China Menawarkan Kedaulatan Dunia Siber
Konferensi Internet Dunia tentu tetap menjadi pintu bagi China untuk memengaruhi sejumlah negara dalam memandang dunia siber.
Pekan lalu, China mengadakan ajang Konferensi Internet Dunia atau World Internet Conference di Kota Wuzhen, Provinsi Zhejiang. Acara ini disebutkan diikuti oleh 20 negara dan bakal menjadi organisasi internasional yang membahas dunia siber.
Dalam acara itu, China mengajak dunia agar internet menjadi teknologi yang bisa diakses oleh semua orang dan dikembangkan bersama-sama. Adakah isu lain yang lebih penting?
Tawaran China itu tentu sangat penting karena akses internet sesungguhnya masih menjadi isu besar. Banyak negara masih terus membangun infrastruktur, sementara negara lain masih bergulat dengan kualitas akses. Di sisi lain, banyak negara yang tengah menyelesaikan ketimpangan akses. Tawaran China tentu akan direspons banyak negara berkembang. China menekan perlunya kerja sama global dalam pemanfaatan ruang siber.
Akan tetapi, sebenarnya yang lebih menarik adalah sesuatu yang berada di balik itu semua. Kita berbicara peran China di dalam dunia siber. Selama ini kita mengenal visi Amerika Serikat dan Uni Eropa di dalam pengelolan dunia siber. Amerika Serikat dengan semangat liberalismenya tentu ingin akses pasar yang lebih luas dan mendukung kebebasan berpendapat di dunia siber. Uni Eropa yang masih tertinggal dalam kompetisi teknologi digital cenderung bersikap bertahan. Beberapa aturan yang dibuat lebih banyak memproteksi perusahaan di dalam kawasan itu. Perusahaan-perusahaan teknologi dari kawasan Uni Eropa relatif belum banyak dibandingkan dari Amerika Serikat dan China.
China tentu ingin menempatkan diri menjadi bagian yang ikut mengedepankan visi global tentang ruang maya. Di luar yang dikemukakan di dalam Konferensi Internet Dunia tahun ini, China telah lama mengolah visi global dunia siber. Visi ini sebenarnya bukan hal yang baru. Cara memperkenalkan dan menghadirkannya ke dunia saja yang mungkin berubah. Di sinilah diplomasi China lebih melihat konteks.
Baca Juga: Visi China di Dunia Siber
Keinginan ini lebih jelas di dalam konferensi yang sama pada 2019. Dalam tulisan ”How Much Cyber Sovereignty is Too Much Cyber Sovereignty?” oleh Justin Sherman disebutkan dalam acara itu Pemerintah China terus mendorong narasinya bahwa negara-negara perlu menerapkan kedaulatan atas internet di dalam perbatasan mereka. Dalam sebuah surat kepada peserta konferensi tersebut, Presiden Xi Jinping menulis tentang tanggung jawab semua negara untuk ”mengembangkan, menggunakan, dan mengatur” internet secara bertanggung jawab.
Berbagai peristiwa pada masa itu menggarisbawahi perdebatan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun: seberapa jauh dibutuhkan kedaulatan siber sebenarnya? Apakah kedaulatan siber sudah terlalu banyak? Oleh karena itu, banyak negara telah lama menolak gagasan kedaulatan dunia maya saat Beijing dan aktor-aktor lain dapat memengaruhi diskusi tersebut.
Kompas
Keberhasilan negara itu mengendalikan penggunaan teknologi digital di dalam negeri menyebabkan mereka memiliki kedaulatan atas dunia maya. China akan menawarkan konsep ini kepada negara lain. Sangat mungkin banyak negara yang sekarang juga bingung dengan kedaulatan di tengah dunia siber yang makin terbuka.
