”Keindahan” Perang Rusia
Keindahan lukisan perang yang diciptakan para pelukis Rusia bukanlah refleksi dari kesukaan orang Rusia atas perang. Itu merupakan bentuk penghormatan kepada para tentara yang mempertaruhkan nyawa di medan perang.
Peperangan antara Rusia dan Ukraina yang berlangsung sejak Februari 2022 mengingatkan saya kepada dua kenalan saya, Alexey Bobrov dan Anatoly Kozlov. Mereka adalah staf Atase Kebudayaan Uni Soviet.
Dalam pertemuan pada rentang 1986 sampai 1989 itu kami selalu bertukar pikiran mengenai seni rupa, terutama seni lukis. Dalam percakapan yang terpisah mereka acap mengatakan hal yang sama: tema seni lukis yang paling sering dieksplorasi di Rusia (Uni Soviet) adalah ”perang”.
”Pelukis era klasik sampai pelukis muda Rusia selalu menggarap lukisan tentang perang di Rusia, dan menggubah potret para pahlawan Perang Rusia,” kata Kozlov.
Sementara Bobrov mengatakan, ”Dalam sejarah seni dunia, negeri yang paling banyak menghasilkan lukisan perang adalah Rusia.”
Ketika saya berisyarat kurang mempercayai omongannya, mereka lalu mengirimkan buku-buku seni lukis Rusia (Uni Soviet) sebagai bukti.
Ketika kami bertemu lagi, Kozlov dengan tersenyum mengatakan, ”Saudara Agus, selamat memasuki Perang Rusia.” Ah, saya sangat terkesan. Oleh karena itu, tulisan ini saya tujukan kepada Alexey Bobrov dan Anatoly Kozlov dengan ucapan pertanyaan, ”Bro, di manakah kalian sekarang?”
Baca juga: Gurat Senyum di Dinding-dinding Ukraina yang Terkoyak
Perang yang menginspirasi
Dari buku-buku itu saya memang menjadi tahu, betapa sejarah Rusia (yang kemudian jadi Uni Soviet, dan lantas jadi Rusia lagi), memang dipenuhi dengan kisah perang. Dan, kisah-kisah itu dengan sangat mendalam mengilhami para pelukis untuk mengabadikan. Lalu, ribuan lukisan ihwal tragedi dan viktori Perang Rusia muncul di kanvas dan kertas.
Sejarah Perang Rusia, lepas dari kisah miris dan babak-belurnya, memang menarik dilihat dan dibaca. Misalnya, perang yang terjadi pada 1904-1905. Syahdan kala itu Amerika, Inggris, dan Perancis mulai menatap tajam wilayah Asia Timur demi meluaskan jangkauan perdagangan. Hal ini menyebabkan Jepang—negara paling maju di kawasan Asia—begitu waswas. Oleh karena itu, Jepang berusaha mendahului dengan menguasai Korea dan China. Tujuan Barat dan Jepang sama, yakni untuk menghambat Rusia, yang diprediksi akan jadi negara sangat kuat di Asia.
Sejarah Perang Rusia, lepas dari kisah miris dan babak-belurnya, memang menarik dilihat dan dibaca.
Melihat gelagat itu, Rusia merasa terganggu, dan akhirnya pasang kuda-kuda. Karena Jepang menantang, pecahlah perang gila-gilaan. Sekitar 400.000 tentara Rusia bertempur habis-habisan. Namun, 47.387 tewas, sehingga Rusia pun menyatakan kalah, dan menandatangani Perjanjian Portsmouth.
Meski Rusia keok, puluhan pelukis Rusia mempresentasikan pertempuran ini dengan bangga. Manusia dalam kelindan keringat, mesiu, dan bayonet digambarkan dalam bahasa realisme yang apik. Sosok Tsar Nikolai II dan pemimpin perang Aleksey Kuropatkin sering jadi figur utama.
Sementara Stepan Makarov, laksamana laut yang gugur, diabadikan dalam monumen. Dan, lukisan potretnya dijadikan sebagai penghias kaleng rokok. Detik-detik tenggelamnya Petropavlovsk, kapal perang Makarov, juga mengilhami kanvas banyak seniman Rusia.
Beberapa tahun kemudian, rakyat Rusia memasuki ajang perang saudara, yang disebut Perang Sipil Rusia. Perang ini berlangsung tahun 1918 sampai 1922. Pertikaian tersulut ketika Rusia berusaha disatukan dalam RSFS (Republik Sosialis Federasi Soviet-Rusia) pada 1917.
