Lebih dari separuh negara berpendapatan rendah, menurut Bank Dunia, kini kesulitan membayar kewajiban utangnya. Sri Lanka secara resmi menyatakan diri bangkrut, Juli 2022.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Resesi akut. Polycrisis.Financial tsunami. Perfect storm. Berbagai istilah ini menggambarkan situasi menakutkan yang tengah mengancam perekonomian global.
Dana Moneter Internasional (IMF) mengonfirmasikan, perekonomian global terus memburuk dengan cepat. Hari Selasa (26/7/2022), IMF memangkas lagi proyeksi pertumbuhan global pada 2022, dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen.
Pada triwulan II-2022, menurut IMF, perekonomian global sebenarnya sudah mengalami kontraksi akibat melemahnya ekonomi China dan Rusia. Tiga perekonomian terbesar dunia, yaitu Amerika Serikat (AS), China, dan Uni Eropa, kini stagnasi akibat inflasi tinggi. Tingginya inflasi dan perang Ukraina bisa menyeret perekonomian dunia ke ambang resesi.
Dunia, menurut IMF, memasuki masa yang berbahaya dan gelombang baru ketidakpastian. Problema yang ada sebelum pandemi belum berlalu, sementara krisis utang global mengancam banyak negara berkembang. Pernyataan IMF dan peringatan sejumlah ekonom menyinyalkan, guncangan yang kita hadapi belum akan berakhir.
Direktur European Institute Columbia University Adam Tooze mengingatkan, dunia dihadapkan pada polycrisis— terjadinya berbagai krisis secara simultan—yang bisa memicu badai penuh dampak sosial ekonomi, yakni mulai dari krisis pangan, ledakan wabah, stagflasi, krisis utang, hingga kemungkinan perang nuklir, dalam 6-18 bulan ke depan.
Ekonom Nouriel Roubini juga meyakini resesi kali ini bersifat akut. Tidak hanya dalam, tetapi juga akan bertahan selama beberapa waktu. Dia menyebut krisis kali ini stagflationary debt crisis, kombinasi situasi stagflasi 1970-an dan krisis utang 2008, dengan tingkat utang pemerintah dan swasta terhadap PDB global meningkat tajam dari 200 persen (2019) ke 350 persen (2022), terutama akibat pandemi.
Dalam kondisi seperti ini, normalisasi kebijakan moneter dan kenaikan suku bunga yang terlalu cepat akan memicu gelombang gagal bayar dan kebangkrutan rumah tangga, korporasi, lembaga finansial, dan juga pemerintah.
Stagflasi tak hanya mengancam negara maju, seperti AS dan Eropa, tetapi juga banyak negara miskin. Miliaran penduduk kian kesulitan mengakses kebutuhan pokok dan pelayanan kesehatan dasar, memicu tensi sosial di sejumlah negara.
Lebih dari separuh negara berpendapatan rendah, menurut Bank Dunia, kini kesulitan membayar kewajiban utangnya. Sri Lanka secara resmi menyatakan diri bangkrut, Juli 2022. Lebanon, Suriname, dan Zambia secara formal sudah dalam status gagal bayar. Belarus di ambang gagal bayar.
El Salvador, Ghana, Mesir, Tunisia, dan Pakistan berisiko besar gagal bayar. IMF menyerukan kerja sama global untuk mengatasi krisis ini. Suatu hal yang diperkirakan tak mudah di tengah tingginya polarisasi politik dunia dan kebutuhan menyelamatkan ekonomi domestik negara masing-masing. Memperkuat daya tahan ekonomi domestik lewat koordinasi dan bauran berbagai kebijakan kembali menjadi kunci bagi Indonesia untuk menekan dampak resesi akut global kali ini.