Upaya ”Founder Tercela” Kembali Membangun ”Start Up”
Pertanyaan besar terhadap mereka yang telah diragukan kredibilitasnya adalah, apakah mereka mampu membangun bisnis kembali? Secara umum kecil kemungkinan mereka akan sukses.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Kabar mengejutkan pekan ini muncul dari mantan pendiri (founder) dan CEO WeWork, sebuah usaha rintisan (start up) bidang properti, Adam Neumann. Tiga tahun lalu, valuasi WeWork terjun bebas dari 47 miliar dollar AS menjadi 4 miliar dollar AS karena sejumlah masalah. Kini, ia memiliki usaha rintisan baru di bidang yang sama dengan nama Flow. Usaha rintisan yang belum diumumkan ke publik ini disebut telah memiliki valuasi 1 miliar dollar AS dan telah mendapat pendanaan.
Pada 2019, WeWork gagal melakukan penawaran saham perdana karena sejumlah investor sangsi dengan valuasi perusahaan itu. Namanya langsung rontok karena juga dianggap sebagai pendiri perusahaan yang tercela. Mereka dituduh sebagai perusahaan beracun dan diduga sebagai perusahaan dengan sejumlah dugaan kasus pelecehan seksual. Bahkan, di WeWork kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol disebut terlalu bebas. Akan tetapi, kini Flow dikabarkan telah membeli 4.000 apartemen di sejumlah kota di Amerika Serikat. Tak hanya itu, Flow juga mendapat pendanaan dari perusahaan ventura dengan nilai 350 juta dollar AS.
Sontak sejumlah kalangan, terutama investor, mengkritik pendanaan ini sebagai langkah investasi yang tak hanya menoleransi perilaku buruk, tetapi juga memberi penghargaan terhadapnya. Ada juga yang mengatakan, usaha rintisan yang belum diumumkan, tetapi kemudian mengklaim memiliki valuasi hingga 1 miliar dollar AS, adalah sebuah penipuan. Mereka juga menyerang pemberi dana yang dianggap sebagai sebuah kesalahan besar dalam dunia pendanaan.
Salah satu pendiri Andreessen Horowitz, perusahaan yang mendanai Flow tersebut, Marc Andreessen, bisa menerima kesalahan Neumann pada masa lalu dalam sebuah posting blog saat mengumumkan investasi tersebut. Ia menulis, ”Kami memahami betapa sulitnya membangun sesuatu seperti usaha rintisan ini dan kami senang melihat para pendiri berulang membangun kesuksesan masa lalu dengan tumbuh dari pelajaran yang dipetik.”
”Bagi Adam, keberhasilan dan pelajarannya banyak dan kami bersemangat untuk melakukan perjalanan ini bersamanya dan rekan-rekannya untuk membangun masa depan kehidupan,” kata Marc. Ia optimistis perusahaan yang didanai itu akan berkembang dan maju sekalipun berbagai kritik terus bermunculan ketika mereka mengumumkan mendanai usaha rintisan yang didanai oleh Adam Neumann itu. Menurut The New York Times, Flow dilaporkan mempunyai rencana untuk membuat produk bermerek dengan layanan dan fitur komunitas yang konsisten untuk bangunan tempat tinggal di kota-kota AS.
Perusahaan tersebut juga dilaporkan akan menawarkan layanannya kepada para pemilik apartemen selain memiliki beberapa apartemen itu sendiri. Informasi lebih detail tentang bisnis baru Neumann ini masih sangat minim. Media sulit mendapatkan data-data lebih lanjut tentang Flow, selain mereka telah membeli sejumlah apartemen sejak Januari lalu.
Upaya kembali ke panggung bisnis setelah berbagai tuduhan tidak hanya dilakukan oleh Adam Neumann saja. Di India, salah satu pendiri dan mantan managing director platform tekfin BharatPe pada Mei lalu mengatakan bahwa ia berencana untuk memulai usahanya sendiri tanpa mencari dana dari investor. Meski demikian, hingga saat ini belum diketahui usaha atau bisnis yang akan dijalankan oleh Ashneer.
Menurut The Economic Time, Ashneer bersama istrinya, Madhuri Jain Grover, telah dicopot dari semua gelar perusahaan atas dugaan penyelewengan besar-besaran dana perusahaan. Keduanya dituduh menggunakan rekening pengeluaran perusahaan untuk memperkaya diri mereka dan mendanai gaya hidup mewah mereka. Akan tetapi, kini ia mengatakan akan memulai bisnis baru, tetapi dia tidak akan kembali kepada investor.
Kisah lainnya adalah tentang upaya Travis Kalanick, pendiri dan mantan CEO Uber, yang tidak pergi terlalu lama dari panggung bisnis. Setelah dia mengundurkan diri dari Uber pada Juni 2017 karena sejumlah tuduhan menimpa perusahaannya, seperti tindakan-tindakan tidak etis dan pelecehan seksual, Kalanick menghabiskan waktu untuk bersenang-senang di sebuah konferensi elite, seperti di Davos, dan bermain gim di telepon pintar dengan baik. Setahun kemudian, dia mengumumkan pendirian 10100, sebuah lembaga pendanaan miliknya.
Saat itu, menurut The Wired, Kalanick menguraikan rencananya, yaitu 10100 akan mengakuisisi saham pengendali di City Storage Systems (CSS), sebuah perusahaan induk yang berinvestasi dalam aset real estat yang bermasalah. Ia membeli dengan harga sebesar 150 juta dollar AS. Perusahaan ini berfokus untuk mengubah real estat yang dulu digunakan untuk parkir dan industri menjadi penggunaan layanan makanan dan ritel. CSS memiliki 15 karyawan dan Kalanick adalah CEO-nya.
Kita tentu ingat bisnis-bisnis yang dilakukan oleh anak-anak mantan penguasa langsung lenyap begitu pendahulunya tidak lagi berkuasa.
Pertanyaan besar terhadap mereka yang telah diragukan kredibilitasnya adalah, apakah mereka mampu membangun bisnis kembali? Secara umum kecil kemungkinan mereka akan sukses. Reputasi dan kredibilitas mereka telah anjlok ketika mereka menjalankan bisnis lama sehingga sulit untuk kembali. Mereka akan mengalami kesulitan ketika mencari rekan bisnis. Konsumen pun akan meragukan produk atau layanan mereka.
Nama yang jatuh karena sejumlah kasus yang sulit diterima oleh publik akan terbawa terus. Kita tentu ingat bisnis-bisnis yang dilakukan oleh anak-anak mantan penguasa langsung lenyap begitu pendahulunya tidak lagi berkuasa. Publik memahami bahwa selama ini bisnis mereka dilakukan dengan cara-cara yang tidak etis. Kalau, toh, saja bisnis mereka masih beroperasi, biasanya standar saja atau menggunakan nama orang lain untuk operasi bisnis mereka sehingga terbebas dari kecaman publik.
Publik masih menghargai cara-cara yang baik dalam berbisnis. Mereka akan menghukum perusahaan yang menjalankan cara-cara yang menurut mereka tidak pantas. Hukuman publik ini biasanya berdampak sangat berat, termasuk aksi menolak membeli produk-produk perusahaan tersebut. Apabila sudah demikian, semua rontok karena reputasi buruk yang sudah didapat. Para pendiri usaha rintisan perlu lebih berhati-hati. Mereka juga harus membangun kredibilitas saat membangun bisnis mereka.