Mengawal Perubahan Kota Jakarta
Pemindahan peran pusat pemerintahan dari kinerja sentra ekonomi negara di Jakarta ini membuka peluang perubahan luar biasa. Kebersamaan dalam kinerja transformasi, evaluasi, dan partisipasi masyarakat sangat diperlukan.
Kota Jakarta mau dibawa ke mana? Apakah Jakarta benar-benar ”ditinggalkan” dan kini bisa mencari jati diri baru pasca-pencanangan Ibu Kota Negara Nusantara?
Apakah kesempatan ini benar bisa menjadi peluang unik untuk Jakarta ”disegarkan” kembali luar dalam? Bagaimana dengan perannya di kawasan regional Asia Tenggara dan global Selatan termasuk dalam pencapaian target Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs)? Bagaimana dengan aset sumber daya manusia (SDM) dan infrastruktur metropolisnya, termasuk perangkat kebijakan dan pendanaan perkotaan yang sudah berskala kota dunia?
Juni 2022 ini Jakarta berumur 495 tahun dan sejalan melajunya proses pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan yang sudah berstatus hukum ini, sangatlah penting untuk arahan strategis dari kota Jakarta dikawal dengan baik.
Jati diri kota
Jati diri kota harus dimulai dengan kesadaran bahwa kita hanya bisa menampung beban kehidupan kota sebesar kemampuan lingkungan yang kita miliki. Tidak lebih dari itu!
Pemindahan peran pusat pemerintahan dari kinerja sentra ekonomi negara di Jakarta ini membuka peluang perubahan luar biasa. Pimpinan dan masyarakat kota Jakarta sekarang bisa memfokuskan penggerakan roda kebersamaan dengan muatan beban infrastruktur energi, air, transportasi, persampahan, dan pasokan makanan sehat yang lebih mendekati daya dukung lingkungannya. Dengan melepaskan status sebagai pusat pemerintahan negara, Jakarta mendapatkan hikmah pengurangan beban pelayanan, beban protokoler, dan pertahanan keamanan.
Pemindahan peran pusat pemerintahan dari kinerja sentra ekonomi negara di Jakarta ini membuka peluang perubahan luar biasa.
Potensi Jakarta juga didukung pengalaman mengelola birokrasi dan keamanan yang tetap terekam serta warisan budaya yang sangat kuat, baik benda maupun tak benda, antara lain prasarana, sarana, pranata kota yang cukup lengkap, aset dengan potensi daya guna ulang yang tinggi pula, warga kota berpendidikan tinggi, dan kelas ekonomi menengah yang terus berkembang, dan kompetensi sebagai pusat pendanaan.
Menguatnya kebijakan publik untuk kota layak huni (livable city) didukung oleh peran geopolitik semasa menjadi ibu kota dan inovasi lanskap properti juga menjadi modal kerja yang baik. Jakarta bisa memastikan diri bukan hanya sebagai pusat tetap administratif ASEAN, melainkan juga sebuah megalopolis global berwawasan lingkungan sebagai pusat seni budaya Nusantara dengan rangkulan Bhinneka Tunggal Ika. Potensi skala regional Jabodetabekpunjur pun bisa mengungguli kota dunia pesaingnya sebagai kota berbasis riset dan jasa.
Apa pun peran kota Jakarta ke depan, target pencapaian SDGs maupun target netral karbon di 2060 dan strategi pascapandemi akan mendesak pimpinan kota menghasilkan peranti kebijakan pencapaian target bersama dengan kawasan kota sekitarnya yang lebih efektif. Pengutamaan manusia dan ruang kota berwawasan lingkungan untuk pesepeda dan pejalan kaki yang kini sudah jadi karakter kota-kota dunia saja tidaklah cukup.
Dengan peran kota yang lebih mendukung, Jakarta bisa menjadi figur kota dunia yang tangguh, berkelanjutan, dan inklusif dengan kekuatan pemodalan pembangunan berwawasan keadilan sosial, baik dalam proses transformasinya maupun dalam kinerja ke depannya. Jakarta bisa menjadi kota yang nyaman, sehat, dan berkeadilan sosial untuk masyarakatnya. Hal ini bisa dilakukan apabila proses transformasi Jakarta juga mengikutsertakan komponen peningkatan kualitas edukasi publik terhadap manajemen ruang kota.
