logo Kompas.id
OpiniDemokrasi, Hukum, dan Penjabat...
Iklan

Demokrasi, Hukum, dan Penjabat Kepala Daerah

Pengangkatan 57 kepala daerah sejauh ini tidak mengindahkan prinsip demokrasi tentang kedaulatan rakyat, ketentuan hukum tentang pemilihan pejabat publik, serta kepatutan, fatsun politik, dan etika publik.

Oleh
Azyumardi Azra
· 4 menit baca
Azyumardi Azra
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Azyumardi Azra

Bahwa demokrasi Indonesia mengalami kemunduran atau regresi dalam beberapa tahun terakhir agaknya tak perlu diskusi dan argumen panjang lebar lagi. Ini adalah ”kesimpulan” banyak institusi advokasi demokrasi dan lembaga survei beserta pengamat dalam dan luar negeri. Regresi itu terutama terkait dengan semakin menguatnya oligarki politik, oligarki bisnis, dan otokratisme pemerintah menetapkan langkah politik, pemerintahan, dan legislasi. Selain itu, terkait pula dengan menyempitnya kebebasan berpendapat dan marjinalisasi masyarakat sipil.

Kini, Indonesia berada di tubir demokrasi cacat (flawed democracy) dan demokrasi restriktif (illiberal democracy). Demokrasi Indonesia yang cacat bertambah buruk dengan pengangkatan penjabat kepala daerah untuk menggantikan gubernur, bupati, dan wali kota yang habis masa jabatannya. Pengangkatan penjabat telah berlangsung sejak 12 Mei 2022. Sampai akhir Juli ini, sudah 57 penjabat gubernur, bupati, dan wali kota dilantik.

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000