Yang paling memesona adalah rubrik Opini Kompas. Penulisnya berasal dari berbagai latar belakang profesi, pendidikan, strata sosial, lokal maupun mancanegara, birokrat sipil maupun militer, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Isi dari rubrik opini dan surat pembaca juga kaya, baik itu artikel yang manis, pahit, pedas, lembut, maupun tajam, semua dimuat seimbang oleh Kompas.
Pengalaman selanjutnya, mulai pertengahan 1980-an, saya tertantang mengisi teka-teki silang (TTS). Kegiatan ini membawa saya kepada pertemanan dan kerja sama dengan seorang kawan yang dijuluki kamus berjalan. Kala itu, kawan yang satu ini dapat menjawab semua pertanyaan TTS edisi Rabu dalam waktu sekitar 10 menit dan sekitar 20 menit untuk TTS edisi Minggu.
Saya hampir selalu mengisi jawaban TTS ke redaksi. Hingga tanpa saya duga jawaban itu terpilih dan nama saya dimuat di Kompas dalam bulan yang berurutan: Desember 1991, Januari 1992, Februari 1992. Pada tahun 2000-an saya pernah menang lagi, Maret 2004.
Tahun 2016, ketika kesibukan bekerja mulai berkurang sejak memasuki purnatugas, saya terjangkiti kegiatan menulis di media cetak. Pengalaman menulis di harian Kompas terasa menarik dan menantang karena artikel yang dikirim—meski tidak dimuat—tetap mendapat apresiasi. Hal ini tidak dijumpai pada media lain.
Selamat ulang tahun Kompas! Semoga selalu membawa amanat hati nurani dan tetap memihak rakyat.
Rafael SudarmadiGuru SMK Ignatius Semarang
”Kompas” 57
Tidak terasa Kompas memasuki 57 tahun. Usia yang tidak muda lagi, tetapi belum terlalu tua bagi perjuangan jurnalistik yang setia pada Amanat Hati Nurani Rakyat.
Perjuangan tidak boleh berhenti. Beberapa kali melewati masa sulit, dua sahabat sekaligus pendiri—PK Ojong dan Jakob Oetama—didukung kerja sama tim, berhasil mengantar Kompas menjadi media arus utama nasional.
Tidak sedikit penghargaan jurnalistik yang didapat, baik nasional maupun internasional. Pemberitaan yang akurat dan tidak memihak membuat Kompas menjadi rujukan.
Sebagai pembaca setia sejak 1985, saya sangat merasakan manfaat membaca Kompas. Tidak sekadar berita, ada ”nilai” lebih sehingga bangga menjadi pembacanya.
Menjadi kawan dalam perubahan bukan hal mudah, Kompas harus selalu menghadirkan karya yang berkualitas dan alternatif solusi demi kesejahteraan bangsa dan negara Indonesia.
Seiring perkembangan teknologi digital, Kompas harus beradaptasi, berinovasi, serta berkreasi agar seiring kebutuhan zaman. Loper, pembaca, mitra kerja, jurnalis, dan penulis jangan dilupakan. Mereka berperan penting menjadikan Kompas berkelas.
Tetaplah sebagai penunjuk arah, tetapi sederhana seperti akar. Meski tidak terlihat, tetapi menghidupi batang, daun, bunga, hingga buahnya.
Selamat hari jadi ke-57, Kompas. Umur panjang ada di tangan kanan-Nya, kekayaan dan kehormatan di tangan kiri-Nya (Amsal 3:16).
Pangeran Toba P HasibuanSei Bengawan, Medan 20121
Menang Bersama

Rangkaian Kegiatan HUT ke-57 Kompas, Ziarah makam PK Ojong di TPU Tanah Kusir, Jakarta, Selasa (28/6/2022) KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK) 28-06-2022
Terlebih dahulu saya ucapkan selamat ulang tahun ke-57 Kompas.
Terwakili oleh tulisan Sdr Renville Almatsier di rubrik Surat Kepada Redaksi (24/6/2922), saya sebagai pembaca usul sebagai berikut.
Semisal Kompas setiap hari terbit 16 halaman. Kemudian ditentukan berapa persen digunakan untuk iklan. Apabila ada iklan yang melebihi ketentuan, alangkah baiknya jika Kompas memberi kompensasi dengan menambah halaman sesuai ketentuan.
Dengan demikian, pembaca tidak dirugikan akibat artikel, berita, ataupun rubrik yang seharusnya dimuat menjadi tidak termuat. Dengan demikian, Kompas bisa mendapatkan iklan untuk membiayai produksinya.
Terima kasih dan semoga Kompas tetap hidup di tengah arus kuat media sosial.
Gan Ho IkKarangtempel, Semarang
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas kesetiaan Anda membaca Kompas dan usulan yang disampaikan. Kami catat dan pertimbangkan.
Makin Bermakna
Di tengah gempuran disrupsi digital, harian Kompas berupaya eksis dalam edisi cetak. Meski terbatas informasi dan lamanya proses: 24 jam dari pencarian berita, penulisan dan pengeditan, cetak, sampai distribusi, Kompas cetak hakikatnya bermakna.
Bagi generasi baby boomers (lahir setelah PD II), generasi X dan generasi Y, format cetak masih menjadi andalan. Maka, setiap ulang tahun Kompas, harapan yang muncul adalah Kompas cetak tetap eksis.
Buat saya, edisi cetak lebih nyaman. Mungkin karena kebiasaan. Semoga Kompas tetap dapat memberikan pencerahan dengan memaparkan persoalan bangsa dan negara serta alternatif solusinya. Baik lewat berita, opini, maupun surat pembaca.
Edisi cetak harian Kompas masih dibutuhkan, selain edisi digital. Semoga Kompas semakin bermakna.
FX Triyas Hadi PrihantoroGuru SMP PL Domsav, Semarang
Berharap Cetak

Rangkaian Kegiatan HUT ke-57 Kompas, Ziarah makam JAkob Oetama di TMP Kalibata, Selasa (28/6/2022) KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK) 28-06-2022
Sebelum perkembangan teknologi berdampak disrupsi pada media, pengalaman saya membaca aneka surat kabar dan majalah sejak SD menunjukkan, tiap media berlomba menambah rubrik dan halaman. Ini terutama pascareformasi 1998. Media tidak takut lagi menyuarakan fakta.
Kini, di tengah serbuan media sosial, masyarakat membutuhkan informasi akurat dan tepercaya. Itulah yang dihasilkan media arus utama, terutama cetak, karena sebelum sampai ke pembaca sudah melalui prosedur jurnalistik ketat sehingga informasi bisa dipertangungjawabkan.
Dunia memang berubah, masyarakat harus beradaptasi dengan teknologi. Namun, media cetak jangan ditinggalkan. Selamat ulang tahun ke-57, Kompas.
Yes SugimoMelatiwangi, Cilengkrang Bandung 40616