Dalam laporan NBR di atas disebutkan, gagasan kedaulatan dunia maya menarik bagi banyak negara yang menginginkan kontrol lebih besar atas internet domestik. Keberhasilan nyata dari peraturan China dan jangkauan serta kemampuan perusahaan teknologi China yang lebih luas merupakan alat pengaruh Beijing yang lebih efektif daripada diplomasi tradisionalnya.
’
Akan tetapi, kritik pun bermunculan, negara-negara otoriter disebutkan telah lama menggunakan frasa seperti ”kedaulatan siber” sebagai cara untuk membenarkan praktik yang dianggap tidak dapat diterima di banyak negara demokrasi, seperti kontrol ketat gerbang internet atau penyensoran konten politik daring. Secara khusus, di China, ”kedaulatan dunia maya” bermanifestasi dalam Great Firewall dan kebijakan pelokalan data. Di Rusia masalah itu telah mencakup segala hal, mulai dari dorongan negara untuk internet domestik hingga undang-undang yang mengamanatkan penyimpanan data tertentu.
Konsepsi China tentang kedaulatan dunia maya itu juga dinilai bersifat defensif dan reaktif karena bertujuan untuk memastikan kontrol Partai Komunis China atas semua proses di dunia siber yang dalam pandangannya dapat membahayakan posisinya. Dalam tulisan Creemers, Broeders, dan Berg di atas, prinsip itu mencerminkan posisi hukum, kemampuan eksklusif negara-partai untuk mengatur dan mengawasi dunia siber, dan menolak segala bentuk campur tangan asing. Kasus-kasus belakangan ini, yaitu pengerdilan sejumlah perusahaan teknologi China dan pembatalan sejumlah rencana aksi korporasi perusahaan China menjadi bukti bahwa konsep ”kedaulatan dunia siber” sesungguhnya adalah kamuflase tindakan otoriter.
Baca Juga: China Tawarkan Visi Internet kepada Dunia, Ada Keraguan soal Keamanan Data
Akan tetapi, China tidak akan berhenti dengan berbagai kritik tentang visi mereka itu. Konferensi Internet Dunia (WIC) tentu tetap menjadi pintu mereka untuk memengaruhi sejumlah negara dalam memandang dunia siber. Pendekatan lunak alias tidak frontal dalam memperkenalkan konsep kedaulatan dunia siber mungkin akan makin sering dipakai. China akan lebih membuat konten diplomasi dengan tema: manfaat internet dan perbaikan akses internet di berbagai negara. Mereka akan memberikan bantuan infrastruktur dan lain-lain agar sejumlah negara bisa menikmati akses internet.
WIC akan diikuti dengan pertemuan regional yang akan makin sering dilakukan untuk menyebarkan konsep ini di tengah perusahaan teknologi negara itu yang sangat agresif memasuki pasar-pasar baru. Aplikasi-aplikasi dari China makin banyak diakses warga dunia. Negara-negara lain akan diajak menikmati kemewahan akses internet, tetapi pada saat yang sama akan diajak untuk memahami kedaulatan dunia siber. Problem-problem kebebasan dunia siber tentu akan diangkat dan diperlihatkan sebagai ”bahaya” bagi banyak negara. Mereka tentu akan membuktikan dampak negara tanpa memiliki kedaulatan siber.
Peperangan wacana tentang dunia siber akan makin mengeras antara Amerika Serikat dan sekutunya dengan China. Amerika Serikat dan sekutunya tentu akan membuat narasi balik dengan memperlihatkan perlunya kebebasan dan akses pasar lebih luas di dunia siber. Meski demikian, Amerika Serikat sendiri kelimpungan menghadapi kebebasan di dunia siber hingga memunculkan segregasi dan konflik di dalam negeri. Kecenderungan lain, seperti langkah-langkah komisi persaingan usaha, yaitu Federal Trade Commission, juga memperlihatkan perusahaan teknologi tidak bisa berdiri di atas negara, yang dapat ditafsirkan bahwa perusahaan teknologi tidak bisa lagi bermain seenaknya.