Pemerintah dan DPR berencana mengesahkan RUU KUHP. Pengesahan RUU itu akan menjadi babak baru dalam sistem hukum pidana nasional.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Sudah 77 tahun bangsa ini merdeka. Namun, bangsa ini masih menggunakan KUHP peninggalan pemerintah kolonial Belanda. Sangat wajar dan dipahami jika setiap menteri kehakiman berkeinginan memperbarui sistem hukum pidana. Namun, masalah yang kerap muncul adalah corak pembahasan RUU KUHP yang cenderung elitis dan draf RUU KUHP yang cenderung tertutup.
Pada 2019, RUU KUHP hampir disahkan. Namun, tak diduga unjuk rasa mahasiswa meluas dan serentak menolak pengesahan RUU KUHP. Salah satu isu yang menonjol adalah isu intervensi negara dalam kehidupan privat warga negara selain isu-isu yang dikhawatirkan mengancam kebebasan sipil dan kebebasan berpendapat, serta mengancam demokrasi.
Bisa saja persepsi pengunjuk rasa itu tidak sepenuhnya tepat, tapi bukankah salah satunya terjadi karena kelemahan sosialisasi dari pembuat undang-undang?
RUU KUHP akan memayungi seluruh rakyat Indonesia. RUU KUHP bukan hanya milik elite politik, anggota DPR yang membahasnya, atau menteri yang membahasnya. Artinya, jangan tinggalkan publik untuk memberi masukan. Bukankah MK sudah mensyaratkan adanya partisipasi bermakna?
Partisipasi sepatutnya jangan diartikan sekadar sosialisasi via Zoom atau pembahasan terbuka di DPR yang bisa diakses via Youtube. Itu hanya mekanisme prosedural, terlebih pada saat kepercayaan publik pada partai politik dan DPR rendah.
Kita mendorong agar DPR dan pemerintah membuka seluruh draf RUU KUHP yang akan disahkan.
Kita mendorong pemerintah dan DPR berdialog terkait mengapa masih ada saja pasal-pasal yang dianggap publik bisa mengancam kebebasan berpendapat, bisa mengancam kebebasan sipil, bisa mengancam demokrasi?
Di era demokrasi dan tingkat kepercayaan publik pada parpol dan DPR yang rendah, janganlah RUU KUHP menjadi ajang akomodasi untuk kepentingan yang berkuasa. RUU KUHP hendaknya juga tetap menjamin kebebasan sipil dan memperkuat eksistensi masyarakat sipil.
Keseimbangan kepentingan antara masyarakat sipil dan negara perlu diseimbangkan. RUU KUHP hendaknya tetap bisa menjamin hak asasi manusia, mempertegas komitmen pemberantasan korupsi, dan bisa menjadi alat perekayasa sosial untuk mengantarkan Indonesia yang majemuk, Indonesia yang toleran, Indonesia yang adil dan sejahtera berlandaskan Pancasila.
Rakyat sejatinya adalah pemilik kedaulatan. Jangan tinggalkan mereka justru di saat representasi parpol dan DPR sedang bermasalah.