Hingga saat ini, salah satu nilai positif dari sistem NFT ini adalah gairah seniman untuk produktif berkarya dan bisa mengandalkannya di masa depan.
Oleh
Hizkia Subiyantoro
·5 menit baca
Seorang teman pengusaha start up tiba-tiba menghubungi saya dalam sebuah private meeting di sebuah warung kopi di Yogyakarta. Sebagai kolega lama yang jarang sekali berjumpa, saya kemudian menyambut baik hal tersebut. Pertemuan pertama langsung dibuka dengan presentasi yang berapi-api tentang NFT (non-fungible token) dan evolusi internet. Lewat sepak terjangnya sebagai seorang entrepreneur selama 15 tahun, dan presentasinya yang ciamik, singkat kata kami sepakat memulai sebuah start up bersama.
Intinya adalah ”menambang” kripto sebanyak mungkin dengan kombinasi kemampuan programming dan seni digital yang kami miliki. Hal yang membuat saya langsung menyetujuinya adalah pernyataan tentang endgame-nya, yakni kemajuan komunitas. Selanjutnya, kami merangkai roadmap untuk menghasilkan pundi-pundi kripto dengan cara-cara kreatif, dimulai dari game design untuk mendulang koin dengan aneka event menarik untuk disebar ke komunitas kripto.
Sayangnya, teman saya tidak cukup sabar untuk menunggu proses kreatif saya sebagai seorang seniman digital. Singkat kata, visi kami terputus karena perbedaan kecepatan dan cara pandang kreatif yang bagi saya membutuhkan inspirasi dengan kerja-kerja yang tidak repetitif.
Mukadimah di atas adalah perkenalan saya dengan NFT pada September 2021. Saya masih bisa merasakan bagaimana spirit NFT bisa menggugah seorang programmer dan pengusaha kawakan hingga antusias betul akan masa depan digital. Bayangkan, kelak strata sosial seseorang bisa diketahui hanya dengan sebuah avatar profile di media sosial (metaverse), tak peduli siapa pun orang tersebut di dunia nyata (universe). Tentu saja profile picture tersebut adalah avatar NFT dengan nilai tukar yang sangat tinggi dan diketahui oleh jaringan komunitas-komunitas kripto dan rekam jejak transaksi digitalnya tercatat rapi dalam sebuah sistem bernama blockchain.
Secara general, NFT adalah budaya yang lahir dari budaya internet (meta) dan berpotensi besar menjawab kebutuhan perseorangan atau komunitas dengan sistemnya yang P2P (peer-to-peer) tersebut. Tidak ada pihak ketiga dalam setiap transaksi, itu berarti tidak ada potongan dalam transaksinya. Kreator masih punya hak royalti pada IP (intellectual property) dalam setiap transaksi selanjutnya sesuai yang tertulis dalam smart contract-nya (token kripto ownership).
Sentralisasi tidak berlaku, diganti dengan verifikator sistem yang sering disebut block producer atau miner. Terpenting, teknologi blockchain bersifat open source dan berbadan hukum yayasan sehingga pemegang keputusannya bukan lagi CEO/founder, melainkan menjadi DAO (decentralized autonomous organisation) yang dijalankan oleh para miner.
Tentang open source, komunitas, dan desentralisasi tersebut tidak asing bagi saya selama 13 tahun ini membidani komunitas animasi berbasis software open source, Blender Army Indonesia. Kesamaan nilai antara NFT dan Open Source Software ada pada people power (communities). Ini adalah soal kontribusi membangun sebuah dunia bersama-sama tanpa adanya kecurangan, monopoli, untuk kemajuan bersama. Terdengar sempurna bukan?
Utopia dunia digital
Dengan sadar manusia secara umum mendamba sebuah dunia yang sempurna. Tidak ada perang, kemiskinan, dan keserakahan yang bisa merusak tatanan kehidupan. Dominasi kapital dan sistem tersentral sudah lama menguasai sistem keuangan dunia. Wacana untuk mengakhiri sistem tersebut sudah lama coba dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah munculnya cryptocurrency dengan bitcoin ketika krisis keuangan dunia melanda negara-negara besar di Amerika dan Eropa. Kisah panjang bitcoin dan kesuksesannya kemudian berkontribusi pada penemuan NFT sebagai sistem yang dinilai bisa menyelamatkan para kreator, terutama para seniman visual, musik, game, programmer, dan lain-lain.
