DOB di Papua dan Wacana Penerbitan Perppu Pemilu 2024
Apabila akan disertakan dalam kontestasi politik Pemilu 2024, tiga provinsi baru di Papua harus masuk dalam daerah pemilihan. Bisa menerapkan pola seperti di Provinsi Kaltara pada Pemilu 2024 atau melalui perppu.
Pada Kamis, 30 Juni 2022, Rapat Paripurna DPR mengesahkan tiga Rancangan Undang-Undang tentang Pembentukan Provinsi Baru. Dengan disahkannya RUU tersebut, Indonesia akan mempunyai tiga tambahan provinsi baru hasil pemekaran Provinsi Papua, yaitu Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan, dan Provinsi Papua Selatan.
RUU tersebut memang masih dalam proses pengundangan oleh pemerintah. Namun, pembahasan tentang dampak lanjutan dari terbentuknya tiga provinsi baru tersebut terus menjadi pembahasan, khususnya terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2024.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Isu yang berkembang terkait akan adanya tiga provinsi baru tersebut ialah wacana penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait dengan Pemilu 2024. Seperti diketahui bahwa tidak ada perubahan dasar hukum dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Artinya, undang-undang yang menjadi dasar hukum pelaksanaan Pemilu 2024 masih sama dengan pelaksanaan Pemilu 2019, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Dengan begitu, segala aturan main dalam pelaksaan Pemilu 2024 secara umum tidak ada perubahan dibandingkan Pemilu 2019, termasuk juga dengan aturan terkait daerah pemilihan.
Baca juga: Konsekuensi Elektoral Daerah Otonomi Baru
Daerah pemilihan (dapil) untuk Pemilu 2024, khususnya dapil anggota DPR dan dapil anggota DPRD provinsi, memang telah ditentukan oleh pembuat undang-undang karena menjadi lampiran UU No 7/2017 yang menjadi bagian tidak terpisahkan dari UU Pemilu tersebut.
Oleh karena itu, untuk mengubah dapil anggota DPR dan dapil anggota DPRD provinsi 2024 perlu mengubah Lampiran UU, yang artinya juga perlu mengubah undang-undang. Namun pengubahan UU No 7/2017 dikhawatirkan memakan waktu lama sehingga untuk mengakomodasi penambahan provinsi, wacana yang berkembang ialah penerbitan perppu terkait Pemilu 2024.
Apabila akan disertakan dalam kontestasi politik Pemilu 2024, ketiga provinsi baru tersebut memang harus sudah masuk dalam dapil, baik dapil anggota DPRI maupun dapil anggota DPRD provinsi, setidaknya sebelum masuk dalam tahap pendaftaran calon anggota DPR dan DPRD.
Berdasarkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2023 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024, tahap pencalonan anggota DPR dan DPRD akan dimulai pada April 2023. Artinya, dapil harus sudah terbentuk sebelum April 2023, itu pun masih perlu memperhatikan jangka waktu untuk partai politik untuk melakukan konsolidasi kepada para bakal calon anggota legislatifnya sebelum ikut serta dalam pemilu.
Secara konstitusional, perppu merupakan produk hukum yang sah sebagaimana disebut dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu ”Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang”.
Ikhwal kegentingan yang memaksa di sini memang subyektif, dan hak presiden untuk menyatakan situasi tersebut. Setidaknya perppu pernah dikeluarkan terkait pemilu/pemilihan, salah satunya dikeluarkan untuk pelaksaanan pemilihan kepala daerah dalam kondisi pandemi Covid-19.
Kondisi terbentuknya provinsi baru di tengah tahapan pelaksanaan pemilu sejatinya bukan pertama kali terjadi. Provinsi Kalimantan Utara dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2012 yang diundangkan pada 17 November 2012 dan proses pencalonan anggota DPR dan DPRD berdasarkan Peraturan KPU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tahapan, Program, dan Jadual Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014 dimulai April 2023.
Kondisi terbentuknya provinsi baru di tengah tahapan pelaksanaan pemilu sejatinya bukan pertama kali terjadi.
