Mengungkap Misteri Arabia Kuno
Sejak zaman dulu kala Arabia merupakan kawasan yang sangat strategis sehingga tak heran jadi pusat perjumpaan umat manusia. Pemerintah Saudi berupaya membangun Arab Saudi menjadi pusat arkeologi dan wisata dunia.
Meskipun jutaan umat Islam di seluruh dunia mengunjungi Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji atau umrah setiap tahun, tak banyak dari mereka yang tahu kesejarahan Arabia Kuno selain info sekilas kisah Nabi Ibrahim dan keluarganya.
Termasuk di dalamnya cerita tentang Kabah, air zamzam, dan sebagainya. Selebihnya mereka tidak tahu. Hal itu bisa dimaklumi karena Al Quran sendiri juga lebih banyak atau hanya merekam seputar cerita perjalanan para nabi Israel Kuno seperti dinarasikan dalam kitab-kitab Yahudi.
Menariknya lagi, bukan hanya umat Islam yang minim wawasan Arabia Kuno. Para sejarawan pun seperti mengabaikan atau kurang tertarik membahas kesejarahan masa lampau Arabia Kuno.
Akibatnya, Arabia tak masuk dalam peta sejarah peradaban kuno umat manusia yang diperhitungkan. Setiap membahas peradaban kuno Timur Tengah, para sejarawan selalu merujuk Mesir, Iran (Persia), atau Mesopotamia (sebuah ”kawasan historis” di Asia Barat yang terletak di antara Sungai Tigris dan Eufrat yang kini menjadi bagian dari Irak). Arabia luput dari pengamatan mereka.
Padahal, seperti Mesir, Persia, dan Mesopotamia; di Arabia juga banyak peninggalan kesejarahan dan arkeologis masa lampau yang menarik untuk dijadikan bahan kajian asal-usul peradaban dan kebudayaan kuno umat manusia di Timteng. Bahkan, menurut sejumlah arkeolog, jejak sejarah dan kebudayaan Arabia Kuno lebih tua ketimbang Mesir, Persia, atau Mesopotamia. Kemudian, meskipun Arabia bukan tempat sejumlah kerajaan legendaris masa lampau, seperti Mesir, Assyria, Babilonia, Persia, Romawi, Byzantium, Persia, dan sebagainya, tetapi bukan berarti Arabia minus kerajaan-kerajaan kuno di era pra-Islam.
Bahkan, menurut sejumlah arkeolog, jejak sejarah dan kebudayaan Arabia Kuno lebih tua ketimbang Mesir, Persia, atau Mesopotamia.
Yang dimaksud dengan Arabia Kuno disini adalah kawasan Jazirah Arab (Arabia) ratusan atau ribuan tahun Sebelum Masehi yang teritorinya membentang dari utara yang kini sebagian masuk wilayah Jordania hingga ujung selatan yang kini sebagian masuk wilayah Yaman. Bagian tengah jazirah ini kini masuk teritori Arab Saudi. Penyebutan Arabia ini untuk membedakan area ini dengan ”kawasan Arab” lain di Timteng.
Temuan arkeologi yang menarik
Beberapa bulan belakangan ini saya mengamati berbagai temuan menarik hasil penggalian para arkeolog dan antropolog ragawi, baik dari Saudi maupun mancanegara, yang bisa menambah atau bahkan mengubah kesejarahan peradaban manusia Timteng. Pengamatan ini bagian dari proyek riset turisme arkeologi di Saudi yang saya pimpin bersama Profesor Simeon Magliveras dari AS.
Misalnya, sekelompok arkeolog dari Saudi Heritage Authority, King Saud University, dan Max Planck Institute menemukan batu-batu kuno (termasuk Archeulean axes) di Gurun Nafud dan Tabuk (Khal Amishan) yang dibentuk sedemikian rupa untuk dijadikan sebagai alat/senjata ”manusia purba”.
Bisa dikatakan alat-alat yang terbuat dari batu-batu kuno ini (dalam arkeologi disebut eco-facts) bagian dari karya seni pahat yang diciptakan atau dikembangkan oleh leluhur manusia. Para arkeolog memperkirakan usia batu-batu kuno ini sekitar 400.000 tahun dan sejauh ini dianggap sebagai penemuan arkeologis tertua di kawasan Arabia.
