Dalam waktu singkat, Surakarta mampu menjadi tuan rumah ASEAN Para Games 2022. Keberhasilan ajang ini dan perjuangan para atlet menggemakan pesan kesetaraan ke seluruh Indonesia.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Setelah berlangsung selama satu pekan, ASEAN Para Games 2022 di Surakarta ditutup oleh Presiden Joko Widodo, Sabtu (6/8/2022) ini. Perjuangan atlet disabilitas di Asia Tenggara untuk menjadi yang terbaik, yang berlangsung saat pandemi Covid-19 belum usai, berakhir dengan meninggalkan pesan yang tegas tentang inklusivitas dan kesetaraan.
Ajang olahraga, yang seharusnya berlangsung dua tahunan setelah penyelenggaraan SEA Games ini, akhirnya bisa digelar kembali setelah lima tahun absen. ASEAN Para Games 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia, menjadi ajang terakhir yang digelar. Ajang berikutnya di Filipina tertunda, lalu batal karena pandemi, lalu Vietnam yang seharusnya menjadi tuan rumah tahun ini menyatakan tidak siap.
Sebanyak 1.248 atlet dan 534 ofisial dari 11 negara Asia Tenggara berkumpul di Surakarta dan sekitarnya untuk memperebutkan 453 medali dari 924 nomor pertandingan di 14 cabang olahraga. Mereka akhirnya bisa kembali menguji kemampuan setelah mempersiapkan diri di tengah ketidakpastian yang sempat membayangi ajang ini.
Kesediaan Surakarta menjadi tuan rumah ASEAN Para Games tentu tak lepas dari kekurangan. Pada beberapa hari awal, kepastian jadwal cukup membingungkan pelatih, atlet, hingga pekerja media. Kompleksitas penyelenggaraan ajang olahraga disabilitas terkait klasifikasi atlet dan penentuan pemenang pada cabang tertentu juga membuat perolehan medali tak bisa segera diketahui.
Kemampuan Surakarta menyiapkan diri sebagai tuan rumah juga menunjukkan keberhasilan kota ini menjadi tempat yang ramah bagi warga disabilitas.
Namun, kemampuan Surakarta menyiapkan diri sebagai tuan rumah dalam waktu singkat juga menunjukkan keberhasilan kota ini menjadi tempat yang ramah bagi warga disabilitas, upaya yang telah dirintis Prof Dr R Soeharso sejak 1951. Diawali dengan pendirian pusat rehabilitasi bagi penyandang disabilitas, Soeharso aktif menggaungkan hak-hak warga disabilitas, dan perjuangannya terawat hingga kini. Kota ini juga menjadi tuan rumah pertama Pekan Paralimpiade Nasional pada 1957.
Hal ini perlu menjadi inspirasi bagi kota-kota lain di Indonesia untuk membangun kesadaran akan hak-hak warga disabilitas, termasuk dengan membangun aksesibilitas bagi warga disabilitas, serta menjamin kesetaraan bagi mereka untuk hidup mandiri dan berperan dalam masyarakat.
Adapun prestasi yang diraih atlet disabilitas Indonesia yang mengumpulkan 148 medali emas, 121 perak, dan 101 perunggu bisa menjadi dasar untuk membangun olahraga disabilitas ke tempat tertinggi, yakni Paralimpiade. Terutama bagi lima cabang olahraga disabilitas prioritas, yakni atletik, renang, bulu tangkis, tenis meja, dan angkat berat Paralimpiade.