Pergerakan NFT menjadi sangat pesat sejak pandemi Covid-19 berlangsung dua tahun ini. Bermunculan fenomena baru tentang penjualan karya seni yang fantastis di pasar kripto. Bukti-bukti digital memang demikian adanya, mengundang antusiasme para kreator, investor, dan kolektor. Seketika NFT dengan kesempurnaannya menjadi sebuah jawaban.
Tidak disangka, terhitung sejak awal Juni 2022, dua mata uang terbesar kripto, ETH (etherium) dan BTC (bitcoin), menurun sangat drastis. Penyebab utamanya, antara lain, para investor mengurangi eksposur pada aset yang berisiko. Kondisi ini masih terus bertahan hingga artikel ini ditulis pada Kamis (23/6/2022). Di mana nilai 1 ETH setara dengan 1.075,12 dollar AS atau sekitar Rp 15.930.319, sedangkan 1 BTC setara dengan 20.220 dollar AS atau sekitar Rp 299.917.194.
Bagi sebagian besar orang awam yang tidak mengerti benar sistem teknologi blockchain, bisa dimaklumi ketika mereka menyebut fenomena NFT ini dengan istilah too good to be true.
Disrupsi nilai
Nilai apa yang bisa dipelajari dari fenomena NFT di atas? Saya kemudian mengajak diskusi seniman NFT, kreator HotToys NFT @sipakne dan voXanimaXel @wizgrapxlab yang memilih platform seperti OpenSea dan NFT Polygon sebagai marketplace utamanya.
Ada dua irisan besar dunia NFT, yaitu Utilities dan Artist (seniman kripto), keduanya sama-sama mempunyai peluang dalam pasar NFT. Artist berfungsi sebagai kreator, sedangkan Utilities sebagai pemanfaat. Kedua irisan besar tersebut akan semakin sempurna jika mempunyai rarity (kelangkaan/unik) dan didukung oleh komunitas.
Dua kata terakhir adalah persoalan penting yang sering kali dinilai sangat subyektif oleh seniman kripto dan komunitas. Namun, sering kali pasar besar yang obyektif datang di luar ekspektasi yang dibayangkan. Beda tipis antara artistik (indah) dengan langka, bisa sangat signifikan dalam segi pasar yang mempunyai keunikan tersendiri dalam memilih dan menentukan seleranya. Nilai-nilai ”unik” itu sendiri kemudian diamini oleh para miner, dibantu oleh komunitas-komunitas yang mempunyai daya pengaruh besar.
Celakanya, menurut @sipakne dan @wizgrapxlab ada pula ”pemain gelap”, yaitu para flipper (calo) dan penimbun yang merusak pasar dengan politik ijonnya, hanya membeli dan mengumpulkan karya NFT yang dinilai akan menguntungkannya di masa tertentu, tanpa peduli dengan keberlanjutan pasar yang sehat di masa depan. Bagaimanapun, NFT masih butuh pembuktian diri melalui verifikasi general dengan kualitas komunitas yang sehat.
Begitu masifnya jumlah NFT saat ini, sedikit menyulitkan klarifikasi dan verifikasi dan tidak bisa menjamin keunikan dari suatu karya. Bisa saja ”kreator jadi-jadian” hanya mengeksploitasi NFT dari sudut keuntungan semata, dengan begitu bisa menjual satu barang NFT di berbagai platform sekaligus. Seniman kripto yang sungguh-sungguh mengeksplorasi ide dan karyanya ikut menuai respons buruk pasar yang kian hari kurang berani berinvestasi pada ranah NFT.
Hingga saat ini, salah satu nilai positif dari sistem NFT ini adalah gairah seniman untuk produktif berkarya dan bisa mengandalkannya di masa depan. Sekian lama para seniman dihantui dengan market dan industri kapital yang kurang berpihak kepada kreativitas. Waktu selayaknya bisa membuktikan NFT yang sedang hype ini menjadi terealisasi untuk kepentingan komunitas yang diimpikan selama ini.