Mengabadikan Ali Sadikin
Mengabadikan Ali Sadikin sebagai nama jalan utama atau fasilitas publik besar, misal Jakarta International Stadium yang megah (Ali Sadikin Ketua Umum PSSI 1977-1981), tentu akan selalu mengingatkan kita pada jasanya.

Ali Sadikin meluangkan waktu bercengkerama dengan anak-anak.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengubah 22 nama jalan di sejumlah wilayah Jakarta, diganti dengan nama tokoh-tokoh yang dinilai berjasa. Namun, tidak ada nama Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta 1966-1977.
Saya ingin menguatkan apa yang sudah diingatkan Saudara A Ristanto (”Jalan Bang Ali”, Kompas, 7/7/2022) di rubrik ini. Setahu saya, beberapa tahun lalu, nama gubernur Jakarta yang sangat populer itu pernah dibicarakan untuk diusulkan jadi nama jalan utama di Jakarta.
Ali Sadikin—populer sebagai Bang Ali—jelas tidak kecil karya dan jasanya bagi Kota Metropolitan ini. Ia membangun infrastruktur kota, fasilitas umum, pendidikan, kesehatan, sosial, angkutan publik, budaya, seni, olahraga, rekreasi, pasar, dan sebagainya, yang sangat tidak memadai jumlah dan kondisinya di awal ia menjabat.
Mengingat kemampuan keuangan pemerintah yang sangat terbatas, Bang Ali melakukan berbagai terobosan yang sering menuai protes kelompok tertentu. Nyatanya, perkembangan Jakarta dinikmati masyarakat.
Gaya kepemimpinannya khas. Keras, tegas, tetapi hangat dan dekat dengan rakyat. Hal ini membuat Ali Sadikin dicintai dan menjadi idola publik.
Ketika melantik Ali Sadikin jadi Gubernur, 28 April 1966, Presiden Soekarno mengatakan, ”Ali Sadikin itu orang yang keras. Bahasa Belanda-nya een koppige ven.”
Beban Ali Sadikin saat itu sangat berat. Namun, Bung Karno percaya: ”Insya Allah doe je best (berusahalah sebaik-baiknya) agar sekian tahun lagi orang-orang masih mengingatmu karena engkau sungguh-sungguh memegang jabatan ini. Dit heeft Ali Sadikin gedaan, inilah perbuatan Ali Sadikin. Inilah yang diakukan Ali Sadikin.” (Ramadhan KH, Ali Sadikin: Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi, 2012; Budi Setiyono dan Bonnie Triyana (editor), Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Soekarno, Jilid 2, 2003).
Mengabadikan Ali Sadikin sebagai nama jalan utama atau fasilitas publik yang besar, misalnya Jakarta International Stadium yang megah (Ali Sadikin menjadi Ketua Umum PSSI 1977-1981), tentu akan selalu mengingatkan kita, masyarakat Jakarta khususnya, kepada Gubernur Jakarta yang legendaris itu.
Eduard LukmanJalan Warga, RT 014 RW 003, Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta 12510
Nomor Rumah dan Nama Jalan
Ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengganti 22 nama jalan di Jakarta, beragam tanggapan masyarakat bermunculan.
Di satu sisi, sebenarnya polemik ini bagus karena menunjukkan bahwa semakin sadar akan pentingnya kebenaran alamat tempat tinggal. Kita mungkin sering dipusingkan ketika mencari alamat tempat tinggal sekalipun sekarang sudah ada aplikasi Google Map.
Biasanya yang bikin pusing itu adalah penomoran rumah atau bangunan yang tidak urut, bahkan dobel, dan nama jalan. Ini biasanya pada jalan kecil, gang, atau lorong yang namanya sama. Banyak kawasan punya tema nama jalan yang sama. Misalnya bunga, pulau, dan pohon.
Batas jalan juga sering tidak jelas, semrawut. Itu sering terjadi, antara lain, karena warga memberi nomor sendiri pada rumah atau bangunan miliknya. Demikian juga sekelompok warga di lingkungan baru sering memberi nama jalan untuk memudahkan.
Sebenarnya kesemrawutan itu sudah lama terjadi, tetapi sepertinya kita biarkan. Mungkin banyak yang menganggap sepele.
Sudah saatnya pemerintah membuat aturan yang lebih jelas dan tegas menjadi semacam standardisasi penamaan jalan dan penomoran bangunan sehingga di wilayah mana pun di Indonesia, metode dan polanya sama.
Perlu dipahami bahwa administrasi yang baik mencerminkan tata kelola yang baik pula. Tata kelola yang baik jelas mencerminkan kemajuan suatu bangsa.
BharotoJl Kelud Timur I, Semarang
Antisipasi Bencana
Antisipasi bencana hujan deras yang disertai angin kencang perlu dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) dengan memantau pohon-pohon besar di pinggir jalan, terutama yang dekat rumah warga.
Selain itu, PLN juga perlu memperhatikan ranting pohon yang berdekatan dengan kabel dan tiang listrik. Oleh karena itu, perlu sinergi antara Dinas PUTR dan PLN.
Salah satu contoh adalah bencana di Kecamatan Purwoasri, Kabupaten Kediri, yang memorakporandakan dua desa: Desa Muneng dan Desa Purwodadi. Bencana pada Minggu (19/6/2022) itu menyebabkan 21 rumah rusak ringan dan berat tertimpa pohon ambruk.
Salah seorang warga yang rumahnya tertimpa pohon mengatakan, dirinya sejak tiga tahun lalu sudah mengingatkan pihak desa agar pohon di depan rumahnya ditebang saja. Pohon tumbang itu juga menimpa tiga tiang listrik hingga patah.
Melihat situasi dan kondisi ini, Dinas PUTR dengan PLN di mana pun perlu bersinergi dan sigap mengantisipasi dan menanggulangi bencana.
Khalqinus Taaddin Jalan Raya Dermo, Mulyoagung, Dau, Malang
Kunjungan Presiden

Maket Lapangan Merdeka Medan dipampangkan saat Presiden Joko Widodo meletakkan batu pertama rencana revitalisasi Lapangan Merdeka Medan, Sumatera Utara, Kamis (7/7/2022).
Presiden Joko Widodo berkunjung ke Medan dan Nias, Sumatera Utara, 4-7 Juli 2022. Kunjungan itu terkait peringatan Hari Keluarga Nasional, peletakan batu pertama Revitalisasi Lapangan Merdeka Medan, dan pembangunan infrastruktur di Nias.
Kamis pagi, 7 Juli 2022, peletakan batu pertama berlangsung lancar. Lapangan Merdeka Medan adalah kawasan bersejarah, bahkan sudah ditetapkan oleh Wali Kota Moh Bobby A Nasution sebagai cagar budaya (CB).
Lapangan di tengah kota itu dibangun Jacobus Nienhuys, pengusaha perkebunan (Planter) abad ke-19, setelah mendapat izin dari Sultan Mahmud Perkasa Alam.
Tahun 1861-1863, Nienhuys membuka perkebunan di Sumatera Timur. Kemudian, atas konsesi yang diterimanya dari Sultan, ia membuka Kota Medan seluas 4.000 hektar di Medan Putri (daerah Kesawan).
Tahun 1870-1880, ia membangun lapangan terbuka (esplanade) dan sekaligus menjadi titik nol Kota Medan. Di sisi timur titik nol dibangun stasiun kereta api dan Titi Gantung, 1885. Fungsinya untuk mengangkut hasil perkebunan ke pelabuhan Belawan untuk diekspor.
Di sisi timur pernah dibangun Tugu Tamiang (1896) untuk mengenang gugurnya tentara Belanda melawan pasukan Aceh-Tamiang.
Kemudian, dibangun Geritten (1924) untuk menghadirkan panorama seni-budaya di sana. Dan era Jepang, di sisi utara, pernah dibangun tugu Jepang (1942); mengenang gugurnya tentara Jepang.
Saat peletakan batu pertama, Presiden mengingatkan pentingnya membuat rekam jejak sejarah panjang Lapangan Merdeka Medan. Ini mengingat di situ juga ada Balai Kota (Town Hall, 1906), Kantor Wali Kota (1945), Javanese Bank-bank sekarang BI (1909), dan Inna Hotel (1919).
Ada juga Kantor Pos Medan (1911) dan Jasindo (1918), yang menyimpan banyak peristiwa penting dalam sejarah.
Semua itu sejatinya adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan, menjadi aset tak benda yang tidak tergantikan.
Balai Kota dan Kantor Wali Kota sejak 1988 sudah ditetapkan sebagai cagar budaya (CB) bersama 41 bangunan lainnya, dengan Instruksi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Peraturan Daerah Kotamadya TK II yang disempurnakan pada 1989.
Namun, pascareformasi, kantor Wali Kota dan DPRD Medan dipindahkan ke jalan Kapten Maulana Lubis. Di situ kemudian dibangun Hotel Aston dengan skema build operate transfer (BOT). Sekarang nama hotel menjadi City Hall dan gedung Balai Kota difungsikan menjadi Cafe Hotel.
Presiden menyampaikan supaya perpanjangan kontrak City Hotel tahun 2035 dicukupkan saja dan wali kota mulai mencari lokasi pengganti.
Kami pada Juni 2015 dan 2016 sudah mengirim berkas permohonan kepada Bapak Presiden, ditembuskan kepada Gubernur Sumatera Utara dan Wali Kota Medan supaya kawasan ditetapkan sebagai ”Situs (Proklamasi) Sejarah”.
Miduk HutabaratPerwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Lapangan Merdeka, Medan
POP HC untuk Catatkan Hak Cipta
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menggelar Webinar IP Talks POP HC: ”Hak Cipta Vs Merek” 27 Juni 2022. Pesertanya membeludak, 500 orang lebih. Apa itu POP HC?
POP HC singkatan dari Persetujuan Otomatis Pencatatan Hak Cipta. Dengan sistem POP HC, proses pencatatan hak cipta bisa berlangsung secara daring setelah formalitas permohonan dilengkapi. Hanya perlu waktu kurang dari 10 menit ada persetujuan dan surat pencatatan hak cipta bisa diunduh.
Dahulu, sebelum ada sistem POP HC, proses persetujuan pencatatan hak cipta memakan waktu sembilan bulan karena ada pemeriksaan formalitas dan verifikasi.
Kecepatan proses persetujuan pencatatan hak cipta ada sisi negatifnya, yaitu berpotensi menimbulkan sengketa di pengadilan karena ada pencatatan yang tumpang tindih. Pemenuhan syarat formalitas berupa surat pernyataan kepemilikan kurang cukup memberi kepastian hukum karena surat pernyataan tersebut bisa dibuat sendiri.
Sesuai dengan sifat hak cipta yang deklaratif, yaitu timbul secara otomatis pada saat suatu ciptaan diumumkan, hal yang perlu dibuktikan adalah kapan dan di mana ciptaan itu pertama kali dibacakan, diperdengarkan, atau dilihat orang lain. Pembuktian pengumuman pertama ini dapat dengan pemeteraian (nazegel) yang disahkan oleh kantor pos, dan dilanjutkan dengan pengiriman bukti dengan pos tercatat ke alamat sendiri.
Contoh, untuk ciptaan lagu dibuat partiturnya, dibubuhi meterai tempel dan dicap pos di kantor pos besar setempat, lalu dikirim dengan pos tercatat ke alamat sendiri.
Untuk ciptaan seni motif perhiasan dapat dibuat fotonya, lalu pada foto dibubuhkan meterai tempel. Praktik ini sudah dilakukan oleh perajin perhiasan di Celuk, Bali.
Setiap waktu dibutuhkan pembuktian kapan dan di mana ciptaan itu pertama kali diumumkan, maka amplop yang berisi bukti ciptaan itu dapat dibuka di hadapan pejabat publik yang berwenang.
Gunawan SuryomurcitoKonsultan KI, Pondok Indah, Jakarta 12310