”Adaptive reuse” di skala kota
Langkah strategis apa yang diperlukan? Urgensi pertama, mengubah paradigma perkotaan untuk menjawab tantangan degradasi lingkungan, kerawanan bencana, ataupun rendahnya kinerja transportasi yang menyebabkan kemacetan. Kita butuh strategi perkotaan berbasis metrik dan kinerja yang terukur untuk pencapaian target berkelanjutan (sustainability), ketangguhan (resiliency), dan kelayakan huni (livability).
Pendekatan adaptive reuse di skala kota yang terukur memberikan peluang yang baik untuk merevitalisasi kota dengan lebih inklusif dan mendalam.
Strategi mengadaptasikan aset kota, termasuk bangunan, infrastruktur, dan ruang-ruang luarnya untuk fungsi yang lebih mendukung, bisa menekan angka pertumbuhan bangunan baru yang dalam jangka panjang bisa membantu menekan penyebaran kota (urban sprawl) dan dampak lingkungan dari tingginya kebutuhan energi dan limbah material tak terpakai.
Dengan adaptive reuse berskala kota, revitalisasi kota dengan mengonversi aset pemerintah pusat di Jakarta bisa jadi terobosan akupunktur kota (urban acupuncture) yang efektif pula. Penggunaan kembali bangunan dan fasilitas lainnya menjadi fasilitas budaya strategis, seperti gedung konser dan pusat pameran dan konvensi (MICE) bertaraf dunia menjadi peluang yang perlu dipertimbangkan.
Dengan adaptive reuse berskala kota, revitalisasi kota dengan mengonversi aset pemerintah pusat di Jakarta bisa jadi terobosan akupunktur kota ( urban acupuncture) yang efektif pula.
Pembentukan jejaring fasilitas pendukung pertumbuhan UMKM yang bersandingan dengan sarana dan prasarana pelatihan sains, teknologi, engineering, seni, dan matematika (STEAM) juga harus jadi pendorong utama dari pengembangan kompetensi SDM dan ekonomi masyarakat Jakarta dan sekitarnya. Efek positif di lingkaran luarnya menjadi potensi perubahan yang menjanjikan.
Terlepas dari berbagai pilihan yang baik, Jakarta tetap menghadapi isu kronis berlanjut, termasuk penurunan permukaan tanah, kenaikan permukaan laut, perubahan iklim, banjir musiman/kiriman, kemacetan lalu lintas kendaraan bermotor, pencemaran udara dan air.
Ruang hijau umum juga masih belum mencapai baku, pengolahan sampah masih tergantung pada lahan yang berada di luar batas administratif, energi masih bersumber dari bahan tak terbarukan, pasokan air bersih bersaluran kota praja, emisi buangan gas belum dapat diatasi, dan perusakan lingkungan.
Tiap isu yang berulang dan merutin ini menuntut penyelesaian menyeluruh yang berjangka dan lintas sektor yang membutuhkan koordinasi yang kuat di bawah naungan cetak biru rencana aksi yang terintegrasi. Model pengembangan yang sesuai konteks diri dan tantangan ke depannya serta komitmen ke infrastruktur kota berwawasan manusia dan lingkungan menjadi gerbang pembuka dari pendalaman yang diperlukan.
Peran ini bisa dilakukan dengan kerja sama erat antara pemerintah kota, pihak swasta, dan masyarakat melalui mekanisme yang lebih mendorong proses yang lebih transparan dan pengawalan kinerja transformasi yang lebih efektif.
Komponen strategis kota
Isu keadilan sosial jadi masalah mendasar dan urgen dari dampak perubahan iklim bumi, terutama untuk kelompok masyarakat rentan. Urgensi ini mengharuskan kita menolak model pengembangan kota Barat yang tak kompatibel dengan konteks Indonesia.