Namun dengan kondisi tersebut, tidak dilakukan perubahan lampiran undang-undang untuk mengubah dapil DPR, juga tidak dibentuk dapil untuk anggota DPRD provinsi baru oleh penyelenggara pemilu. Kala itu wewenang penataan dapil anggota DPRD provinsi masih ada pada penyelenggara pemilu. Ini menarik karena apabila ditinjau, terdapat waktu yang memadai bagi penyelenggara pemilu untuk membentuk dapil anggota DPRD di provinsi baru.
Langkah tersebut mungkin bisa ditinjau dari konstruksi pasal dalam UU Pembentukan Provinsi Baru. Dalam UU No 20/2012 disebutkan pada Pasal 13 Ayat (1) bahwa DPRD Provinsi Kalimantan Utara dibentuk melalui hasil Pemilihan Umum Tahun 2014; dan Ayat (2) menyebutkan bahwa jumlah dan tata cara pengisian keanggotaan DPRD Provinsi Kalimantan Utara ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Formulasi aturan yang sama juga ditemukan dalam tiga RUU tentang Pembentukan Provinsi Baru hasil pemekaran Provinsi Papua. Dalam RUU yang menyebutkan bahwa DPRD Provinsi (atau DPRP sebutan untuk DPRD diwilayah Papua) dibentuk melalui hasil Pemilu Tahun 2024 serta jumlah dan tata cara pengisian keanggotaan DPRP ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.
Yang menjadi poin di sini ialah untuk pemaknaan bahwa DPRD provinsi baru dibentuk melalui pengisian dan bukan pemilihan. Pengisian anggota DPRD diatur dalam Pasal 321 UU No 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD jo UU No 13/2019 yang secara teknis pengisian tersebut dilakukan dengan tetap menggunakan hasil pemilu yang telah dilaksanakan.
Secara singkat, pengisian dilakukan dengan membagi dan menghitung kembali hasil pemilu dari provinsi induk dan provinsi pemekaran untuk kemudian diisi dari daftar calon yang ada. Dengan demikian, pengisian anggota DPRD provinsi baru tetap dapat dikatakan berdasarkan hasil pemilu yang telah dilaksanakan.
Yang menjadi poin di sini ialah untuk pemaknaan bahwa DPRD provinsi baru dibentuk melalui pengisian dan bukan pemilihan.
Yang perlu dibahas lebih lanjut ialah dapil DPR. Ini bisa jadi lebih rumit karena terkait dengan total alokasi kursi DPR yang ada. Apabila akan dilakukan penataan ulang yang perlu menjadi perhatian ialah, pertama, apakah dilakukan penambahan jumlah total kursi anggota DPR dari sebelumnya 575 kursi.
Atau, kedua, tidak ada penambahan total jumlah kursi anggota DPR sehingga kursi untuk dapil di tiga provinsi baru dihitung dengan melakukan realokasi kursi bagi setiap dapil di provinsi-provinsi lain. Sebagai gambaran bahwa alokasi kursi anggota DPR untuk Provinsi Papua pada pemilu lalu ialah 10 kursi dan syarat minimal kursi untuk tiap dapil ialah tiga kursi.
Provinsi Papua yang dimekarkan menghasilkan satu provinsi induk dan tiga provinsi baru (total empat provinsi) sehingga 10 kursi yang ada pada pemilu sebelumnya tidak cukup untuk dialokasikan untuk empat provinsi yang ada. Akibatnya, perlu ada realokasi kursi dari provinsi-provinsi yang lain.
Baca juga: Penuhi Asas Representasi dalam Penentuan Kursi DPR di DOB Papua
Baik pilihan pertama maupun pilihan kedua untuk dapil DPR memiliki perhitungan, biaya, dan konsekuensi tersendiri. Begitu juga dengan pilihan kebijakan terkait dapil. Apakah pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu akan menerapkan pola pendapilan sebagaimana pada Provinsi Kalimantan Utara pada Pemilu 2014, atau perppu dikeluarkan untuk mengakomodasi dapil di provinsi yang baru, dan juga isu-isu lain yang terkait.
Namun, apa pun pilihan kebijakan yang dikeluarkan oleh DPR dan pemerintah nanti adalah yang terbaik, tidak hanya untuk provinsi yang baru, tetapi juga untuk seluruh Indonesia.
Muhammad Faatihul Haaq, Pemerhati Pemilu; Alumnus Ilmu Politik Universitas Indonesia