Setelah lebih dari dua tahun pandemi, dunia belum menunjukkan tanda-tanda keluar dari situasi sulit ini.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Covid-19 ternyata masih naik turun bak roller coaster. Banyak negara kembali memperketat protokol kesehatan dan berjuang memotong rantai penularan.
Di Australia, misalnya, jumlah warga yang dirujuk ke rumah sakit melonjak signifikan. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, dalam tujuh hari terakhir ada penambahan 298.377 kasus positif.
Jumlah itu memang masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan Amerika Serikat (AS). Lonjakan kasus di AS tertinggi di dunia, mencapai 848.374 kasus pada kurun waktu yang sama. Posisi ini diikuti Jepang (658.566), Italia (631.693), Jerman (615.719), dan Perancis (608.866). Umumnya merupakan hasil penularan subvarian baru Omicron: BA.4 dan BA.5.
Setelah lebih dari dua tahun pandemi, dunia belum menunjukkan tanda-tanda keluar dari situasi sulit ini. Memang dengan meluasnya cakupan vaksinasi, membaiknya tata laksana penanganan Covid-19, dan pemahaman perilaku virus yang sangat mudah bermutasi ini, penularan—dan terutama angka kematian—mulai bisa dikendalikan. Namun, di sisi lain, banyak faktor yang membuat kasus naik turun.
Salah satu faktor adalah pelonggaran berbagai pembatasan. Australia dan banyak negara sudah mencabut persyaratan perjalanan domestik ataupun internasional. Kewajiban memakai masker juga ditiadakan. Inggris dan negara-negara Uni Eropa mencabut larangan membuka bar dan restoran hingga tengah malam dan tanpa pembatasan jumlah pengunjung.
Pemerintah Australia memang mengimbau agar masyarakat kembali bekerja dari rumah. Namun, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menolak memberlakukan pembatasan ketat dan kewajiban memakai masker. Ia percaya penerapan protokol kesehatan adalah hak warga, suatu kesadaran pribadi tanpa perlu dorongan pemerintah. Suatu hal yang dalam situasi normal baik adanya, tetapi dalam situasi darurat, seperti pandemi, bisa memicu banyak masalah.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menolak memberlakukan pembatasan ketat dan kewajiban memakai masker.
Dalam kehidupan bersama, bukankah melekat hak dan kewajiban? Meminjam kalimat Janie Lewis, penulis dan ilustrator, ”Kita mempunyai tanggung jawab sosial, peluang, dan kewajiban moral untuk menolong sesama.”
Di Indonesia, angka juga merambat naik. Sekalipun tidak setinggi negara-negara di atas, ”hanya” 28.915 kasus pada seminggu terakhir, semua pihak harus tetap hati-hati. Tidak perlu mengikuti kebijakan pro kesadaran individual.
Presiden ke-16 AS Abraham Lincoln (1861-1865) pernah berkata, ”Kita tidak bisa menghindari tanggung jawab hari esok dengan mengabaikannya hari ini.”
Oleh karena itu, jangan lagi tergesa-gesa melonggarkan aturan, seperti boleh tidak memakai masker di ruang terbuka. Kita sudah melihat, betapa sulitnya sekarang mengembalikan kewajiban memakai masker setiap keluar rumah.
Vaksinasi, protokol kesehatan, dan aplikasi Peduli Lindungi harus tetap dijalankan. Apa boleh buat, pemerintah memang harus tegas. Demi kebaikan bersama.