Pengembangan energi terbarukan di perdesaan sangat relevan jika dikaitkan dengan ancaman krisis energi. Potensi energi baru dan terbarukan Indonesia melimpah, tetapi pemanfaatannya masih sangat jauh di bawah potensi.
Oleh
SIWI NUGRAHENI
·4 menit baca
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo mengingatkan potensi terjadi krisis energi di samping krisis pangan. Perang Ukraina-Rusia membuat pasokan energi dari Rusia ke beberapa negara Eropa tersendat. Ketegangan politik, spekulasi meningkatnya permintaan, dan kekhawatiran terhambatnya pasokan membuat harga minyak mentah dunia terdorong naik.
Menghadapi ancaman krisis energi, beberapa hal dapat dilakukan dalam konteks meningkatkan pasokan energi di wilayah-wilayah perdesaan Indonesia.
Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tingkat elektrifikasi di Indonesia pada 2020 sebesar 99,2 persen. Meski angka itu sangat tinggi, penyediaan listrik di perdesaan masih menghadapi beberapa tantangan.
Pertama, sebesar 0,8 persen wilayah yang belum mendapat aliran listrik semuanya ada di perdesaan. Apalagi jika ditelusuri lebih jauh, definisi elektrifikasi didasarkan pada jumlah desa, bukan rumah tangga. Artinya, bisa terjadi sebuah desa masuk dalam kategori mendapat aliran listrik, padahal hanya sebagian kecil rumah tangga yang menikmatinya.
Kedua, dari desa-desa yang sudah teraliri listrik, banyak di antaranya masih mendambakan pasokan listrik yang andal dan berkesinambungan. Pasokan yang terbatas menghalangi penduduk desa menikmati listrik sepanjang 24 jam sehari.
Desa-desa yang sudah teraliri listrik, banyak di antaranya masih mendambakan pasokan listrik yang andal dan berkesinambungan. Pasokan yang terbatas menghalangi penduduk desa menikmati listrik sepanjang 24 jam sehari.
Tantangan ketiga, perlunya pemanfaatan sumber energi terbarukan di wilayah perdesaan. Di era perubahan iklim, semua kegiatan ekonomi, termasuk sektor energi, didorong untuk lebih rendah karbon. Apalagi Indonesia juga mencanangkan target bauran energi, yakni sumber energi baru dan terbarukan (EBT), mencapai 23 persen pada 2025. Sampai akhir 2021, baru 11,7 persen yang terealisasi.
Pengembangan energi terbarukan di perdesaan juga sangat relevan jika dikaitkan dengan ancaman krisis energi. Lebih dari 80 persen sumber energi dunia didapat dari bahan bakar fosil. Jika pembangunan sumber energi di perdesaan masih mengandalkan sumber fosil, potensi dampak krisis energi dunia di wilayah tersebut menjadi lebih besar.
Dari sisi pasokan, potensi sumber energi terbarukan Indonesia, seperti biomassa, biogas, air, matahari (surya), dan angin, sangat berlimpah. Namun, pemanfaatan masih jauh di bawah potensinya.
Pengembangan energi terbarukan di perdesaan juga sangat relevan jika dikaitkan dengan ancaman krisis energi. Lebih dari 80 persen sumber energi dunia didapat dari bahan bakar fosil.
Potensi energi surya 207 gigawatt (GW) baru terpasang 0,15 GW (0,07 persen). Potensi energi angin 60,6 GW, kapasitas terpasang 0,15 GW (0,25 persen). Adapun potensi energi air (mini dan mikrohidro) adalah 75 GW, tetapi baru terpasang 6,08 GW (8,1 persen).
Sudah banyak bukti bahwa pengembangan sumber energi terbarukan di wilayah perdesaan berhasil mengatasi keterbatasan pasokan energi. Ibu Tri Mumpuni dengan Yayasan Ibeka-nya telah membangun tak kurang dari 80 pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) di sejumlah wilayah Indonesia, dari Aceh sampai Papua.
Pembangkit listrik tenaga surya juga sudah banyak dibangun, baik oleh pemerintah maupun perseorangan (swasta). Biogas banyak dikembangkan dalam rangka program Desa Mandiri Energi.
Saatnya berkolaborasi
Terdapat beberapa isu terkait pembangunan dan pemanfaatan energi terbarukan di perdesaan. Secara teknis, biaya instalasi awal yang mahal, seperti dalam kasus pemanfaatan energi surya, sering menimbulkan keengganan calon pengguna. Peningkatan efisiensi instrumen diperlukan agar biaya turun.
Indonesia juga tidak kekurangan ahli di bidang ini. Wilson Wenas (Institut Teknologi Bandung), misalnya, adalah salah satu ahli yang menggeluti teknologi solar panel. Salah satu tujuannya ialah menemukan racikan materi solar panel yang lebih efisien.
Dalam pengembangan energi angin, ada Lentera Angin Nusantara (LAN), sebuah organisasi beranggotakan anak-anak muda Indonesia yang memiliki kepedulian pada negerinya dalam memanfaatkan energi angin.
Sudah banyak pihak yang bergerak dalam bidang sumber energi terbarukan di perdesaan. Saatnya sungguh-sungguh bekerja sama agar semua pihak dapat menyumbangkan versi terbaiknya guna mencapai kemandirian energi di desa-desa Indonesia.
Tak hanya teknis, dalam hal keuangan juga sudah muncul inisiatif dari masyarakat, seperti Koperasi Energi Nusantara Desa Indonesia (KENDI). Tidak hanya membantu melakukan instalasi perangkat energi surya bagi anggotanya, tetapi koperasi ini juga membantu mencarikan skema pembiayaannya.
Di Sumenep, Madura, Jawa Timur, KENDI membantu pemasangan PLTS untuk pabrik garam. Selain itu, juga pengelolaan keuangan yang berkaitan dengan biaya pemasangan tersebut dengan memperhitungkan hasil dari penjualan garam.
Sudah banyak pihak yang bergerak dalam bidang sumber energi terbarukan di perdesaan. Saatnya sungguh-sungguh bekerja sama agar semua pihak dapat menyumbangkan versi terbaiknya guna mencapai kemandirian energi di desa-desa Indonesia dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan.
Berbicara krisis energi, saya teringat sebuah film dokumenter bertajuk How Cuba Survived Peak Oil. Film ini bercerita tentang kondisi Kuba awal dasawarsa 1990-an dalam upayanya bertahan dari ketiadaan pasokan minyak. Lebih kurang 90 persen energi di Kuba diimpor dari Uni Soviet (pada waktu itu) yang sedang menghadapi krisis politik.
Krisis energi berdampak pada penurunan kesejahteraan rakyat Kuba. Namun, ada anugerah yang tersembunyi dari adanya krisis, antara lain berkembangnya pemanfaatan energi surya (meskipun kini, 30 tahun kemudian, 90 persen sumber energi di negara tersebut kembali ke bahan bakar fosil).
Kita tentu tidak berharap terjerembap ke dalam krisis energi terlebih dulu (seperti Kuba) agar menjadi lebih serius dalam memanfaatkan sumber-sumber energi terbarukan.