Berlomba Melahirkan Perusahaan "Born Global"
Meskipun pasar domestik Indonesia terbesar ketujuh di dunia, sebagian besar dinikmati perusahaan global negara lain. Meningkatnya kelas menengah di Indonesia bisa menjadi modal dasar mengembangkan kekuatan born global,
Majalah Forbes, Mei lalu, meluncurkan daftar perusahaan publik terbesar dunia, ”Global 2000”. Dalam daftar ini, Indonesia diwakili BRI (350), Bank Mandiri (489), BCA (517), dan Telkom (745).
Berbeda dengan Korea Selatan atau China, perusahaan publik Indonesia yang masuk daftar tersebut merupakan pemain pasar domestik.
Sementara untuk Korea Selatan dan China, proporsi pasar global yang dilayani lebih besar dibandingkan pasar domestik, dengan produk yang dihasilkan juga merupakan produk inovatif dan bernilai tambah tinggi sehingga ekspor negara tempat domisilinya juga meningkat dan mampu berperan penting sebagai lokomotif perekonomian.
Banyaknya perusahaan yang masuk ke daftar perusahaan global juga menunjukkan semakin tingginya kompleksitas ekonomi negara bersangkutan. Perlu upaya lebih sistematis untuk mendorong lebih banyak perusahaan nasional menjadi born global. Semakin banyak dan membesar born global, kemajuan perekonomian negara juga akan lebih cepat tercapai.
Ekonom Harvard, Ricardo Hausmann, mengungkapkan, kompleksitas ekonomi negara menentukan prospek pertumbuhan ekonomi yang dimiliki. Ketika sebuah negara memiliki ekspor dengan kompleksitas produk yang tinggi, pengetahuan dan kapabilitas yang dimilikinya juga luas dan kompleks. Hal inilah yang menjadikan pertumbuhan ekonominya lebih cepat karena nilai tambah yang dihasilkan lebih tinggi.
Terdapat 43 perusahaan Jepang yang masuk Top 500, dan lima perusahaan masuk Top 100 daftar perusahaan terbesar di dunia.
Dalam Economic Complexity Index (ECI) yang dikeluarkan Growth Lab dari Harvard, terlihat posisi Jepang tak tergoyahkan sebagai pemuncak dua dekade terakhir. Terdapat 43 perusahaan Jepang yang masuk Top 500, dan lima perusahaan masuk Top 100 daftar perusahaan terbesar di dunia. Korea Selatan yang menempati peringkat ke-20 tahun 2000, tahun 2019 jadi peringkat ke-4 di ECI, dengan 11 perusahaan masuk Top 500 perusahaan terbesar dunia.
Posisi China meningkat 24 peringkat dalam dua dekade pada ECI, menjadi peringkat ke-16 pada 2019. Terdapat 61 perusahaan China dalam Top 500 perusahaan publik terbesar dunia. Keberadaan Tencent (28), Alibaba (33), SAIC Motor (204), Midea (219), Xiaomi (292), Gree (257), atau Haier (395) dua dekade lalu mungkin tak terdengar, tetapi produk inovatif yang dihasilkan memungkinkan perluasan pasar dan menjadikan mereka born global. Kondisi ini menjadi salah satu kontributor peningkatan PDB per kapita China, dari 1.000-an dollar AS (2001) menjadi 12.539 dollar AS (2021).
Indonesia diwakili dua perusahaan dalam Top 500, keduanya BUMN perbankan yang menitikberatkan pada pasar domestik. Jumlah ini perlu ditambah, dan tentunya yang berorientasi ekspor. Kondisi ini juga konsisten dengan data ECI yang menunjukkan Indonesia tak pernah beranjak dari posisi 60-an dalam dua dekade terakhir. Ini tak mengherankan karena lebih dari sepa- ruh ekspor Indonesia dari pertambangan dan pertanian. Meski harga keduanya sedang tinggi, nilai tambahnya relatif rendah tanpa pengolahan lebih lanjut.
”Born global”
Born global merupakan perusahaan dengan penjualan minimal 25 persen ke pasar global. Memasuki pasar global tentu butuh daya saing tinggi sehingga nilai tambah yang dihasilkan juga tinggi. Penyerapan tenaga kerja dengan gaji di atas rata-rata menjadikan perekonomian negara akan tumbuh. Logika ini menjadikan born global diharapkan menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi.
Karakteristik pendiri dan perusahaan menentukan status born global atau tidak. Pendiri yang memiliki pola pikir global dengan jejaring luas akan terfasilitasi untuk senantiasa mengendus peluang di pasar global. Karakter yang tidak takut gagal juga menjadi fondasi seorang pendiri menjadi born global.
