Kesibukan para tukang di Jalan Lada Dalam, Kota Tua, ikut menabuh gemuruh pembangunan di segala penjuru kawasan cagar budaya itu. Pilihannya, tumbuh cantik tapi sporadis atau demi keberlanjutan di masa depan.
Oleh
NELI TRIANA
·4 menit baca
Ngebolang tengah pekan ini secara tak sengaja melewatkan beberapa jam di Kota Tua, Jakarta Barat. Kesibukan pembangunan yang terselip di antara aktivitas bisnis begitu terasa. Pembangunan trotoar di kawasan tersebut, seperti revitalisasi Jalan Lada Dalam, masih berderap. Sementara di Pancoran Glodok, antara mal baru dan pasar lama sama-sama tengah menggeliat.
Ramai, padat, macet mendera di beberapa lokasi. Situasi khas area itu yang melekat sejak lama. Bedanya, penataan yang dilakukan di sana-sini dalam beberapa tahun terakhir sedikit demi sedikit membuat area cagar budaya Kota Tua kian lega dan memikat untuk dikunjungi.
Gerbang besar bergaya arsitektur China yang baru saja rampung terbangun tampil mencolok di samping bangunan rumah teh berusia lebih dari 200 tahun. Tulisan ”Selamat Datang”, ”Kawasan Glodok Pancoran”, dan ”Chinatown Jakarta” berwarna emas di atas dasar merah tertera pada bagian atas gerbang.
Melewati gerbang itu, mal anyar mengusung tema pecinan megah berdiri di sisi kanan jalan. Gerai-gerai kopi waralaba asing dan lokal pun telah hadir di sana. Sejumlah kios di dalam mal masih kosong atau tertutup rapat. Di lantai atas, sejumlah tempat menyuguhkan menu khas masakan China dan peranakan. Tak perlu melawan jika perut memang minta segera diisi, segera pesanlah menu pilihan dan santap di tempat.
Kepalang basah ”hinggap” di kawasan ini, banyak pilihan wisata lokal, termasuk kuliner, yang sayang dilewatkan. Masih ingat kopi es Tak Kie di Gang Gloria? Langkahkan kaki dari mal, kurang dari lima menit sudah sampai di warung legendaris itu. Gang Gloria kini juga tengah menjadi sasaran revitalisasi.
Namun, menjelajah Glodok Pancoran kurang lengkap jika tak mampir juga ke Pusat Grosir Asemka. Jepit rambut sampai aneka aksesori lain dan pernak-pernik hiasan rumah jadi target banyak orang yang hendak menjualnya lagi atau dipakai sendiri. Pusat grosir ini memang lekat dengan Pasar Asemka di Jalan Asemka, Pasar Pagi Asemka, serta pasar tumpah di kolong jembatan di area yang berdekatan dan mengusung jenis dagangan serupa.
Di kompleks Asemka ini, juga di kawasan Kota Tua secara umum, ketertiban penataan area bisnis—termasuk isu pedagang kaki lima—memang belum teratasi sampai sekarang. Kamis (30/6/2022) siang itu, misalnya, gedung pusat grosir terasa bagai ”bumi dan langit” dibandingkan dengan mal mewah tepat di sampingnya. Meskipun lift dan eskalatornya berfungsi baik dan transaksi jual beli berlangsung ramai, pusat grosir terbilang tak memadai dari sisi perawatan. Bergeser tak sampai 100 meter, situasi mirip pasar tumpah tak terkendali berupa pedagang kaki lima (PKL) berjejalan di bawah kolong jembatan.
Dari sini mulailah terlihat penataan Kota Tua yang ternyata belum menyeluruh.
Banyak perkembangan arsitektur abad ke-20 yang digambarkan sebagai gangguan oleh ICOMOS dan telah mengubah tampilan visual ataupun cakrawala Kota Tua secara permanen.
Sejak penataan Kota Tua kerja sama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pihak swasta digulirkan pada 2004, masalah PKL selalu menjadi perhatian, tetapi berulang luput dituntaskan. Laporan harian Kompas pada 19 Agustus 2004 menyebutkan, rencana penataan Kota Tua bahkan telah dicanangkan sejak 1973, tetapi gagal direalisasikan.
Program pembangunan pada 2004 sampai sekarang pun diwarnai pergantian berkali-kali pihak swasta yang digandeng untuk bekerja sama dengan DKI. Beberapa hasil revitalisasi di sepanjang 18 tahun terakhir membuahkan hasil yang kemudian dinilai menyalahi tata cara pemugaran dan pelestarian kawasan cagar budaya. Salah satunya, pembangunan jembatan apung di Kalibesar seperti diulas di harian ini edisi 17 Juli 2018.
Penataan Kota Tua cenderung melihat kawasan itu sekadar tinggalan masa kolonial. Padahal, selain sarat bangunan lawas yang masih terawetkan beserta lingkungan sekitarnya sejak masa penjajahan, kawasan itu adalah saksi berbagai dinamika kota, juga negara, termasuk kerusuhan tahun 1998. Peremajaan Kota Tua pun terkesan lebih mengutamakan tujuan wisata massal ketimbang pelestarian berlapis jejak sejarah manis ataupun pahit pembentuk kota.
Informasi dari Dinas Bina Marga DKI Jakarta, penataan trotoar di Kota Tua akan terselesaikan Juli ini. Jalur pejalan kaki selebar 3 meter akan menghubungkan banyak titik tujuan pelancong ataupun yang sekadar melintas dan hendak berbelanja. Ada pula jalur sepeda serta fasilitas bagi kaum difabel.
Publik tak sabar menanti Kota Tua yang makin nyaman untuk dijelajahi. Selama ini, kawasan tersebut telah menjadi destinasi favorit warga Ibu Kota dan sekitarnya, juga dari daerah lain dan turis mancanegara. Kawasan itu seperti sebuah laboratorium kota yang menyediakan begitu banyak informasi yang teramat menarik. Data Unit Pengelola Kawasan Kota Tua menyebutkan, jumlah pengunjung di sana bisa mencapai 15.000 per orang per hari pada musim liburan seperti saat Lebaran, Mei lalu.
Namun, kembali menyoal Kota Tua yang menjadi monumen hidup sejarah Jakarta, juga Indonesia, revitalisasi kawasan tersebut diharapkan mampu mengelola kekayaan potensinya sehingga dapat menghadirkan makna mendalam bagi setiap pengunjung. Selain itu, isu-isu penting, seperti penataan PKL, hendaknya diselesaikan tuntas berdasarkan data valid dan riset yang teruji.
Jika tidak, status cagar budaya pada kawasan itu patut dipertanyakan. Ini mengingatkan kita pada tahun 2018, saat Dewan Internasional untuk Monumen dan Situs (ICOMOS) yang berbasis di Perancis sebagai dewan penasihat UNESCO memutuskan Kota Tua Jakarta tidak memenuhi syarat untuk bergabung dalam daftar warisan dunia.
Laporan The Jakarta Post menyebut, kawasan itu, antara lain, tidak unik, tidak memiliki integritas dan keaslian sebagai kota tua. Banyak perkembangan arsitektur abad ke-20 yang digambarkan sebagai gangguan oleh ICOMOS dan telah mengubah tampilan visual ataupun cakrawala Kota Tua secara permanen.
Gemuruh pembangunan di segala penjuru kawasan cagar budaya Kota Tua patut diapresiasi dan didukung menjadi semakin baik. Pilihannya, tumbuh cantik tapi sporadis untuk kebutuhan sesaat atau demi keberlanjutan hingga bertahun-tahun ke depan. Selama mungkin,