Misteri tewasnya Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat, terkuak seiring status tersangka terhadap Irjen Ferdy Sambo. Kejujuran Bharada E atau Richard Eliezer jadi penentu.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Konferensi pers Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo pada Selasa (9/8/2022) malam, yang menginformasikan status tersangka untuk Ferdy, menyingkap sebagian misteri dan kontroversi dalam beberapa pekan terakhir.
Sejumlah fakta yang terkonfirmasi, antara lain, yang terjadi sebenarnya insiden penembakan, bukan tembak-menembak yang selama ini diumumkan; dan itu dilakukan Bharada E atau Richard Eliezer P Lumiu atas perintah Ferdy.
Ferdy sengaja menembakkan senjata berkali-kali ke dinding rumah dinasnya agar terkesan ada tembak menembak.
Agar pembunuhan terhadap Nofriansyah tak tercium, Ferdy merekayasa fakta. Menurut Listyo, Ferdy sengaja menembakkan senjata berkali-kali ke dinding rumah dinasnya agar terkesan ada tembak menembak (Kompas, 10/8/2022).
Sekian lama fakta palsu ini berusaha disampaikan ke publik, salah satunya dalam konferensi pers pertengahan Juli lalu, oleh Komisaris Besar Budhi Herdi S, kala itu Kepala Polres Jakarta Selatan. Ketika itu Budhi menyampaikan, terjadi tembak-menembak antara Nofriansyah dan Eliezer, yang menewaskan Nofriansyah.
Fakta sejati mulai terungkap seiring pengajuan diri Eliezer sebagai justice collaborator atau saksi pelaku, yang bekerja sama dengan penegak hukum untuk mengungkap perkara ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Deolipa Yumara, penasihat hukum Eliezer, menyampaikan, kliennya mengaku diperintah atasannya untuk menembak Nofriansyah. Eliezer juga menyatakan sebenarnya tidak ada tembak-menembak. Pengakuan-pengakuan penting itu telah tertuang dalam berita acara pemeriksaan.
Deolipa mengatakan, perintah menembak itu dipatuhi karena dari atasannya. Sebelumnya, Polri menyebutkan bahwa baik Nofriansyah dan Eliezer merupakan ajudan Ferdy. ”Ya, namanya kepolisian, dia harus patuh perintah atasan. Kita juga kalau jadi karyawan patuh perintah sama pimpinan kita,” ujar Deolipa (Kompas, 9/9/2022).
Kita mengapresiasi kejujuran dan keberanian Eliezer untuk mengungkap fakta apa adanya. Posisinya sebagai ajudan Ferdy yang jenderal bintang dua, dan ”permintaan” untuk mengikuti ”paket cerita” yang disusun demi menguntungkan Ferdy, tidak menggugurkan niat Eliezer untuk jujur dan berani.
Hukum seharusnya memvonis siapa yang benar-benar bersalah, bukan mereka yang dijadikan kambing hitam.
Bermula dari pengakuan ini pula, Polri kini telah memeriksa 31 polisi, dengan 11 di antaranya ditempatkan di ruang khusus dan akan menjalani sidang kode etik, terkait penanganan TKP yang tidak profesional.
Empat imbauan Presiden Joko Widodo, terkait pengusutan tuntas kasus ini dan pengungkapan fakta apa adanya, sejauh ini terwujud dari hasil penyelidikan Polri. Pemantauan dan pengawasan melekat oleh Menko Polhukam Mahfud MD, mengukuhkan penanganan kasus ini dalam jalur yang benar.
Hukum seharusnya memvonis siapa yang benar-benar bersalah, bukan mereka yang dijadikan kambing hitam. Polri sebagai institusi penegak hukum sepatutnya menunjukkan performa terbaik, karena dibiayai negara untuk itu.