Pembelajaran daring selama pandemi menumbuhkan ekosistem pembelajaran digital secara signifikan. Digitalisasi pendidikan memang jadi tuntutan di Era 4.0, tetapi perhatian pada siswa yang tertinggal harus prioritas.
Oleh
Redaksi
Β·2 menit baca
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Guru menggunakan gawai mereka untuk memberikan tugas bagi siswanya di halaman SD Pedalangan 1, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (5/10/2020). Pandemi Covid-19 tersebut memaksa hampir seluruh guru dapat memanfaatkan teknologi daring dalam mengajar jarak jauh.
Pandemi Covid-19 telah mempercepat transformasi pendidikan ke arah digital. Meski ada banyak kendala, pembelajaran daring telah menumbuhkan ekosistem pembelajaran digital secara signifikan.
Perangkat serta infrastruktur teknologi informasi komunikasi (TIK) menjadi kebutuhan pokok dalam pendidikan saat ini. Bantuan perangkat TIK untuk sekolah-sekolah melalui program digitalisasi pendidikan yang tahun ini oleh pemerintah melalui Kemendikbudristek dianggarkan Rp 3,7 triliun (Kompas, 4/8/2021), tentu akan mendukung kebutuhan tersebut.
Tahun ini sekitar 500.000 laptop, akses poin, proyektor, konektor, speaker akan dibagikan ke 29.387 sekolah, prioritas pertama sekolah-sekolah penggerak yang masih kekurangan peralatan TIK. Program ini akan berlanjut hingga 2024 ke sekolah-sekolah dan pendidikan formal lainnya, dengan total anggaran Rp 17 triliun.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek Wikan Sukarinto menyatakan, program ini merupakan kolaborasi Kemendikbudristek dengan pihak industri, lembaga pendidikan, dan swasta, baik untuk pengadaan laptop yang merupakan produksi dalam negeri maupun untuk pelatihan guru, siswa, dan orangtua dalam memanfaatkan teknologi pendidikan.
Tentu kolaborasi tersebut belum cukup. Perlu juga kolaborasi dengan kementerian/lembaga terkait agar jangan sampai program ini justru memperlebar ketimpangan digital maupun ketimpangan pendidikan yang sudah diperparah karena pandemi ini.
Perlu juga kolaborasi dengan kementerian/lembaga terkait agar jangan sampai program ini justru memperlebar ketimpangan digital maupun ketimpangan pendidikan.
Dari sisi infratruktur TIK, akses internet yang menjadi syarat penting digitalisasi pendidikan belum merata dan memadai. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan sebanyak 12.548 desa/kelurahan belum terjangkau infrastruktur internet. Dari 70.670 desa/kelurahan yang terjangkau infrastruktur internet, 68,54 persen layanannya masih 2G, terutama di kawasan timur Indonesia.
Data Kemendikbudristek tahun 2020 menunjukkan, 40.779 atau sekitar 18 persen sekolah dasar dan menengah tidak memiliki akses internet. Bahkan 7.552 atau sekitar 3 persen sekolah belum terpasang infratruktur listrik PLN.
SUPRIYANTO
Supriyanto
Dari aspek pemerataan bantuan, program tersebut baru menjangkau sekolah-sekolah yang berada di bawah Kemendikbudristek. Padahal ada puluhan ribu sekolah yang berada di bawah Kementerian Agama. Tanpa kolaborasi dua kementerian ini, program digitalisasi pendidikan akan memicu ketimpangan antara sekolah umum dan sekolah keagamaan.
Digitalisasi pendidikan memang menjadi tuntutan di Era 4.0 ini. Meskipun begitu, perhatian pada anak-anak yang tertinggal pendidikannya karena berbagai sebab tetap harus menjadi prioritas di masa pandemi ini. Tidak semua masalah mereka bisa diatasi dengan bantuan teknologi.
Mereka membutuhkan dukungan dan bantuan khusus agar tidak tertinggal dalam menyongsong era Indonesia Emas 2045. Tak seorang anak pun boleh tertinggal pendidikannya.