Kerangka pemikiran baru yang lebih berwawasan ekonomi, sosial, budaya, potensi diri, dan karakter lingkungan Indonesia sebagai negara kepulauan menjadi modal utama kita. Akselerasi revitalisasi kota yang dipandu komponen strategis yang terukur menjadi keharusan.
Pertama, seperti pembelajaran dari kota global Selatan lain, visi model pengembangan yang mengutamakan manusia dan ruang kota berwawasan lingkungan harus mengikutsertakan potensi pertumbuhan modul ekonomi kerakyatan untuk membangun masyarakat kota berkeadilan sosial. Ini termasuk inovasi ekonomi luar pasar modal dengan koperasi, modal sosial dan budaya sebagai penggerak, dan metode pengelolaan pendanaan perkotaan (urban financing) dengan pendekatan jejaring insentif.
Keadilan sosial bagi seluruh komponen masyarakat kotanya termasuk penduduk kampung kota dan pelaku UMKM harus didukung oleh tata guna lahan Jakarta yang lebih fleksibel dan juga oleh skema bagi manfaat dari investasi infrastruktur kota dan pengembangan kawasan ruang ekonomi termasuk pengembangan distribusi ruang terbuka kota.
Isu keadilan sosial jadi masalah mendasar dan urgen dari dampak perubahan iklim bumi, terutama untuk kelompok masyarakat rentan.
Kedua, infrastruktur hijau kota berwawasan manusia dan lingkungan harus jadi prioritas. Pengembangan akseleran pembangunan, seperti pengembangan sekitar titik transit (transit oriented development) yang berwawasan keadilan sosial dan pencapaian target netral karbon di 2060 terutama dengan pendekatan adaptive reuse di skala kota dan menghilangkan penggunaan bahan bakar fosil dengan berkomitmen pada moda transportasi perkotaan berbasis energi terbarukan, terutama sepeda motor listrik menjadi target yang mendesak dan riil.
Kelengkapan jejaring transportasi publik di skala masyarakat kecil dengan dukungan jejaring park and ride, akses ke jejaring air bersih dan pengolahannya, serta pengolahan limbah menjadi kewajiban kita semua. Komitmen pada infrastruktur hijau kota terutama melalui solusi berbasis alam (nature-based solution) ini akan menjadikan Jakarta setara kawasan kota dunia lain yang telah mendapatkan manfaat dukungan pendanaan berbasis strategi lingkungan maupun dari pasar properti yang terus terbukakan matanya terhadap manfaat kesehatan dan keselamatan yang sejalan dengan target keadilan sosial.
Baca juga Kemiskinan di Jakarta Kembali ke 15 Tahun Lalu
Baca juga Kualitas Udara Jakarta Tidak Sehat
Akhir kata, urgensi kita adalah pemikiran dan aksi strategis terhadap visi kota, komponen strategis di atas, dan terutama dalam penyusunan peta jalan Jakarta 2030 dan 2060 yang disertai kelenturan regulasi tata ruang, kelembagaan, dan perlindungan hukum setingkat undang-undang, serta gebrakan inovasi ekonomi dan pendanaan perkotaan.
Apalagi pada saat genting seperti ini, kita juga harus mau menyandarkan diri pada masukan dan kerja sama berkualitas dan tepat sasaran, bukan melihatnya sebagai penghalang. Kerja sama dengan lembaga riset perkotaan berwawasan akademis ataupun profesional serta masukan dari pakar seperti yang tergabung pada Tim Ahli Bangunan Gedung Bidang Arsitektur Perkotaan DKI Jakarta bisa jadi asupan yang mendukung aspirasi dan kinerja inisiatif revitalisasi kota.
Kebersamaan dalam kinerja transformasi, monitoring, evaluasi, dan terutama pengikutsertaan suara masyarakat yang lebih interaktif dan edukatif, akan sangat membantu mengawal Jakarta ke masa depan.
Astrid Sri Haryati,Perancang Kota, Mantan Asisten Wali Kota Chicago dan Wali Kota San Francisco, Anggota Tim Ahli Bangunan Gedung Arsitektur Perkotaan DKI Jakarta