus dieksploitasi Barat. Islamic State of Khurasan Province, yang berafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) yang mengancam stabilitas Afghanistan, juga belum mampu diatasi Taliban.
Kasus keberadaan Al-Zawahiri di Afghanistan akan makin meyakinkan China, juga semua negara di dunia, bahwa sesungguhnya Taliban belum melepaskan kebijakan lama: melindungi teroris. Dengan demikian, keterpurukan ekonomi Afghanistan menyusul pembekuan aset mereka di luar negeri dan hambatan perdagangan luar negeri akibat diisolasi dunia internasional akan kian parah.
Yang mendapat kredit justru Biden di tengah kemerosotan popularitasnya di dalam negeri menjelang pemilu paruh waktu pada 8 November mendatang, sebagaimana pujian yang didapat Presiden Barack Obama terkait pembunuhan Bin Laden.
Pembunuhan Al-Zawahiri juga bisa dilihat sebagai kompensasi atas kebijakan Biden menarik tentara AS dari Afghanistan dalam kekacauan yang mendapat kritik rakyat AS dan dunia internasional. Hingga kini masih banyak orang Afghanistan yang bekerja untuk AS selama 20 tahun pendudukan dan dijanjikan akan diberi hidup layak di AS belum terpenuhi. Banyak keluarga Afghanistan yang pindah ke AS kehilangan anggota keluarga yang tercecer di Afghanistan. Hidup dan masa depan mereka kini tak menentu.
Masa depan Al Qaeda
Lepas dari itu, apakah kematian Al-Zawahiri akan menyurutkan kiprah Al Qaeda? Meskipun tak punya legitimasi sebagai pemuka kelompok jihadis sebagaimana Bin Laden, Al-Zawahiri berhasil mendesentralisasi perencanaan teror kepada para komandan jihadis di sejumlah negara. Al-Zawahiri memberikan otonomi kepada setiap kelompok jihadis. Hal ini menyulitkan pihak keamanan untuk mengatasi mereka.
Memang sejak 2011 seiring meletusnya Arab Spring, pamor Al Qaeda redup. Alasan lain, pertama, Al-Zawahiri tak punya karisma dan uang sebagaimana Bin Laden untuk melancarkan aksi. Kedua, NIIS yang muncul pada 2014 di Irak dan Suriah jauh lebih populer ketimbang Al Qaeda. Ketiga, aparat keamanan di dunia sudah lebih pandai dan didukung peralatan intelijen canggih dalam melacak kelompok teror.
Sehari setelah Taliban menduduki Kabul, Densus 88 Antiteror menangkap 52 anggota JI di sejumlah kota.
Meski demikian, Al Qaeda belum mati. Kelompok-kelompok Al Qaeda masih bercokol di beberapa negara. Sebut saja Al-Shabab di Somalia, AQAP di Yaman, AQIM di Afrika Utara, dan Al-Nusrat di Suriah. Di Indonesia, Jamaah Islamiyah (JI) yang berafiliasi dengan Al Qaeda masih aktif. Sehari setelah Taliban menduduki Kabul, Densus 88 Antiteror menangkap 52 anggota JI di sejumlah kota. Pada waktunya mereka akan keluar untuk melancarkan teror ke seluruh dunia.
Al Qaeda dan NIIS adalah kelompok Islam ultrakonservatif yang frustrasi dan merasa kalah menghadapi kedigdayaan peradaban Barat. Ideologi Islam mereka yang sumir—bercita-cita membangun kembali khilafah—telah menyebar ke banyak negara melalui internet.
Dalam konteks Al Qaeda pasca-Al-Zawahiri, pemerintah harus mengawasi munculnya figur pengganti Al-Zawahiri. Ia pasti akan melancarkan teror besar dalam waktu dekat untuk mendapatkan legitimasi atas kepemimpinannya. Dan, yang lebih penting dari semua itu adalah save heaven yang disediakan Taliban untuk mereka.
Smith Alhadar, Penasihat The Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES)