Tingkat kepuasan publik kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin dalam tren menurun. Hal itu tecermin dalam survei Litbang Kompas.
Survei Litbang Kompas dilakukan secara periodik. Dalam satu periode ada tren menanjak, pada periode lain ada tren menurun. Pada survei yang dirilis Kompas, 20 Juni 2022, dan pengambilan sampel dalam kurun waktu 26 Mei-4 Juni 2022, tingkat kepuasan publik total pada 67,1 persen. Kepuasan terhadap kelompok politik dan keamanan sebesar 73,1 persen, penegakan hukum 57,5 persen, perekonomian 50,5 persen, dan kesejahteraan sosial 73,4 persen. Pada survei sebelumnya, kepuasan total pada angka 73,9 persen.
Hasil survei opini publik bisa dijadikan cermin bagi pemerintah untuk memperhatikan sektor mana yang kepuasannya masih rendah dan harus ditingkatkan. Setiap ada tantangan selalu ada respons. Sektor ekonomi dan hukum adalah dua sektor yang perlu mendapatkan perhatian.
Meningkatnya harga-harga kebutuhan sehari-sehari serta penyediaan lapangan kerja perlu mendapatkan perhatian serius. Isu meningkatnya harga yang mengagetkan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan harus dicarikan jalan keluarnya. Begitu juga isu susahnya mendapatkan lapangan kerja menjadi isu ekonomi yang paling banyak dikeluhkan.
Baca juga: Kepuasan Publik Turun, Mahfud MD: Jadi Motivasi Tingkatkan Kinerja
Keterbatasan anggaran dan ketidakstabilan global akibat perang Rusia-Ukraina menciptakan ketidakpastian pada masa mendatang. Alokasi anggaran perlu dipertajam dan diarahkan untuk menopang daya beli masyarakat. Komunikasi politik pemerintah perlu mempertimbangkan empati pada rasa-perasaan publik.
Selain isu ekonomi, karut-marut dunia hukum perlu juga mendapatkan perhatian. Isu dunia hukum terkait dengan isu pemberantasan korupsi yang kian melemah, isu suap yang dinilai merajalela, dan isu kesamaan warga negara di muka hukum.
Secara sepintas, isu pembangunan hukum adalah isu pinggiran yang jarang disentuh elite negeri ini. Wujud dari pembangunan hukum dan budaya hukum memang tidak semegah pembangunan infrastruktur. Praktik dunia hukum seakan menjadi tanpa arah, tanpa pedoman. Padahal, konstitusi menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Selain isu ekonomi, karut-marut dunia hukum perlu juga mendapatkan perhatian.
Lembaga penegak seperti dibiarkan bergulat dengan masalahnya sendiri tanpa petunjuk dan arahan dari pemimpin. Lembaga produk reformasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang disegani dan selalu menjadi lembaga yang paling dipercaya publik kini berada di titik nadir. Tingkat kepuasan publik kepada KPK pada angka 57 persen. Amat menyedihkan!
Kita berharap pergantian menteri bisa menjawab ekspektasi publik. Urgensi perombakan kabinet bukankah semata-mata untuk menata koalisi, melainkan untuk menjawab tren penurunan kepuasan publik di sektor ekonomi dan sektor penegakan hukum. Komunikasi antarmenteri sekaligus ketua umum partai bisa dibaca publik sebagai adanya koalisi di dalam koalisi. Manuver mereka dibaca publik sedang bersaing di dalam kabinet untuk kepentingan politik mereka sendiri.