Pejabat Otoritas Veteriner (POV) penting untuk menangani penyakit hewan di tiap daerah, Bukan hanya PMK, tetapi juga banyak penyakit lain seperti rabies, flu burung, antraks, jembrana, brucellosis, dan filariasis.
Oleh
drh Iwan Berri Prima
·3 menit baca
Apresiasi patut kita sampaikan kepada pemerintah yang membentuk Satuan Tugas Penanganan PMK (Penyakit Mulut dan Kuku). Satgas ini melibatkan kementerian dan lembaga lain, tak hanya bertumpu pada Kementerian Pertanian.
Meski demikian, untuk mengoptimalkan penanganan kesehatan hewan di daerah, sudah seharusnya pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri juga lebih tegas lagi. Caranya dengan memberi sanksi jika ada daerah yang tidak menunjuk pejabat otoritas veteriner (POV).
Kenyataannya, meski sejak tahun 2019 Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri—melalui surat edaran Nomor 658/2645/Bangda—telah meminta semua gubernur/bupati/wali kota di Indonesia untuk menetapkan POV di daerahnya, hingga 23 Juni 2022 hanya 93 kabupaten/kota dan 25 provinsi yang telah menunjuk POV. Sisanya, 421 kabupaten/kota dan 10 provinsi, belum memiliki POV (Data Direktorat Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian).
Jika POV-nya saja tidak ada, bagaimana bisa optimal menangani penyakit hewan? Terlebih penyakit hewan bukan hanya PMK, melainkan masih banyak penyakit lain seperti rabies, flu burung, antraks, jembrana, brucellosis, dan filariasis. Penunjukan POV juga merupakan amanah dari UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang telah direvisi dengan UU Nomor 41 Tahun 2014.
Pembentukan dan penetapan POV juga sejalan dengan amanah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 Tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Sub-Urusan Bencana Daerah Kabupaten/Kota, yakni menjamin bahwa semua persoalan yang berhubungan dengan bidang veteriner akan dikelola secara efektif dengan mengutamakan hak dan standar perlindungan kesehatan semua warga negara.
Meski demikian, hal ini menjadi kontradiktif ketika urusan kesehatan hewan masih menjadi urusan pilihan bagi pemerintah daerah karena tidak ada kewajiban untuk melaksanakan urusan kesehatan hewan.
Oleh karena itu, sudah saatnya Kemendagri merevisi aturan yang mengatur pembagian urusan, agar urusan kesehatan hewan menjadi urusan wajib bagi pemda.
drh Iwan Berri PrimaPejabat Otoritas Veteriner, Kabupaten Bintan, Kepri
Media Provokatif
Fungsi media adalah mendidik dan mencerahkan masyarakat melalui informasi tepercaya. Berdasarkan informasi inilah, masyarakat menentukan sikap.
Namun, beberapa media massa, khususnya elektronik, suka mengumbar acara penuh sensasi miskin esensi. Contoh acara talk show menghadirkan beberapa narasumber, mereka saling counter, adu pendapat, ada yang ngotot kekanak-kanakan, ada juga yang fair. Masalah sepele dibesar-besarkan.
Anehnya ketika materi pembicaraan mengerucut, penyiar justru melontarkan pernyataan yang memancing narasumber dengan nada dan pernyataan menggiring. Hasilnya memperuncing masalah, akhirnya pembicaraan liar tak terkendali, menyulut emosi.
Sepertinya justru pihak televisi yang bernafsu. Mungkinkah stasiun televisi menerima pesanan dari pihak tertentu? Nuansa bad news is good news terasa sekali.
Makin mengecewakan karena kesimpulan materi akhir tidak jelas, sekadar gosip murahan. Acara itu disaksikan berjuta penonton dari beragam usia dan penonton membentuk citra tersendiri terhadap tokoh atau subyek yang dibicarakan, padahal penonton tidak punya kepentingan.
Mungkin dengan cara itu, stasiun televisi sukses menaikkan rating dan iklan, tetapi mengabaikan etika. Hampir semua stasiun televisi swasta berlaku demikian.
Agenda politik nasional (pemilu) masih jauh, tetapi suhu politik sudah panas oleh ulah media yang haus gosip. Sebagai salah satu pilar demokrasi, bijaklah bersikap.
Yes SugimoJl Melati Raya, Melatiwangi, Bandung 40616