Rakyat di sejumlah wilayah yang pro Tsar Nikolai II merasa tidak nyaman. Mereka lantas melawan RSFS dengan membentuk Tentara Putih. Untuk menahan pemberontakan ini, pemerintah RSFS membentuk subbatalyon yang disebut Tentara Merah. Peperangan Putih dan Merah pun berlangsung sengit!
Pertempuran semakin berdarah-darah karena Tentara Putih terang-terangan dibantu oleh Amerika Serikat, Perancis, Polandia, Inggris, Hongaria, Austria, Italia, dan Jepang. Tentara Merah akhirnya menang. Menarik, perang ini menghasilkan berbagai lukisan perih, yang dicipta oleh para seniman dari kedua belah pihak. Maklum, kedua-duanya juga Rusia.
Rusia memang tak henti-hentinya berperang. Beberapa kali Perang Krimea. Ikut dalam Perang Dunia I dan II. Yang tak dapat dilupakan, belasan kali perang dengan Turki, sejak tengah abad ke-16 sampai awal abad ke-20. Biasanya perang kedua negara ini berlangsung 2-5 tahun. Sepertinya mereka berhenti perang hanya lantaran mau bikin senjata lagi, untuk kemudian janjian perang lagi.
Menarik, perang ini menghasilkan berbagai lukisan perih, yang dicipta oleh para seniman dari kedua belah pihak. Maklum, kedua-duanya juga Rusia.
Jumlah lukisan Perang Rusia memang tak terhitung. Namun, berbagai buku dan aneka museum di Rusia (yang telah saya kunjungi) telah memilihkan demi fokusnya pengamatan sehingga kita akan gampang bertemu dengan karya Sergei Gerasimov (1886-1964) yang melukiskan proses penguburan seorang pejuang dalam peti mati rongsok. Atau dengan karya Gheliy Korzhev (1925-2012), yang menceritakan tewasnya pejuang pengibar krasnoye znamya (bendera panji merah Rusia (Uni Soviet)).
Atau, dengan seni grafik Diana Nodia (lahir 1931) yang secara artistik menggambarkan gemuruh semangat perempuan pejuang Rusia (Uni Soviet) di medan tempur. Juga dengan karya pedih Victor Vasnetsov (1848-1926), yang melukiskan kuburan pejuang berhias serakan kerangka manusia di permukaan tanah.
Pada bagian lain semua diingatkan kepada drawing emosional Anatoly Kokorin (1908-1987) yang tak henti membuka cerita penderitaan tentara di Perang Dunia II. Kokorin bahkan ikut menyusup ke dalam medan tempur. Kita juga diajak mengamati karya indah Kuzma Petrov-Vodkin (1878-1939) tentang gugurnya perajurit pengintai. Juga kepada karya Evsei Moiseyenko (1919-1988) yang dengan romantik melukis seregu tentara yang ”sudah cukup kenyang” meski hanya makan buah ceri.
Untuk mewadahi kegairahan menggarap kisah perang, sejumlah pelukis membuat kolaborasi. Grup Kukryniksy misalnya, yang terdiri dari Mikhail Vasilievich Kupriyanov, Porfiry Nikitich Krylov, dan Nikolai Alexandrovich Sokolov. Salah satu lukisan mereka yang legendaris adalah bercerita tentang pembantaian tentara Nazi di kota kecil Velikly Novgorod.
Adikarya sepanjang zaman
Di antara ribuan lukisan perang itu tentu ada beberapa yang harus diposisikan sebagai mahakarya, dan diangkat sebagai ikon lukisan Perang Rusia sepanjang masa. Salah satu dari dereten itu adalah karya maestro Rusia kelahiran Ukraina, Ilya Repin (1844-1930), ”Pejuang Zaporozhye Cossacks Menulis Surat Olok-olok Kepada Sultan Turki”. Lukisan ciptaan tahun 1880 sampai 1891 itu berukuran 208 x 358 sentimeter.
Lukisan indah ”milik Ukraina” ini sekarang terpajang di Museum Saint Petersburg, Rusia. Sementara yang di Museum Kharkiv, Ukraina, repainting-nya.
