Hal yang tak bisa disangkal, sosok tunggal yang sangat menentukan dalam kerumitan krisis Rusia-Ukraina adalah Presiden Rusia. Dialah yang tahu sasaran yang ingin dicapainya dengan serangan ke Ukraina.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Perang Rusia-Ukraina yang pecah sejak 24 Februari 2022 terjadi karena pelbagai alasan yang rumit sehingga untuk menyelesaikannya pun sangat tidak mudah.
Negara adidaya, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pun sejauh ini tidak mampu. Dengan latar belakang dan konteks seperti itu, prakarsa Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mendatangi Ukraina dan Rusia, bertemu dengan Presiden Volodymyr Zelenskyy dan Presiden Vladimir Putin, sesungguhnya mendebarkan hati. Tak hanya menyangkut besarnya risiko perjalanan, tetapi juga peluang hasilnya, yakni mendamaikan kedua bangsa yang terlibat perang.
Dalam kegelapan prospek itu, kita melihat perspektif lain, yang dilihat Presiden Jokowi, yaitu membuka ruang dialog langsung dengan kedua pemimpin. Ini berbeda dengan sebagian besar pendekatan pemimpin negara Barat, yang berkomunikasi dan memberikan dukungan kepada Ukraina saja.
Presiden Jokowi datang ke Kyiv dan Moskwa dengan pesan kuat, perdamaian. Agar perang bisa berhenti dan kedua negara hidup berdampingan secara damai. Presiden Jokowi pun menyampaikan kesiapannya menjadi jembatan komunikasi di antara kedua pemimpin negara yang berperang.
Dalam upaya itu, Presiden Jokowi menyampaikan argumen, dengan terus berperang, pasokan pupuk dan gandum, baik dari Ukraina maupun Rusia, bagi dunia akan terganggu. Jika ini terjadi, tidak hanya ratusan juta orang akan terdampak, tetapi juga miliaran penduduk Bumi.
Argumen itu didukung angka. PBB awal Mei memperkirakan, setidaknya 22 juta ton gandum tertahan di Ukraina. Menurut Presiden Zelenskyy, hingga musim gugur nanti stok yang tertahan bisa meningkat menjadi lebih dari 75 juta ton. Sebaliknya, Presiden Putin menegaskan, pihaknya tak pernah memblokir ekspor biji-bijian dari Ukraina, bahkan menjamin keamanan pengirimannya. Rusia juga ingin mempertahankan posisinya sebagai pengekspor gandum terbesar di dunia.
Pemberitaan yang menyebutkan pembicaraan antara Presiden Putin dan Presiden Jokowi berlangsung baik dan produktif diharapkan akan diikuti dengan perubahan kebijakan Rusia terhadap perang dengan Ukraina.
Hal yang tak bisa disangkal, bahwa sosok tunggal yang sangat menentukan dalam kerumitan krisis Rusia-Ukraina adalah Presiden Rusia. Dialah yang tahu sasaran yang ingin dicapainya dengan serangan ke Ukraina. Ia juga yang tahu kapan perang akan diakhirinya.
Kita yakin, dengan menemui sosok ini, Presiden Jokowi, selain menyampaikan argumen dan pesan Presiden Zelenskyy, juga mengetuk hati pemimpin Rusia itu. Dengan perang yang berkepanjangan, akan semakin banyak korban yang menderita, dan dunia kian terperosok dalam kesulitan yang dalam.
Jika nurani pemimpin Rusia terketuk oleh misi perdamaian Presiden Jokowi, serta menjadi harapan kita dan dunia, perang bisa disurutkan atau dihentikan. Dunia juga perlu memetik pelajaran bahwa kekhawatiran mengenai keamanan, seperti dialami Rusia saat Ukraina mendambakan menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), dan pakta ini begitu agresif meluaskan keanggotaannya, dapat dikaji kembali.