Kualitas sumber daya manusia menjadi penentu daya saing utama bagi pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. Pemimpin besar yang akan memimpin Indonesia ke depan seyogianya memprioritaskan hal ini.
Oleh
SUKIDI
·4 menit baca
DOKUMENTASI
Sukidi
Hiruk-pikuk safari politik untuk Pemilu 2024 tidak disertai dengan pertukaran ide-ide besar untuk kemajuan Indonesia Raya. Padahal, masa depan Republik ini sedang dalam pertaruhan besar, tidak hanya dipicu ketidakpastian global, tetapi juga dihambat kekerdilan jiwa pemimpinnya sendiri seperti yang dirisaukan Mohammad Hatta dalam Demokrasi Kita (1960).
Agar menjadi negara bangsa modern yang besar, sesuai impian pendirinya, Indonesia harus dipimpin pemimpin besar dengan pikiran besar dan untuk kebesaran bangsanya. Pemimpin besar itu harus menjiwai kesadaran tentang arah bangsa ke depan dengan berkata jujur bahwa kita sedang dan akan mengalami masa-masa tersulit dalam kehidupan nasional.
Di tengah situasi yang tersulit pun, pemimpin besar itu tampil ke publik untuk memberikan keyakinan penuh kepada rakyatnya bahwa bangsa ini akan mampu keluar dari masa-masa tersulit jika seluruh elemen kekuatan bangsa bersatu padu dan bergotong royong dalam membangun Indonesia. Hal ini sesuai semangat yang digelorakan pendiri dan Proklamator RI, Soekarno, de samenbundeling van alle revolutionaire krachten in de natie (1963).
Dengan penyatuan komitmen dan tekad bersama, pemimpin besar itu berdiri di barisan terdepan dengan mempersembahkan ide dan pikiran besar untuk mengantarkan bangsanya menuju Indonesia Raya, seratus tahun Indonesia Emas 2045. Ide dan pikiran besar itu ia ucapkan, dengan disertai ketulusan dan keluhuran moral, sebagai kontrak sosial dengan rakyatnya bahwa cita-cita Indonesia Raya akan terealisasi melalui jalan investasi yang maksimal pada pembangunan kualitas sumber daya manusia.
Mengapa pemimpin besar itu lebih memilih investasi pada modal manusia (human capital) daripada modal fisik (physical capital) untuk kemajuan Indonesia Raya?
Falsafah kepemimpinan mikul duwur mengilhami pemimpin besar itu untuk memulai tradisi politik baru dengan memberikan apresiasi atas warisan para pendahulunya yang telah berinvestasi maksimal pada modal fisik, mulai dari jalan, jembatan, bandara, pelabuhan, sirkuit, bendungan, sampai infrastruktur lain, sehingga Indonesia diharapkan mampu mengatasi ketertinggalannya dari dunia maju dan negara lain di Asia Tenggara.
Ilustrasi. Suasana upacara wisuda di Universitas Jember, Sabtu (8/9/2018). Pendidikan merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Tanpa menafikan manfaat besar dalam berinvestasi pada modal fisik, pemimpin besar itu meyakinkan rakyatnya bahwa investasi maksimal pada modal fisik tanpa diiringi investasi yang maksimal pula pada modal manusia justru memperlemah kompetisi kualitas sumber daya manusia dalam rangka mempersiapkan generasi emas 2045. Dalam Human Capital Index yang dirilis Bank Dunia di berbagai tahun yang berbeda, kualitas sumber daya manusia Indonesia tertinggal jauh dengan dunia, bahkan dengan negara-negara Asia Tenggara sekalipun.
Inilah yang semestinya menjadi kerisauan mendalam para pemimpin karena kurangnya kebijakan mereka dalam berinvestasi pada pengembangan kualitas sumber daya manusia telah memperlemah daya saing warganya di Asia Tenggara dan dunia. Dunia juga menghadapi situasi yang dinamakan Jim Yong Kim dalam majalah yang sangat berpengaruh, Foreign Affairs (Juli/Agustus 2018), sebagai ”kesenjangan sumber daya manusia” (the human capital gap).
Kim kemudian memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar berinvestasi secara serius pada modal manusia karena ”pengabaian investasi pada pengembangan kualitas manusia dapat melemahkan secara dramatis daya saing suatu negara di dunia yang berubah dengan cepat, di mana ekonomi membutuhkan jumlah talenta-talenta [hebat] yang terus meningkat untuk mempertahankan pertumbuhan” (Kim, 2018: 92). Kualitas sumber daya manusia justru menjadi penentu daya saing utama bagi pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
Dalam konteks inilah, pemimpin besar yang akan memimpin Indonesia ke depan seyogianya memprioritaskan investasi secara maksimal pada pengembangan kualitas sumber daya manusia. Aspek ini sangat penting dan mendesak untuk mengatasi ketertinggalan bangsa ini, tetapi sering kali diabaikan begitu saja dan tanpa disadari urgensinya oleh para pemimpin kita.
Padahal, ”aspek kualitas manusia inilah”, menurut petuah bijak TP Rachmat (2022); ”yang akan menjadi penentu dan pembeda bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kebesaran bangsa [Indonesia]”. Dengan memprioritaskan kualitas sumber daya manusia sebagai faktor penentu dan pembeda bagi terwujudnya impian Indonesia Emas di tahun 2045, TP Rachmat mengajak kita semua mengambil peran aktif dan konstruktif dalam ikhtiar kolektif dan konsisten untuk mewujudkan ”pendidikan yang utuh dan menyeluruh, yang beyond brain”. Inilah model pendidikan yang menjadi pintu masuk untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.
Akhirnya, pemimpin besar itu harus menyadari bahwa pengembangan pada aspek kualitas manusia menjadi pilihan investasi terbaik dan terpenting untuk Indonesia Raya dalam jangka panjang dan selama-lamanya semata-mata diperuntukkan demi kemakmuran, kesejahteraan, dan kualitas hidup rakyatnya.