Zaporozhye Cossack adalah nama subsuku dari wilayah Kazaki Zaporizhia. Mereka hidup sebagai kuli dan pekerja rendahan di Polandia dan Lithuania. Namun, ketika Rusia terancam, mereka ternyata sanggup membentuk angkatan bersenjata yang bukan main kuatnya. Dan sebagai subsuku yang jagoan perang, mereka disebut-sebut memiliki selera budaya, seni, dan humor yang tinggi.
Lukisan ikonik lain adalah ”Pasukan Suvorov Melintasi Alpen” karya Vasily Surikov (1848-1916). Lukisan ini dibuat untuk mengenang Aleksandr Suvorov yang dilegendakan sebagai panglima terhebat Rusia dan Eropa pada abad ke-18. Suvorov adalah tentara berpangkat rendah yang berhasil jadi letnan kolonel. Berbagai peperangan besar dan rumit diselesaikan dengan kemenangan gemilang.
Baca juga: Perang di Ukraina Mencuri Perhatian di Venice Art Biennale
Dalam lukisan itu, keberanian Suvorov ditampilkan dengan menggetarkan. Dengan kuda putihnya ia memerintahkan pasukannya meluncur di gunung es Alpen. Pada lukisan lain, Suvorov digambarkan sedang menyaksikan persiapan pesta kemenangan perang di halaman Istana Tzar. Kuda putih tetap jadi tunggangannya. Surikov juga merekam sisi human interest: lelahnya Stepan Razin sang pemimpin perang, sehingga tertidur nyenyak di perahu yang berisi seregu perajurit.
Tetapi, dari semua lukisan Perang Rusia, yang paling seram dan brutal adalah karya Alexander Deineka (1899-1969), ”Pertahanan Sevastopol”. Lukisan ciptaan tahun 1942 ini hadir bak rekaman langsung pertempuran puputan tentara Rusia (Uni Soviet) melawan blok Poros Jerman (Jerman, Rumania, Italia, Kroasia) yang tiba-tiba menyerang. Peperangan ini berlangsung pada Oktober 1941 hingga Juli 1942.
Sevastofol adalah pelabuhan di Krimea yang dianggap sangat penting untuk pertahanan militer. Itu sebabnya yang tampak berdarah-darah dalam lukisan adalah para perajurit angkatan laut. Dalam pertempuran ugal-ugalan ini, Uni Soviet takluk. Namun demikian, para pelukis Rusia tak lupa menjunjung pemimpin perang Sevastopol dalam kanvasnya, seperti Ivan Fefimovich Petrov, Gordey Levchenko, dan Filipp Oktyabrsky. Semua dijunjung dalam lukisan potret yang gagah perwira!
Namun, apakah keindahan yang diciptakan oleh para pelukis Rusia itu merupakan refleksi dari kesukaan orang Rusia atas perang? Pelukis Kokorin tegas mengatakan tidak. Orang Rusia, seniman Rusia, dan tentu segenap pelukis Rusia sesungguhnya mencintai perdamaian.
”Mereka suka bersiap-siap perang, tetapi tidak menghendaki peperangan” sehingga keindahan yang ada dalam kanvas mereka adalah ”keindahan terpaksa”. Antusiasme pelukis Rusia hanyalah bentuk dari penghormatan kepada para tentara yang berdarah-darah dan mati di medan laga. ”Mereka memang harus dijunjung keindahan,” katanya.
Pikiran pelukis Surikov sejalan dengan ucapan Peter A. Kropotkin (1842-1921), rekan sezamannya yang ahli geografi dan filsuf. ”Jangan percaya kepada ucapan para penguasa tertinggi yang selalu mengidentikkan kata negara dengan kata perang sehingga membela negara sama dengan maju perang. Padahal, perang itu jelas kematian.”
Baca juga: Aliran Simpati ke Ukraina Lewat Pintu Seni
Sementara Grup Kukryniksy selalu memegang ucapan sastrawan Leo Tolstoy (1828-1910): ”Tema terbaik dari karya seni bukanlah berasal dari cerita tentang 'si baik melawan si buruk' seperti dalam dongeng perang. Tetapi justru dari kisah 'si baik versus si baik', seperti dalam dongeng filsafat.” Kukryniksy pun harus mengatakan bahwa keindahan dalam lukisan perangnya adalah ”keindahan ironis”.
Ujung kalam: akankah kebrutalan perang Rusia-Ukraina yang bikin dunia goyah itu juga terekam dalam lukisan-lukisan nan indah?
Agus Dermawan T, Kritikus Seni Rupa, Penulis Buku-buku Budaya dan Seni