Produk inovatif lebih mudah masuk ke pasar global. Secara paralel, lingkungan domestik yang kondusif dan stabil; baik sosial, hukum, maupun politik; juga membuat perusahaan terdorong melayani pasar global. Ini konsisten dengan studi Brockman dkk (2022).
Perusahaan born global dari China umumnya fokus pada produk inovatif untuk masuk ke pasar global. Produk inovatif itu merupakan paten yang dihasilkan perguruan-perguruan tinggi China, atau mereka membeli paten dari luar negeri dan diaplikasikan pada produknya. Sebaliknya, UMKM yang berorientasi pasar domestik kurang mengaplikasikan paten. Hasilnya, produk yang dihasilkan kurang inovatif dan lebih tepat bersaing di pasar domestik.
Karakteristik pendiri dan perusahaan menentukan status born global atau tidak.
Perusahaan inovator
Tahun 2019, nilai ekspor China 13 kali lipat Indonesia. Surplus perdagangannya (ekspor dikurangi impor) 550 miliar dollar AS. Meskipun di awal abad ke-21 produk China didominasi copycat, lambat laun ini terkikis besarnya ekspor inovasi teknologi, mulai dari home appliances hingga sustainable technologies.
Greeven dkk (MIT Press, 2019) mengelompokkan empat tipe perusahaan inovator di China: pioneer, hidden champion, underdog, dan changemaker. Kelompok pionir merupakan pemain lama (incumbent) dengan pasar yang luas, penghasilan lebih dari 10 miliar dollar AS dan terkenal. Contohnya Baidu, Alibaba, dan Tencent. Hidden champion pasarnya sempit, tetapi pendapatannya besar (kurang dari 5 miliar dollar AS), seperti Hikvision (kamera CCTV) atau Mindray (peralatan kesehatan).
Kedua kelompok terakhir didirikan setelah 2010 dengan fokus pada teknologi tinggi. Underdog dengan visibilitas yang rendah memiliki pasar yang sempit dan berpendapatan di bawah 60 juta dollar AS. Misalnya, GeneChem untuk bioteknologi atau Uninano untuk teknologi nano. Terakhir, changemaker memiliki pasar massal sehingga memiliki visibilitas tinggi, dan pendapatan lebih dari 1 miliar dollar AS. Misalnya, We Doctor untuk layanan kesehatan atau Didi Chuxing untuk transportasi.
Didie SW
Barisan perusahaan inovator China ini mengandalkan inovasi dan teknologi sehingga lebih mudah masuk pasar global dan menjadi born global. Greeven dkk (2019) mengungkapkan, terdapat 30-40 pionir yang berdampak global, 200-250 hidden champion, lebih dari 15.000 underdogs—sebagian besar alumnus dari kompetisi startup yang diselenggarakan lembaga pemerintah ataupun swasta—serta lebih dari 50 changemakers, yang siap menjadi born global dalam waktu dekat.
Merekalah lokomotif pertumbuhan ekonomi China selama ini.
Dalam Fortune Global 500 tahun 2021, Indonesia hanya diwakili Pertamina (peringkat ke-287). Sementara pada Forbes Global 2000 tahun 2022 untuk perusahaan publik, Indonesia diwakili BRI (350), Bank Mandiri (489), BCA (517), dan Telkom Indonesia (745).
Meskipun pasar domestik Indonesia terbesar ketujuh di dunia, sebagian besar dinikmati perusahaan global negara lain. Potensi bonus demografi dengan proporsi kelompok kelas menengah yang besar, tetapi tak dibarengi dengan lokomotif (born global) yang mencukupi, membuat Indonesia juga kesulitan keluar dari perangkap pendapatan menengah (middle-income trap).
Insentif dan fasilitasi untuk melakukan inovasi, termasuk bagi UMKM yang berorientasi global, perlu diberikan agar meningkat jumlahnya.
Meningkatnya penduduk Indonesia yang mendapatkan pendidikan tinggi, banyak melakukan perjalanan (traveling) atau bekerja di luar negeri, bisa menjadi modal dasar untuk mengembangkan kekuatan born global. Insentif dan fasilitasi untuk melakukan inovasi, termasuk bagi UMKM yang berorientasi global, perlu diberikan agar meningkat jumlahnya. Selain itu, perlu didorong hilirisasi hasil penelitian perguruan tinggi untuk produk-produk inovatif dan bernilai tambah tinggi sebagai pilot project-nya sebagaimana dilakukan China atau Korea Selatan. Harapannya, kompleksitas ekonomi Indonesia akan meningkat dan menjadi fondasi yang solid menuju Indonesia Maju 2045.
Badri Munir SukocoGuru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga