Kecukupan Pangan
Cara kita bertani dan beternak tidak hanya menentukan hasil produksi tani dan ternak, tetapi juga memengaruhi iklim Bumi kita.
Media massa ataupun media sosial dewasa ini mulai sering membahas mengenai kecukupan pangan bagi masyarakat. Apalagi, dalam keadaan politik yang tak menentu, perang Ukraina-Rusia, kekhawatiran terhadap kecukupan pangan ini semakin meningkat.
Belum lama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengumumkan besarnya sisa makanan yang dapat mencapai Rp 200 triliun-Rp 500 triliun. Suatu pemborosan yang besar sekali. Jadi, ternyata masalah pangan di Tanah Air tidak hanya menyangkut produksi pangan, keanekaragaman makanan pokok, tapi juga kehilangan bahan pangan (food loss) dan sisa makanan (food waste).
Saya percaya teman-teman pakar pertanian kita sudah lama membahas masalah kecukupan pangan untuk seluruh rakyat kita ini. Berbagai pertemuan dan rekomendasi mungkin juga sudah disampaikan, tetapi tampaknya kita masih belum dapat menyelesaikan secara bersama kecukupan pangan serta harga pangan yang stabil untuk masyarakat kita.
Kita telah menyaksikan berbagai bencana alam akibat kenaikan suhu Bumi yang ternyata juga memengaruhi pertanian dan peternakan. Perubahan suhu Bumi bahkan juga akan mengganggu kesehatan kita.
Pemerintah telah berupaya menstabilkan persediaan pangan dengan mendirikan Bulog. Diharapkan badan ini dapat menyimpan persediaan bahan pangan dalam jumlah besar dan kemudian mengeluarkannya ketika bahan pangan di masyarakat kurang. Namun, kelihatannya dana Bulog terbatas dan Bulog juga menghadapi hambatan administratif sehingga tak dapat lincah bergerak.
Kampanye untuk mengadakan aneka ragam bahan makanan pokok terus dilanjutkan. Selain nasi, para pakar juga menganjurkan masyarakat untuk mengonsumsi sorgum atau porang. Sorgum dapat ditanam di daerah yang ketersediaan airnya tidak banyak seperti di daerah Indonesia Timur. Sorgum baik untuk makanan pokok karena mengandung protein yang tinggi. Namun, untuk mengubah kebiasaan makan masyarakat tentulah perlu waktu yang lama.
Kementerian Kesehatan juga sudah mulai menyosialisasikan pentingnya makan seimbang, mengurangi lemak, garam, dan gula. Jumlah orang yang beratnya berlebih di masyarakat kita semakin bertambah karena itu kesadaran untuk memperhatikan jumlah kalori, protein, lemak, serta karbohidrat dalam makanan kita harus semakin ditingkatkan.
Rumah makan juga harus menyesuaikan layanannya tidak hanya sekadar menyediakan makanan yang lezat, tetapi juga memenuhi persyaratan kesehatan. Di masa depan saya berharap setiap restoran dapat menyertakan jumlah kalori, protein, lemak, dan karbohidrat serta garam dan gula pada hidangan mereka.
Baca Juga: Makanan Sehat dan Pencegahan Kanker
Sejauh mana keterlibatan profesi kedokteran dalam menghadapi masalah ketersediaan pangan dan perubahan pola makan sehingga kita dapat menyediakan makanan yang cukup dan sehat untuk masyarakat? Apakah akan ada rekomendasi baru untuk makan sehat bagi masyarakat baik jumlah kalori ataupun komposisinya? Apakah profesi kedokteran telah juga memikirkan bagaimana mengurangi food loss dan food waste yang amat besar itu? Terima kasih atas penjelasan Dokter.
M di J
Wah, hal yang Anda kemukakan merupakan hal yang penting dan patut kita pikirkan bersama. Dewasa ini sudah mulai banyak masyarakat di berbagai negara kesulitan mendapatkan makanan. Di negeri kita juga masih cukup banyak saudara kita yang belum dapat menikmati makanan yang cukup bersih dan sehat. Kita masih menghadapi masalah besar, yaitu stunting atau tengkes (terlambat tumbuh karena kekurangan gizi kronik).
Stunting pada anak akan mengakibatkan kita mempunyai generasi yang tidak hanya mengalami kekurangan dalam pertumbuhan fisik, tetapi juga dalam tingkat kecerdasan. Padahal, kita sedang berharap memanfaatkan bonus demografi. Pada komposisi penduduk di negeri kita usia produktif cukup tinggi dibandingkan dengan anak dan usia lanjut. Pada era bonus demografi ini kita seharusnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kita untuk kesejahteraan masyarakat.
Pola makan
Sejawat saya dokter Rina Agustina MSc, PhD, staf pengajar pada Departemen Gizi FKUI/RSCM baru pulang menghadiri pertemuan penting di Swedia yang membahas tentang ketersediaan pangan, pola makan, dan perubahan iklim. Ternyata ketiga hal ini kait-berkait.
Cara kita bertani dan beternak tidak hanya menentukan hasil produksi tani dan ternak, tetapi juga memengaruhi iklim Bumi kita. Para pakar sekarang menganjurkan agar kita lebih banyak makan makanan yang berdasar tumbuhan (plant based).
Baca Juga: Perbanyak Asupan Pangan Nabati untuk Kesehatan Jantung
Kita perlu memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan produksi pertanian, tetapi juga sekaligus cara bertani kita yang peduli pada lingkungan dan perubahan suhu Bumi. Negara kaya dan maju perlu membantu negara yang sedang berkembang untuk mencukupi ketersediaan pangan dan sekaligus membantu menjaga agar perubahan iklim dapat dikendalikan.
Perlu kerja sama
Untuk dapat menyediakan pangan yang cukup bagi rakyat kita, membiasakan pola makan yang sehat, mengurangi kehilangan bahan pangan serta sisa makanan, perlu kerja sama antarinstansi dan juga melibatkan masyarakat. Meski pangan adalah domain teman-teman pertanian, masalah pangan tak dapat diselesaikan hanya oleh bidang pertanian. Kita harus menjadikan masalah pangan sebagai isu bersama yang harus kita selesaikan bersama.
Anda tadi merujuk pada peran Bulog. Cobalah kita pikirkan bersama bagaimana Bulog dapat bekerja dengan lebih lincah, jeratan administrasi yang mengikatnya harus diperlonggar. Ini tentu perlu dukungan peraturan dan pengelolaan keuangan.
Kita mungkin perlu belajar pada Thailand dan Vietnam yang berhasil mengekspor produk pertanian mereka dalam jumlah besar. Kebijakan pemerintah harus didukung oleh niat kita semua untuk mencukupi ketersediaan pangan bahkan di masa depan dapat mengekspor produk pangan kita.
Kita patut bergembira bahwa remaja-remaja desa sekarang sudah mulai berminat untuk mengembangkan pertanian masyarakat desa. Bahkan, cukup banyak alumni perguruan tinggi sekarang mulai berbisnis di desa.
Mereka tidak hanya berusaha untuk meningkatkan hasil pertanian, menyejahterakan petani dan warga desa, tetapi juga sudah mulai berusaha mengekspor hasil pertanian. Mereka memerlukan dukungan baik regulasi yang mempermudah, lembaga keuangan untuk permodalan usaha, bahkan juga dukungan bea cukai dan kemudahan transportasi untuk ekspor.
Baca Juga: Di Tengah Pandemi, Ekspor Pertanian Indonesia Terus Meningkat
Gizi merupakan topik bahasan utama di lembaga pendidikan kedokteran. Profesi kedokteran amat peduli pada masalah stunting. Namun, juga mulai khawatir pada masalah obesitas yang kekerapannya terus meningkan di negeri kita. Obesitas dapat meningkatkan risiko penyakit kencing manis, jantung, darah tinggi, dan berbagai masalah kesehatan lain.
Pola makan yang dikampanyekan Kementerian Kesehatan harus kita sosialisasikan seluas-luasnya kepada masyarakat. Usul Anda agar para penyedia makanan lebih peduli pada masalah kesehatan amat baik sehingga akan ada dukungan peraturan.
Anda benar kita tidak hanya menghadapi masalah dalam ketersediaan pangan, tetapi juga dalam pola makan, efisiensi yang dapat mengurangi kehilangan bahan pangan dan banyaknya sisa makanan yang terbuang. Jangan lupa, ternyata kesemuanya itu tak terlepas dari upaya kita menjaga lingkungan, menjaga Bumi agar perubahan iklim dapat dikendalikan.
Kita telah menyaksikan berbagai bencana alam akibat kenaikan suhu Bumi yang ternyata juga memengaruhi pertanian dan peternakan. Perubahan suhu Bumi bahkan juga akan mengganggu kesehatan kita. Terima kasih Anda telah mengangkat topik yang penting ini untuk pembahasan kita dalam ruang kesehatan ini. Semoga kita semua tetap dalam keadaan sehat.