Para arkeolog juga menemukan alat dari batu-batu kuno lain yang usianya lebih muda (50.000-300.000 tahun). Artinya, para arkeolog tak hanya menemukan sisa-sisa peninggalan arkeologis di zaman peradaban kuno Archeulea, tetapi juga era Paleolitikum Tengah (Middle Paleolithic) yang lebih muda.
Tim arkeolog juga menemukan fosil sejumlah hewan berusia ribuan tahun yang menunjukkan kesuburan kawasan Arabia Kuno. Hasil penemuan ini secara detail diterbitkan di majalah Nature.
Tim ilmuwan yang terdiri atas Iyad Zalmout dari Saudi Geological Survey, Huw Groucutt dari University of Oxford, dan Michael Petraglia dari Max Planck Institute for the Science and Human History menemukan tulang jari tengah manusia dewasa (dari Homo Sapiens) yang diperkirakan 85.000-90.000 tahun lalu. Ini fosil pertama hominin (sekelompok manusia purba dan leluhur langsung ”manusia modern”) tertua yang ditemukan di Arab Saudi serta fosil manusia tertua yang pernah ditemukan di luar Afrika dan Levant.
Temuan mereka diterbitkan di jurnal Nature Ecology & Evolution.
Tak kalah menarik, temuan tim peneliti arkeologi University of Western Australia atas kompleks pemakaman kuno berusia 4.500-5,000 SM di kawasan AlUla dan Khaibar (hasil temuan diterbitkan di jurnal Holocene). Temuan ini lagi-lagi menunjukkan Arabia sebagai salah satu tempat hunian manusia purba. Manusia purba yang menghuni area Arabia Kuno itu tak serta-merta beretnis/bersuku Arab, tetapi juga leluhur manusia dari etnis/suku lain, misalnya Nabatea yang dulu membangun Petra di Jordania dan Hegra di Arabia. Bahkan, etnis/suku Arab bisa dikatakan ”pendatang baru” di Arabia.
Baca juga: Arab, Israel dan Yahudi
Kerajaan-kerajaan kuno di Arabia
Pula, para ilmuwan (sejarawan dan arkeolog) juga menemukan sisa-sisa kerajaan kuno di Arabia selatan, utara, dan timur. Salma Hawsawi, ahli sejarah Arabia Kuno dari King Saud University, mengatakan, Arabia selatan pernah menjadi pusat sejumlah kerajaan klasik, seperti Ma’in, Awsan, Qataban, Sheba, dan Himyar. Arabia utara menjadi markas sejumlah kerajaan kuno yang sangat penting di masanya, seperti Dadan, Lihyan, Nabatea, Palmyrene, Tayma, dan Qidar. Arabia timur juga pernah jadi rumah sejumlah kerajaan kuno, seperti Dilmun, Magan, Gerrha, dan Thaj.
Tentu saja, pendirian sebuah kerajaan di mana pun selalu diiringi dengan lahirnya sebuah peradaban. Pendirian sebuah kerajaan itu sendiri cermin atau manifestasi dari majunya peradaban kala itu walaupun tidak semua peradaban manusia, baik kuno maupun kontemporer, memiliki sebuah kerajaan.
Sependek pengetahuan saya, hanya Arabia bagian tengah saja (Najd, Qassim, Buraidah, dan sebagainya) yang dalam sejarahnya sangat ”kering” dari kerajaan dan peradaban besar karena nihilnya perjumpaan dengan berbagai kelompok etnis dan suku-bangsa lain lantaran kondisi geografinya yang sangat ekstrem dipenuhi dengan gunungan padang pasir ganas yang kering-kerontang. Meski begitu, di kawasan ini pernah lahir peradaban kuno al-Magar dan Quryat al-Faw meski belum ada bukti-bukti pendirian kerajaan di zaman Arabia Kuno.
Kawasan Arabia tengah inilah kelak yang jadi cikal-bakal munculnya kelompok Wahabi dan dinasti awal Saudi sehingga tak heran jika mereka awalnya merupakan golongan yang sangat keras dan berpola nomadik. Sementara, kawasan Arabia lain—barat, utara, timur, dan selatan—merupakan area subur atau setidaknya tak sekering dan setandus Arabia tengah sehingga banyak dihuni oleh umat manusia dari berbagai suku bangsa dan agama. Di Arabia selatan bahkan ada kawasan pertanian dan perkebunan di mana penduduk setempat bisa menanam padi, kopi, sayur-mayur.
