Penetapan Kode Desa Adat menjadikan eksistensi desa adat sah dan sejajar dengan desa. Desa adat perlu diperkuat guna mengoptimalkan potensi desa yang kaya secara sosial-budaya maupun ekonomi-politik.
Oleh
USEP SETIAWAN
·4 menit baca
Penyerahan Kode Desa Adat di Kabupaten Jayapura oleh Kementerian Dalam Negeri menjadi kado istimewa jelang HUT Ke-77 Kemerdekaan RI bagi perjuangan masyarakat adat Nusantara. Hal ini jadi penanda keberpihakan pemerintah kepada eksistensi masyarakat adat, sebagaimana diakui konstitusi.
Sebagaimana diberitakan, pada 11 Agustus 2022 Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo menyerahkan 14 Kode Desa Adat untuk Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, di Kantor Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa, Jakarta.
Dalam percakapan para antropolog pada 9 Agustus lalu, Yando Zakaria (Pusat Kajian Etnografi Komunitas Adat) menyatakan, ”Peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia 2022 di Indonesia kali ini akan ditandai dengan penyerahan Kode Wilayah Administrasi Pemerintahan Desa Adat, antara lain kampung adat di Kabupaten Jayapura, Papua. Semoga menjadi pemicu penetapan desa adat atau disebut dengan nama lain di daerah-daerah lain di seantero Indonesia.”
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 pada Pasal 18 B Ayat (2) menyebutkan, ”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-undang.” Sejak 2021, RUU Masyarakat Adat masuk dalam prolegnas sebagai hak inisiatif DPR untuk disusun bersama pemerintah.
Penetapan Kode Desa Adat ini menjadikan eksistensi desa adat sah dan sejajar dengan desa yang dikenal dalam hierarki pemerintahan Indonesia. Desa adat perlu diperkuat guna mengoptimalkan potensi desa yang kaya secara sosial-budaya maupun ekonomi-politik.
Regulasi desa adat
Cantolan regulasi desa adat adalah UU Nomor 6 Tahun 2016 tentang Desa. Menurut UU ini, yang dimaksud dengan desa terdiri atas desa dan desa adat. Sementara penyebutan desa atau desa adat disesuaikan dengan penyebutan yang berlaku di daerah setempat (Pasal 6).
Pengaturan khusus mengenai desa adat diatur dalam UU Desa pada Bab XIII Pasal 96-111, sedangkan lebih rinci, kewenangan desa adat termaktub dalam Pasal 103-106, pemerintahan desa adat pada Pasal 107-109, dan peraturan desa adat di Pasal 110-111.
Undang-Undang Desa mengatur syarat-syarat untuk penetapan desa adat, meliputi: (a) kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya secara nyata masih hidup, baik yang bersifat teritorial, genealogis, maupun yang bersifat fungsional; (b) kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya dipandang perkembangan masyarakat; dan sesuai dengan (c) kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak tradisionalnya sesuai dengan prinsip NKRI (Pasal 97, Ayat 1). Syarat-syarat ini tentu bukanlah untuk mempersulit, tetapi untuk memperjelas agar penetapan desa adat bisa dipertanggungjawabkan secara obyektif.
Desa adat ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota. Pembentukan desa adat setelah penetapan desa adat dilakukan dengan memperhatikan faktor penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, serta pemberdayaan masyarakat desa dan sarana prasarana pendukung (Pasal 98). Hal ini menyangkut regulasi yang perlu dilakukan di tingkat daerah dan cakupan substansinya.
Undang-Undang Nomor 6/2016 menjelaskan kewenangan desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa (Pasal 18). Kewenangan ini utuh sebagaimana desa biasa.
Penugasan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah kepada desa adat ini disertai dengan biaya (Pasal 106). Hal ini menunjukkan konsekuensi pembiayaan yang harus disiapkan bersama oleh pemerintah dan pemda.
Memajukan eksistensi
Berangkat dari penetapan Kode Desa Adat oleh Kemendagri ini, diharapkan agenda penguatan posisi sosial-budaya dari komunitas-komunitas masyarakat adat yang termanifestasi dalam desa adat dapat terus diperkuat.
Diperlukan identifikasi dan verifikasi eksistensi masyarakat adat yang melibatkan akademisi dan Civil Society Organization (CSO)/LSM agar dapat diproyeksikan pembentukan dan pengembangan desa adat secara lebih sistematis. Setiap pemkab/pemkot perlu mengenali secara lebih mendalam eksistensi masyarakat adat di daerahnya. Lalu, pemprov atau pemkab/pemkot segera membuat regulasi daerah yang diperlukan untuk mengakomodasi realitas sosial-budaya masyarakat adat yang ada di wilayahnya.
Dengan demikian, jumlah desa adat yang ditetapkan pemprov dan pemkab/pemkot dan Kode Desa Adat yang disahkan oleh pemerintah bisa lebih banyak lagi. Semakin banyak desa adat yang ditetapkan, pengesahan Kode Desa Adat juga bisa lebih banyak lagi. Jika hal ini yang terjadi, pengakuan dan perlindungan terhadap eksistensi masyarakat adat pun dapat dilakukan secara sistemasis dan strategis oleh seluruh jajaran pemerintahan.
Penetapan desa adat perlu menjadi gerakan dan kebijakan yang massif. Amanat konsitusi yang mengakui dan menghormati masyarakat adat agar tidak berhenti dalam teks resmi negara. Ini harus direalisasikan dalam praktik memajukan eksistensi masyarakat adat melalui desa adat-nya di tengah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Merdeka!
Usep Setiawan, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden