Kehadiran SD ”rumah petak” AS ini tanpa izin operasional dari pemerintah ataupun izin warga sekitar.Diam-diam kegiatan SD bernama AS itu berlangsung sejak 2019, tetapi tak terlihat aktivitasnya karena daring.
Oleh
Ny Tuti
·3 menit baca
Begitu kasus Covid-19 mulai reda, tiba-tiba terpasang plang nama di ”rumah petak” di pinggiran Perumahan Bukit Nusa Indah, Serua, Ciputat, Tangerang Selatan. Menunjukkan ada sekolah dasar swasta ”baru” di sana.
Rupanya, diam-diam kegiatan sekolah dasar (SD) bernama AS itu berlangsung sejak 2019, tetapi tak terlihat aktivitasnya karena konon kegiatan berlangsung daring.
Kehadiran SD ”rumah petak” AS ini tanpa izin operasional dari pemerintah ataupun izin warga sekitar. Menurut pihak pengelola, saat ini baru ada delapan siswa: tiga pada 2019 dan lima (2021). Tahun 2020 tak ada yang mendaftar. Calon siswa dijaring dari TK/TB yang juga mereka kelola di rumah kontrakan di sebelahnya.
SD ”rumah petak” ini berada di atas lahan hanya sekitar 200 meter persegi! Persis di pertigaan Gang Bulak Anggrek yang sempit dan Jalan Kayumanis yang sebagian sudah diportal. Tentu saja kehadiran SD tak berizin alias ilegal ini sangat mengganggu kenyamanan warga sekitar.
Mumpung belum berkembang dan belum timbul gesekan dengan warga, kiranya Bapak Wali Kota Tangerang Selatan melalui Dinas Pendidikan Kota Tangsel menutup keberadaan sekolah yang beroperasi tanpa izin ini.
Selain melanggar Perda Kota Tangsel Nomor 4/2012 dan Peraturan Wali Kota Tangsel Nomor 29/2014, secara fisik juga diragukan memenuhi ketentuan Badan Standar Nasional Pendidikan terkait Standar (minimal) Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, sebagaimana diatur dalam Permendiknas No 24/2007. Juga, kasihan nasib (calon) peserta didik tentunya.
Tak kalah penting, apakah izin peruntukan bangunan ”rumah petak” tersebut jenis IMB-nya memang untuk lembaga pendidikan ataukah sebagai rumah tinggal? Atau malah belum ada IMB sama sekali?
Mohon Bapak Wali Kota Tangsel melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Tangsel menurunkan tim ke lapangan.
Ny TutiSerua, Ciputat, Tangerang Selatan
Lugas dan Kias
Ketika hujan deras mengguyur suatu kawasan, banyak warga yang terjebak hujan dan terpaksa menghentikan perjalanannnya dengan berteduh. Kompas/Hendra A Setyawan
Fariz Alnizar dalam artikel ”Terjebak Hujan” di rubrik Bahasa (Kompas, 25/4/2022) menyatakan keberatan terhadap frasa terjebak hujan dan terjebak macet. Ia rasional menjelaskan alasannya.
Kalau keberatan semacam itu ditujukan kepada artikel ilmiah-teknis di jurnal ilmiah, kita, saya setuju. Ada sejumlah kebiasaan yang sudah mendarah daging sehingga diterima sebagai syarat ragam ilmiah. Di antaranya ialah ”denotatif, jangan konotatif” atau ”lugas, jangan kias (majas)”. Ini demi kejelasan, yang diutamakan dalam ragam ilmiah.
Namun, dari contoh yang ia berikan, jelaslah bahwa frasa terjebak hujan atau terjebak macet itu merupakan bagian dari percakapan atau komunikasi sehari-hari. Karena itu, seharusnya frasa semacam terjebak macet kita terima sebagai frasa yang jelas dan baik.
Pesan pendek: ”Izin. Masih terjebak hujan.” pada hemat saya sudah disampaikan pengirimnya dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
”Izin. Masih terjebak hujan.” itu elipsis (bentuk tak lengkap) dari kalimat: ”Saya mohon izin akan datang terlambat sebab masih terjebak hujan”. Dalam kalimat majemuk ini, subyek dari klausa belakang (yang kedua) tidak disebut (lagi) karena sama dengan subyek dari klausa depan (yang pertama), yakni ”saya”.
Jadi, tidak ada kaidah tata bahasa yang dilanggar. Inilah arti ”benar” dalam ungkapan ”BI yang baik dan benar”.
Pesan pendek eliptik itu juga ”baik”, dalam arti sesuai forum atau konteks penggunaannya.
Kalau dalam laporan pertandingan sepak bola di koran atau di TV bahwa ”Setan Merah ditekuk Meriam London”, atau ”Macan Kemayoran dicukur gundul oleh Maung Bandung”, kita tidak akan salah mengira bahwa para pesepak bola kesebelasan Persija kepalanya dicukur sampai plontos oleh pemain Persib.
Kalau alasan keberatan Fariz karena pesan pendek itu tidak sesuai cita rasa kebahasaannya, kita bisa mengerti dan dapat menerimanya.