Arabia barat, Jeddah, dan Mekkah
Di Arabia barat, termasuk Jeddah dan Mekkah, memang tidak (atau belum) ditemukan jejak peninggalan arkeologis kerajaan kuno sebagaimana Arabia selatan, utara, dan timur. Namun, Arabia barat juga menjadi kawasan penting dan strategis karena lokasinya berada di tepi Laut Merah sehingga banyak dihuni oleh umat manusia sejak zaman dulu kala.
Jeddah sudah sangat lama jadi pusat perdagangan pesisir dan tempat transit pedagang dan pelancong dari berbagai belahan dunia, termasuk Afrika, Asia Selatan, dan Asia Tenggara jauh sebelum Islam lahir di abad ketujuh Masehi.
Demikian pula Mekkah. Seperti ditulis sejarawan James Wynbrandt dalam buku, A Brief History of Saudi Arabia, kelak Mekkah (dari bahasa Sabaea yang berarti tempat perlindungan atau cagar alam), terutama sejak pertengahan abad pertama milenia (1 M), juga jadi pusat niaga dan melting pot jalur perdagangan karavan dari selatan (Yaman, Najran) dan utara (Suriah, Jordania, Palestina) serta titik tolak perjalanan niaga ke arah timur seperti Irak dan sekitarnya.
Sejumlah sejarawan mencatat aktivitas perdagangan di Arabia barat ini sudah berlangsung sangat lama, terutama sejak 3.000 SM.
Perang berkepanjangan antara Kerajaan Byzantium dan Kerajaan Sasani menyebabkan rusaknya jalur utama perdagangan dari Laut Mediterania ke Teluk Persia (atau Teluk Arab) di Arabia timur. Akibatnya, jalur perdagangan alternatif pun dibentuk dengan melewati jalur pantai barat Arabia yang menjadikan Jeddah dan Mekkah daerah strategis. Oleh karena itu tak berlebihan jika Mekkah/Jeddah kelak disebut kota karavan yang kaya (wealthy caravan city).
Sejumlah sejarawan mencatat aktivitas perdagangan di Arabia barat ini sudah berlangsung sangat lama, terutama sejak 3.000 SM. Para pedagang Arabia juga bagian dari jaringan perdagangan internasional yang membentang hingga Afrika, Asia Selatan, dan Mediterania. Mereka turut memainkan peran penting yang menjembatani India dan Timur Jauh di satu sisi serta Byzantium dan Mediterania di pihak lain.
Baca juga Perkembangan Busana Masyarakat Arab Saudi
Alasan Arabia Kuno menjadi kawasan peradaban manusia
Dari penjelasan di atas, terlihat sejak zaman dulu kala Arabia merupakan kawasan yang sangat strategis sehingga tak heran jadi pusat perjumpaan beragam umat manusia dari berbagai kelompok etnis, suku, dan agama untuk melakukan transaksi niaga, bertempat tinggal, atau sekadar singgah sementara.
Salah satu faktor yang mendorong manusia purba tinggal di Arabia karena wilayah ini dikelilingi oleh laut/sungai seperti Laut Merah (Sungai Nil), Teluk Persia, Laut Arab, atau Teluk Aden. Di mana ada air, di situ ada harapan kehidupan, dan karena itulah ada populasi manusia. Ini sudah menjadi naluri umat manusia sejak zaman dahulu kala, tidak hanya di Timteng, tetapi juga di Asia Tenggara dan kawasan lainnya.
Itulah sebabnya kenapa Mesir, Persia, dan Mesopotamia menjadi salah satu tempat lahirnya peradaban manusia karena di sana ada Laut Merah/Sungai Nil (untuk Mesir), Teluk Persi dan Teluk Oman (untuk Persia), dan Sungai Eufrat dan Tigris (untuk Mesopotamia).
Menyadari penting dan strategisnya Arabia sebagai pusat peradaban ”manusia purba” sekaligus pusat peninggalan arkeologis kuno yang sangat kaya, Pemerintah Saudi sekarang menginvestasikan miliaran dollar AS guna membangun, mempromosikan, dan ”menyulap” Arab Saudi sebagai salah satu pusat arkeologi dunia dan tujuan utama ”turisme arkeologis” yang selama ini nyaris tak tersentuh pemerintah sebelumnya.
Sumanto Al Qurtuby Pendiri Nusantara Institute dan Pengajar King Fahd University of Petroleum & Minerals