Untuk bisa melangkah ke pengaruh politik nasional yang lebih besar, ketua umum PKB harus mau merajut silaturahmi dengan seluruh golongan yang ada di dalam NU dan membangun kembali hubungan dengan kelompok Gus Dur.
Oleh
HARRY TJAN SILALAHI
·3 menit baca
Setelah tiga partai politik, yakni Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), mendeklarasikan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), partai politik lain terpancing untuk melakukan adu akal untuk tetap menjaga peluang mendapat remah kekuasaan. Salah satu yang tampak mulai mengerucut ialah pasangan koalisi Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa.
Gabungan kedua partai itu telah memenuhi batas minimal 20 persen sebagai syarat pencalonan presiden. Gerindra tampak semakin siap untuk kembali mencalonkan Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres).
Popularitas Prabowo sebagai capres sendiri memperlihatkan bahwa latar belakang militer masih dianggap penting dalam perpolitikan di Indonesia. Nilai penting militer baik secara langsung maupun tak langsung kepada kekuasaan telah pula ada sejak negara Indonesia berdiri.
Supaya setiap kekuasaan dapat berjalan efektif di Indonesia, juga harus didukung kekuatan militer. Dengan demikian, langkah berikutnya ialah bagaimana mencari pendamping yang mampu berperan mengikat satu lagi golongan dengan latar belakang penting, yakni dari golongan Islam.
Popularitas Prabowo sebagai capres sendiri memperlihatkan bahwa latar belakang militer masih dianggap penting dalam perpolitikan di Indonesia.
Manuver PKB
Kesempatan untuk menjadi pemenang pemilihan presiden akan terbuka lebar apabila elite PKB mau membuka ruang kesempatan bagi kader-kader PKB ataupun Nahdlatul Ulama (NU) lain untuk menjadi kandidat. Hingga saat ini, isu yang santer didengar oleh publik ialah upaya PKB untuk memajukan satu nama, yakni Ketua Umum Muhaimin Iskandar, untuk maju sebagai capres ataupun cawapres.
Alangkah baiknya apabila dibuka ruang untuk memunculkan nama-nama lain dengan potensi besar. Adanya alternatif nama yang dapat merepresentasikan Islam Nusantara, menurut hemat saya, sangat dibutuhkan oleh Indonesia saat ini.
Sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, peran NU tak dapat disangkal sangat substansial dalam menjaga keutuhan bangsa. Pemahaman akan Islam Nusantara yang beberapa waktu belakangan begitu kental diinternalisasi di tengah masyarakat sebenarnya akar yang telah ada sejak bangsa ini berdiri.
Ruang kompetisi
PKB jelas merupakan salah satu aktor utama. PKB, menurut hemat saya, harus mengambil langkah strategis dengan memberi ruang kompetisi bagi kader NU lain yang memiliki popularitas dan mampu merepresentasikan Islam Nusantara untuk menemani Prabowo sebagai cawapres.
Pencalonan sebaiknya tidak dimonopoli oleh ketua umum seorang. Nama-nama seperti Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa serta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dapat menjadi pilihan ideal untuk berdampingan dengan Prabowo mewakili basis suara NU.
Untuk bisa melangkah ke pengaruh politik nasional yang lebih besar itu, ketua umum PKB harus mau merajut silaturahmi dengan seluruh golongan yang ada di dalam NU. Tentu saja, tidak terkecuali, membangun kembali hubungan yang sempat renggang dengan kelompok Gus Dur.
Tentunya, apabila kepentingan nasional dan keutuhan bangsa diletakkan di atas pragmatisme politik, ada jalan untuk mengarah ke pintu yang membawa kemaslahatan bagi masyarakat.