Dominasi suatu maskapai atau grup atas slot premium perlu ditinjau ulang. Perlu melibatkan KPPU merombak slot bandara menggunakan perspektif ekonomi transportasi agar persaingan sehat berwujud variasi harga tiket.
Oleh
RIDHA ADITYA NUGRAHA
·4 menit baca
Jika tiga tahun silam dijumpai pada rute domestik semata, kini berlaku menyeluruh hingga rute internasional. Beberapa faktor, baik internal maupun eksternal, melatarbelakangi fakta meroketnya harga tiket pesawat.
Faktor pertama, imbas konflik Rusia-Ukraina terhadap pasokan minyak dunia. Embargo minyak Rusia mengakibatkan kelangkaan suplai global sehingga mengerek kenaikan harga avtur. Komponen avtur berkontribusi 30-40 persen komposisi harga tiket.
Kelangkaan pesawat melayani rute domestik merupakan faktor berikutnya. Menparekraf Sandiaga Uno menyebutkan kini hanya tersedia 350 pesawat siap beroperasi dari total 550 (13/6/2022). Sementara Indonesia membutuhkan 700 pesawat agar kunjungan wisatawan Nusantara ataupun asing bisa pulih kembali layaknya 2019.
Denyut nadi penerbangan nasional beranjak hidup kembali seiring melandainya pandemi. Kebangkitan butuh waktu mengingat ketatnya peraturan guna menjamin keselamatan penerbangan. Maskapai dan bandara perlu menata alokasi SDM, mulai dari aspek hukum ketenagakerjaan hingga lisensi.
Kebangkitan butuh waktu mengingat ketatnya peraturan guna menjamin keselamatan penerbangan.
Mempersiapkan armada juga tidak instan. Pesawat yang lama dikandangkan akibat pandemi mulai antre masuk bengkel pemeliharaan. Maskapai juga perlu mendatangkan pesawat dari lessor yang umumnya perusahaan asing. Sebelumnya, sejumlah pesawat telah dikembalikan kepada lessor kala pagebluk menghantam pada 2020-2021.
Embusan angin segar datang pasca-persetujuan oleh mayoritas kreditor terhadap proposal perdamaian beserta rencana bisnis Garuda Indonesia (17/6).
Keberhasilan negosiasi Garuda dengan target menuai laba di 2025 membuat kepercayaan industri penyewaan pesawat global terhadap dunia penerbangan nasional bersemi lagi. Suatu titik balik penting setelah Merpati Nusantara Airlines dinyatakan pailit pada awal bulan yang sama. Desas-desus negara mangkir terhadap penyelenggaraan transportasi udara terpatahkan.
Kehadiran negara melalui dukungan finansial dan politik pada kasus Garuda membawa pesan iklim bisnis penerbangan nasional bersahabat dan penuh tanggung jawab. Pemerintah perlu menjaga momentum melalui langkah nyata. Inisiatif pemerintah melobi lessor pesawat akan menciptakan manfaat bagi semua maskapai nasional, baik swasta maupun pelat merah.
Benahi sistem nasional
Momentum kebangkitan penerbangan nasional perlu diikuti evaluasi regulasi. Pemerintah seyogianya menggali kembali makna penerbangan bagi negara kepulauan. Paradigma peran maskapai penerbangan perlu diselaraskan. Pesawat kini bertransformasi menjadi medium guna meningkatkan kesejahteraan antardaerah, tak lagi fokus mengejar profit maksimal. Hal ini merupakan ciri khas era langit terbuka (open skies) sebagai antagonis era proteksionisme.
Roh ini perlu diejawantahkan melalui amendemen hukum positif. Mencermati situasi terkini, pemerintah bisa mengambil inisiatif dengan menciptakan mekanisme subsidi biaya tuslah (surcharge) avtur. Lingkup subsidi untuk rute domestik semata dan diundangkan melalui peraturan menteri. Membatasi subsidi biaya tuslah avtur bagi penerbangan domestik adalah upaya menghindari konflik dengan maskapai negara lain.
