Di belakang, bisa saja sudah ada kesepakatan, atau belum bergerak sama sekali. Apa pun kejadian di panggung belakang politik yang menentukan, rakyat tak ingin kesejahteraannya dilupakan. Jangan lupakan rakyat.
Kehidupan dunia politik selalu menampilkan dua panggung, di depan dan belakang. Saat jelang pemilu, panggung depan selalu ramai, menarik untuk diikuti.
Cerita yang tampil di panggung depan, yang terakhir di negeri ini, adalah pertemuan antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDI-P) Puan Maharani di Jakarta, Senin (22/8/2022). Pertemuan yang berlangsung sekitar 2,5 jam itu, tertutup untuk awak media, merupakan langkah pertama Puan untuk bertemu dengan pimpinan partai politik lainnya.
Sebagai politisi, Surya dan Puan pun saling memuji. Secara simbolis, pertemuan itu menyiratkan tak ada keretakan antara kedua partai. Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri tidak mendampingi putrinya itu. Presiden Joko Widodo, yang juga kader PDI-P, tak ikut serta. Namun, dua hari sebelumnya Surya juga menemui Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, dalam pertemuan yang tak terjadwal dan tertutup.
Surya dan Puan juga mengakui masih cairnya peta politik di negeri ini menuju tahun 2024. Nasdem memang sudah menyebutkan calon pemimpin nasional yang diunggulkan, yakni Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, yang merupakan kader PDI-P, Gubernur DKI Jakarta Anies R Baswedan, dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. PDI-P secara tersurat belum memutuskan nama calon presiden/wakil presiden yang akan diusun pada Pemilu 2024. Puan adalah yang disebut-sebut selama ini sebagai salah satu calon.
Menurut Surya, kedatangan Puan ke Nasdem juga patut dipertimbangkan untuk masuk radar calon presiden/wapres. Puan menambahkan, dinamika politik masih akan berjalan panjang hingga 1,5 tahun ke depan. Semuanya masih dinamis. Dalam dinamika politik, siapa pun harus sepakat kapan harus bertanding dan kapan harus bersanding untuk Indonesia.
PDI-P, yang memiliki 128 kursi di DPR (22,26 persen) sebenarnya bisa mengajukan calon presiden/wapres sendirian, tak perlu berkoalisi dengan partai lain, dalam pemilu mendatang. Jika pilihan itu diambil, tentu tak mudah untuk memenangi pemilu dan membangun pemerintahan yang kuat. Jika menggandeng Nasdem, yang memiliki 59 kursi di parlemen (10,26 persen), serta meninggalkan Partai Demokrat (54 kursi/9,39 persen) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan 50 kursi (8,7 persen), kemungkinan akan ada tiga pasangan calon presiden/wapres pada Pemilu 2024.
Di panggung depan, Partai Golkar (85 kursi/14,78 persen) bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan 19 kursi di DPR (3,3 persen) dan Partai Amanat Nasional (PAN), yang berbekal 44 kursi di DPR (7,65 persen), sudah mendeklarasikan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Koalisi ini juga sudah bisa mengajukan pasangan calon presiden/wapres. Namun, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Jakarta, Sabtu (20/8/2022) lalu, mengakui, KIB masih terbuka untuk partai lain.
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dengan 78 kursi di Dewan (13,57 persen) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang memiliki 58 wakil di Senayan (10,09 persen), juga sudah menyatukan diri, serta kemungkinan mengusung Prabowo Subianto sebagai calon presiden lagi. Sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, syarat pengajuan calon presiden/wapres adalah partai atau koalisi partai memiliki minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara pada Pemilu 2019.
Politik itu mirip panggung. Politisi memainkan peran sesuai arahan yang sudah dibuat. Di belakang panggung, pahlawan dan penjahat bisa saja makan bersama.
Sastrawan asal India, Ashwin Sanghi, menuliskan, politik itu mirip panggung. Politisi memainkan peran sesuai arahan yang sudah dibuat. Di belakang panggung, pahlawan dan penjahat bisa saja makan bersama.
Panggung depan politik nasional kini meriah, menarik, dan sedikit gaduh. Di belakang, bisa saja sudah ada kesepakatan, atau belum bergerak sama sekali. Namun, apa pun kejadian di panggung belakang politik yang menentukan, rakyat tak ingin kesejahteraannya dilupakan dan hanya dibutuhkan suaranya.