Putusan MA Nomor 128 tanggal 18 Agustus 2022 menjadi babak baru perjalanan Konsil Kesehatan Indonesia. Selanjutnya, Kepres 55/M/2020 perlu segera dicabut, dan proses pencalonan anggota KKI kembali mengacu UU 29/2004.
Oleh
SUKMAN TULUS PUTRA
·5 menit baca
HERYUNANTO
Ilustrasi
Dalam dua tahun terakhir ini, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) menjadi pembicaraan dan perhatian publik termasuk di kalangan profesi kedokteran dan kedokteran gigi sejak menjelang ujung tahun 2020. Lembaga negara yang independen, otonom, non-struktural, dan langsung bertanggung jawab kepada Presiden ini dibentuk berdasarkan amanat UU 29/2004 tentang Praktik Kedokteran. Tujuannya ialah memberikan pelindungan kepada masyarakat yang memperoleh pelayanan kedokteran dan kesehatan di negeri ini.
Hal tersebut menempatkan KKI berperan penting sebagai regulator dalam praktik profesi kedokteran untuk memproteksi masyarakat (protecting the people) dan melakukan pengarahan dan pengawalan kepada profesi (guiding the profession) agar masyarakat terhindar dari praktik-praktik yang tidak profesional.
Hal yang sama merupakan peran konsil kedokteran yang berlaku secara universal di banyak negara di dunia. Oleh karena itu, anggota KKI yang terdiri dari Konsil Kedokteran (KK) dan Konsil Kedokteran Gigi (KKG) harus merupakan orang-orang terpilih yang mempunyai kompetensi, kapasitas, dan integritas tinggi dari unsur-unsur organisasi profesi dan beberapa institusi sebagaimana diatur dalam UU 29/2004.
Eksistensi KKI sebagai lembaga negara keanggotaannya diatur jelas dalam UU 29/2004 termasuk tentang tata cara pengusulan nama calon anggotanya oleh Menteri Kesehatan kepada Presiden. Dalam Pasal 14 Ayat 3 disebutkan bahwa keanggotaan KKI ditetapkan oleh presiden atas usul menteri.
Lebih lanjut Ayat 4 berbunyi bahwa menteri dalam mengusulkan keanggotaan KKI harus berdasarkan usulan organisasi dan institusi sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (1). Pada Ayat 1 disebutkan bahwa jumlah anggota KKI sebanyak 17 orang yang terdiri atas unsur-unsur dari organisasi profesi kedokteran (2 orang), organisasi kedokteran gigi (2), asosiasi pendidikan kedokteran (1), asosiasi pendidikan kedokteran gigi (1), asosiasi rumah sakit pendidikan (2), tokoh masyarakat (3), Departeman Kesehatan (2), dan Departemen Pendidikan Nasional (2).
Dengan demikian, sangat jelas bahwa nama-nama calon anggota KKI yang diusulkan kepada Presiden harus sesuai dengan usulan dari organisasi profesi/institusi seperti yang tersebut di atas. Sementara itu, usulan calon yang mewakili tokoh masyarakat diatur tersendiri melalui Peraturan Konsil Kedokteran (Perkonsil). Kedudukan tokoh-tokoh masyarakat yang terpilih menjadi anggota KKI sangat penting untuk menjaga independensi KKI dalam membuat regulasi dan berbagai aturan.
BPMI SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan ucapan selamat kepada 17 anggota Konsil Kedokteran Indonesia periode 2020-2025 yang dilantik pada Rabu (19/8/2020) di Istana Negara, Jakarta.
Bertentangan dengan undang-undang
Selama tiga periode sejak 2004 hingga 2020, pengusulan anggota KKI kepada Presiden berjalan lancar dan tidak ada permasalahan hingga penetapan oleh Presiden dan pelantikan di Istana Negara. Namun, hal tersebut tidak terjadi pada proses pengusulan dan penetapan keanggotaan KKI periode ke-4 (2020-2025) yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada. Menteri Kesehatan tiba-tiba mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 81/2019 tentang Perubahan atas PMK Nomor 496/Menkes/Per/V/2008 yang pokok isinya memungkinkan menteri menetapkan dan menunjuk sendiri calon anggota KKI yang akan diusulkan ke Presiden.