Inisiatif ini berlandasan kuat mengingat industri penerbangan belum pernah dihantam sedemikian dahsyat. IATA dan akademisi global memprediksi fase pemulihan bermula dari rute domestik ketimbang internasional. Pemerintah sendiri kian melonggarkan syarat perjalanan domestik. Pemerintah juga menggelontorkan dana pemulihan ekonomi nasional. Momentum ini perlu didukung dengan mobilitas yang inklusif bagi seluruh masyarakat.
Pemerintah seyogianya menggali kembali makna penerbangan bagi negara kepulauan.
Pekerjaan rumah selanjutnya ialah polemik tarif batas atas. Isu klasik nan berulang. Banyak kalangan skeptis mengingat maskapai serentak menetapkan tarif pada atau mendekati tarif batas atas. Sekilas tak ada kesalahan maskapai jika mengacu kepada hukum permintaan belaka. Namun, alternatif moda transportasi lain belum tentu menjadi jawaban bagi negara kepulauan. Indonesia bukan hanya Jawa dengan infrastruktur transportasi memadai.
Saat ini ada dua grup besar, Garuda dan Lion. Keduanya berperan krusial menopang jembatan Nusantara. Faktanya armada swasta telah meningkatkan konektivitas di Indonesia tengah dan timur, baik rute maupun frekuensi, di tengah belum optimalnya kehadiran negara. Keduanya bersinergi dan mampu menentukan harga. Situasi ini mengarah ke duopoli sehingga berpotensi membahayakan konsumen.
Masih teringat fenomena penduduk Aceh berduyun-duyun membuat paspor awal 2019. Kala itu lebih murah mencapai Ibu Kota via Kuala Lumpur dan Singapura ketimbang penerbangan langsung. Pemprov Kepulauan Riau bahkan mengajukan izin kepada Kemenko Perekonomian agar perjalanan dinas diperbolehkan transit di kedua titik itu. Duopoli terjadi saat itu. Bedanya kini transit di Kuala Lumpur dan Singapura tidak menjamin lebih murah.
Pemerintah perlu menciptakan terobosan jangka panjang dengan mengatur slot bandara secara komprehensif. Instrumen ini menentukan jadwal penerbangan. Dominasi suatu maskapai atau grup atas slot premium perlu ditinjau ulang. Salah satu slot premium ialah jadwal keberangkatan dini hari yang memungkinkan penumpang mengejar aktivitas bisnis atau rapat pagi. Umumnya tingkat keterisian pesawat tinggi. ASN dan pebisnis yang memiliki daya beli mendominasi. Maskapai lain hanya bisa gigit jari.
Keberhasilan pemerintah menciptakan suatu badan dengan fungsi teknis pengaturan slot bisa membawa keadilan bagi maskapai nasional. Idealnya melibatkan KPPU dengan hak merombak slot bandara menggunakan perspektif ekonomi transportasi. Maskapai dapat dipaksa melepas atau menukar sejumlah slot premium di beberapa bandara terkait, kemudian kompetitor berhak mengambil alih sehingga lambat laun tercipta persaingan sehat berwujud variasi harga tiket. Kompetisi sehat akan melahirkan inovasi pelayanan maskapai.
Terobosan ini akan mengatasi persoalan klasik imbas implementasi tarif batas atas. Kehadiran regulasi slot bandara berarti mengupayakan keberlanjutan bisnis penerbangan nasional. Terbuka ruang lebih bagi pemerintah dalam memitigasi. Hak konsumen terlindungi melalui ketersediaan sejumlah opsi harga tiket dalam menerbangi rute domestik. Kesetaraan akses transportasi udara, terutama bagi warga di luar Pulau Jawa, adalah suatu keniscayaan.
Ridha Aditya NugrahaAir and Space Law Studies, Universitas Prasetiya Mulya