Waspadai Omicron Subvarian BA.4 dan BA.5
Kasus Omicron subvarian baru BA.4 dan BA.5 di Indonesia semakin bertambah. Jika masyarakat semakin abai dengan prokes—termasuk memakai masker dan menghindari kerumunan—bukan mustahil potensi BA.4 dan BA.5 akan meningkat.
Angka kasus Omicron subvarian baru BA.4 dan BA.5 di Indonesia semakin bertambah. Berdasarkan catatan dari pemerintah, ada delapan kasus subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 yang tersebar di Jakarta dan Bali.
Subvarian ini diyakini sangat efektif untuk menginfeksi ulang orang dengan infeksi sebelumnya dari BA.1 atau garis keturunan lainnya. Bahkan sejumlah kasus terjadi pada orang yang telah divaksinasi.
Mudah menular
Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 itu memiliki tipe mutasi yang sama dengan Delta. Subvarian ini mempunyai mutasi L452 yang juga ada di Delta, dan karena mutasi tersebut, membuat subvarian Omicron itu gampang sekali menyebar antarmanusia. Hal ini karena BA.4 dan BA.5 itu memiliki mutasi yang dimiliki juga oleh varian Delta, yaitu L452. Mutasi ini membuat BA.4 dan BA.5 gampang menginfeksi bukan hanya yang belum mendapat vaksin sama sekali.
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) tengah memantau perkembangan kedua varian ini di beberapa negara. WHO juga menyebutkan, varian BA.5 dan BA.4 tidak lebih parah atau lebih menular dibandingkan subvarian sebelumnya. Walau demikian, Direktur Kedaruratan WHO memperingatkan bahwa saat virus korona terus bermutasi, maka tidak bisa diabaikan. Pasalnya, mutasi itu masih berpotensi meningkatkan kasus infeksi.
Untungnya, gelombang itu tak sebesar gelombang sebelumnya. Juga angka kematian tidak meningkat tajam.
WHO juga menyebutkan, varian BA.5 dan BA.4 tidak lebih parah atau lebih menular dibandingkan subvarian sebelumnya.
Pada bulan April dan Mei lalu, subvarian BA.4 dan BA.5 memang memicu lonjakan kasus di Afrika Selatan meskipun sudah ada kekebalan terhadap virus yang sudah ada sebelumnya. Namun, gelombang tersebut tak sebesar sebelumnya dan kematian tidak meningkat tajam.
Kini, pemerintah tengah memantau subvarian baru ini. Munculnya subvarian BA.4 dan BA.5 menunjukkan bahwa Covid-19 belum hilang dari Bumi. Di tengah kelonggaran protokol kesehatan (prokes), Covid-19 bisa sewaktu-waktu menyerang.
Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 dilaporkan sudah masuk di Indonesia. Kasusnya telah bertambah menjadi delapan orang. Selain di Bali, subvarian ini juga telah ditemukan di Jakarta. Subvarian ini kemungkinan lebih cepat menyebar dibandingkan Omicron sebelumnya. Namun, tingkat keparahannya tak seberat Omicron yang sebelumnya. Dilihat dari positivity rate, masih relatif rendah, yakni di angka 1,15 persen. Sementara menurut standar WHO, ambang batas positivity rate parah jika 5 persen.
Tanda-tanda Omicron BA.4 dan BA.5 penting diketahui masyarakat. Pasalnya, varian ini disebut-sebut menjadi pemicu kembali meningkatnya angka kasus Covid-19 di Indonesia. Perlu diwaspadai jika akhir-akhir ini terjadi kenaikan dari kasus, kemungkinan disebabkan oleh varian baru tersebut.
Varian terbaru dari virus korona ini tidak menyebabkan gejala yang parah meskipun menyebar dengan cepat. Tanda-tandanya mirip varian virus korona lainnya. Yang paling umum antara lain demam, batuk, kelelahan, serta hilangnya penciuman dan rasa. Kelelahan dan pusing merupakan beberapa gejala awal, diikuti oleh sakit kepala, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan demam.
Akan tetapi, gejala paling umum dari virus korona, seperti hilangnya penciuman dan rasa, jarang dilaporkan pada orang yang terkena varian Omicron baru. Beberapa tanda-tanda gastrointestinal lain ialah diare, mual, muntah, dan sakit perut.
Baca juga: Transmisi Lokal Subvarian Baru Omicron Terdeteksi, Masyarakat Diminta Waspada
Subvarian BA.4 dan BA.5 bermutasi pada spike protein. Mutasi ini disebut juga L452R, yang sebelumnya ditemukan pada variant of concern (VoC), seperti Delta, Epsilon, dan Lambda. Keduanya membawa mutasi di spike protein dari virus yang cukup mematikan, dalam artian fatal.
Di samping itu, BA.4 dan BA.5 juga memiliki angka reproduksi lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa BA.4 dan BA.5 lebih mudah menginfeksi dan berkembang. Selain itu, BA.4 dan BA.5 memiliki kemampuan menghindari imunitas. Baik imunitas yang terbentuk melalui vaksinasi maupun terinfeksi secara alamiah. Karena itu, tak heran, penderita yang dijumpai sudah divaksinasi sebelumnya.
Bahkan ada yang sudah mendapat vaksinasi ketiga atau booster. Jadi salah besar mengatakan BA.4 dan BA.5 bisa kita abaikan meski kita sudah memiliki modal imunitas yang baik.
Hal lain yang perlu diketahui adalah bahwa subvarian BA.4 dan BA.5 ini ternyata punya kemampuan re-infeksi.
Mematuhi prokes
Sejauh ini kasus yang ditemukan ialah orang dewasa. Kementerian Kesehatan berupaya meningkatkan jumlah testing dan pelacakan (tracing) Covid-19. Perlu dilakukan pengetatan terhadap acara atau event berskala internasional, dengan melibatkan dinas kesehatan ataupun pemerintah daerah, di lokasi acara, lewat pemberian fasilitasi tracing dan testing bila ditemui hasil PCR positif.
Hal lain yang perlu diketahui adalah bahwa subvarian BA.4 dan BA.5 ini ternyata mempunyai kemampuan re-infeksi. Kemampuan itu memungkinkan seseorang yang pernah kena Omicron, tak cukup terlindungi dari ancaman BA.4 dan BA.5.
Selain itu, terdapat efek dari kesamaan mutasi yang dimiliki Delta ataupun BA.4 dan BA.5. Individu yang pernah kena Delta dan sudah divaksin tiga dosis jauh lebih terlindungi dari BA.4 dan BA.5, tetapi harus waspada dan tidak boleh lengah.
Baca juga: Subvarian Baru Omicron Teridentifikasi, Perketat Kembali Protokol Pengendalian Covid-19
Walau saat ini ada kenaikan kasus, kita tidak perlu panik. Selalu patuhi prokes, khususnya terhadap Covid-19. Untung gejalanya, ringan, bahkan tak ada gejala. Jika muncul gejala, dianjurkan isolasi mandiri.
Jika masyarakat terus semakin abai dengan prokes—termasuk memakai masker, mencuci tangan, dan menghindari kerumunan—bukan mustahil potensi BA.4 dan BA.5 akan meningkat. Demikian pula jika tidak melengkapi dosis vaksin atau menambahkan dosis ketiga, gelombang baru Covid-19 ini di beberapa minggu atau bulan ke depan akan melonjak.
Anies, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.