Peraturan menteri kesehatan tersebut dikeluarkan dengan alasan yang sangat sederhana bahwa nama-nama yang diusulkan tidak memenuhi syarat. Padahal, organisasi profesi telah berpangalaman betul selama tiga periode (sekitar 15 tahun) dalam mengusulkan calon-calon yang telah terseleksi baik dari segi kompetensi maupun integritas dan persyaratan administrasi lainnya.
Peraturan menteri kesehatan tersebut dikeluarkan dengan alasan yang sangat sederhana bahwa nama-nama yang diusulkan tidak memenuhi syarat.
Atas usulan Menteri Kesehatan tersebut terbitlah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 55/M/2020 tentang Penetapan Anggota KKI Periode 2020-2022 sebanyak 17 orang yang nama-namanya sebagian besar tidak sesuai dengan yang diusulkan oleh organisasi profesi dan institusi yang diatur dalam UU 29/2004. Padahal, organisasi profesi dan institusi terkait telah mengusulkan nama-nama dan memilih dan menentukan beberapa calon anggota KKI yang mumpuni dan kredibel.
Dengan demikian, proses tersebut jelas bertentangan dengan undang-undang sehingga organisasi profesi, yakni IDI dan PDGI serta institusi terkait lainnya, keberatan. Mereka pun mengajukan gugatan untuk peninjauan kembali (PK) kepada Mahkamah Agung (MA) atas Keppres Nomor 55/M/2020 yang didasari oleh PMK Nomor 81/2019. Setelah melalui jalan panjang akhirnya gugatan dikabulkan oleh MA sesuai putusan MA Nomor 128 tanggal 18 Agustus 2022.
Memang miris rasanya suatu lembaga negara yang terhormat, seperti KKI, proses pembentukannya ”cacat hukum”. Inilah yang menempatkan ”KKI di Persimpangan Jalan” seperti ulasan di Kompas, 5 September 2020.
Tidak heran banyak pihak yang menanyakan bagaimana status legalitas semua keputusan/peraturan dan produk KKI selama periode sekitar dua tahun terakhir ini termasuk penerbitan surat tanda registrasi (STR) bagi dokter dan dokter gigi yang merupakan syarat utama mereka diizinkan untuk praktik. Belum lagi beberapa standar pendidikan profesi dan standar kompetensi yang telah disahkan oleh KKI apakah bermasalah dari segi legalitas terkait pengangkatan anggotanya bertentangan dengan undang-undang?
”What’s next”?
Saat ini KKI seakan memasuki suatu babak baru dalam perjalanannya setelah keberadaannya lebih dari 18 tahun sebagai lembaga negara yang mengatur dan mengawasi profesi kedokteran di negeri ini. Berbagai prestasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga negara yang mengatur profesi kedokteran telah dicapai oleh KKI. Pengakuan internasional terhadap KKI yang telah diterima menjadi anggota IAMRA (International Association of Medical Regulatory Authority) sejak 2014 seakan terusik dan tercederai oleh adanya peristiwa seperti yang diuraikan di atas.
Sekarang tentu tidak banyak pilihan yang harus dilakukan oleh pemegang dan pengambil kebijakan untuk menyelamatkan serta menjaga kelanjutan nama baik KKI di tingkat nasional maupun internasional. Melakukan revisi segera semua proses pengusulan dan penetapan keanggotaan KKI mulai dari sejak awal sampai terbitnya keputusan presiden yang baru sesuai amanat undang-undang dan peraturan yang ada merupakan suatu keharusan.
Hal ini tentu saja merupakan kewenangan pemerintah sambil berkoordinasi dengan organisasi profesi dan institusi terkait. Dengan demikian, harus ada proses pencabutan Kepres Nomor 55/M/2020 dalam waktu yang tidak terlalu lama dan menteri mengusulkan nama-nama calon anggota KKI sesuai dengan proses yang diatur dalam undang-undang dan aturan yang ada.
Tindak lanjut pelaksanaan Putusan MA Nomor 128/2022 ini secepatnya ditunggu oleh masyarakat dan kalangan profesi. Pilihan untuk membiarkan status lembaga negara KKI tetap seperti sekarang ini dan berlarut-larut sama saja dengan melakukan ”pembiaran” terhadap potret buram bagi penjagaan dan pengawalan profesi kedokteran di negeri tercinta ini.
Tentu hal ini sangat tidak kita harapkan. Semoga.
Sukman Tulus Putra, Anggota Dewan Pertimbangan Pengurus Besar IDI Periode 2022-2025; Komisioner Konsil Kedokteran Indonesia Periode 2014-2020