Meneguhkan Profesi Guru
Tata kelola guru masih karut-marut. Untuk mengatasi hal ini, perlu terobosan yang tidak linear, yang cepat, dan progresif sebagai upaya untuk terus meneguhkan profesi guru.
Profesi guru tidak pernah mati. Setidaknya itu terbukti ketika pandemi Covid-19 menghantam dunia pendidikan kita. Saat jutaan pelajar belajar dari rumah selama lebih kurang dua tahun, mereka merindukan sekolah dan guru.
Terekam dari berbagai survei, para orangtua dan pelajar masih membutuhkan sekolah dan guru. Canggihnya teknologi yang digunakan dalam dunia pendidikan saat pembelajaran jarak jauh berlangsung tidak akan pernah menggantikan peran guru yang sangat penting dalam melaksanakan pembelajaran di kelas dan membimbing peserta didik di sekolah.
Namun, kedudukan guru sebagai profesi masih belum setara dibandingkan profesi lain yang lebih ”bergengsi” di masyarakat meskipun kesejahteraan guru kini sudah sedikit lebih baik dengan adanya tunjangan profesi guru (TPG). Dengan adanya TPG yang dibayarkan sebesar satu kali gaji pokok untuk guru berstatus aparatur sipil negara (ASN) dan sebesar Rp 1,5 juta untuk guru non-ASN yang belum inpassing, membuat minat anak bangsa untuk menjadi guru cukup tinggi. Namun, profesi guru masih harus terus diperteguhkan agar diminati anak didik yang memiliki kemampuan akademik terbaik dan berkarakter yang menjadi teladan.
Baca juga: Guru, Riwayatmu Kini
Setelah era pandemi Covid-19 berakhir, peran profesi guru perlu kembali diperteguh dan diperkuat kedudukannya karena guru adalah kunci terpenting dalam melakukan transformasi pendidikan. Sehebat apa pun kebijakan yang dilakukan dalam dunia pendidikan apabila tidak melibatkan dan menyentuh tata kelola guru, maka kebijakan itu tidak akan berjalan efektif, efisien, dan berkelanjutan.
Persoalan mendasar dalam kompleksitas permasalahan pendidikan selama beberapa dekade terjadi karena pengambil kebijakan kurang fokus dalam menyelesaikan permasalahan tata kelola guru dari hulu hingga hilir. Peran guru seolah direduksi dengan maraknya berbagai kebijakan pendidikan yang oversimplifikasi, tidak selalu mendengar dan melibatkan guru, akibatnya kebijakan yang dibuat tidak menyentuh akar permasalahan yang membelit guru.
Peran guru seolah direduksi dengan maraknya berbagai kebijakan pendidikan yang oversimplifikasi, tidak selalu mendengar dan melibatkan guru.
Permasalahan apa yang sebenarnya membelit guru?
Menurut penulis, tiga akar masalah yang perlu diselesaikan pemerintah secara komprehensif adalah kompetensi, perlindungan, dan kesejahteraan. Tiga masalah itu perlu diselesaikan dengan desain pengembangan jangka panjang, sistematis, terukur, dan berkesinambungan terlepas dari kepentingan politis dalam bentuk apa pun.
Permasalahan dalam tata kelola profesi guru tidak dapat diselesaikan hanya dengan program-program populis jangka pendek. Seharusnya, berkali-kali ganti menteri, desain pengembangan tata kelola profesi guru harus terus berlanjut berkesinambungan hingga menjadi profesi yang berwibawa, bermartabat, dan diidamkan oleh anak-anak muda cerdas dan berkarakter yang ingin mendedikasikan hidupnya dalam lapangan pendidikan.
Perekrutan guru
Dalam mencetak guru yang mumpuni dan siap mendedikasikan dirinya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tentu memerlukan tahapan-tahapan. Tahapan pertama, bagaimana melakukan transformasi Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam menyiapkan lulusan LPTK dan non-LPTK yang berminat dan siap menjadi guru?
Regulasi saat ini membolehkan bahwa calon guru direkrut selain dari LPTK juga dari lulusan non-LPTK. Lulusan LPTK yang idealnya sejak awal sudah berniat dan memantapkan diri menjadi guru harus melalui proses pendidikan yang terjaga kualitasnya dan dapat dipertanggungjawabkan.
Perlu penataan serius dalam menjaga kualitas LPTK agar dapat mempersempit disparitas mutu pendidikan antar-LPTK. Sebagai lembaga pendidikan yang menyiapkan calon guru, maka penyederhanaan lembaga dan transformasi LPTK yang berkualitas sangat diperlukan agar menghasilkan mutu guru yang baik.
Baca juga: Pelatihan dan Otonomi Guru Menjadi Kunci
Sebaiknya dimunculkan LPTK unggulan di setiap provinsi yang membuka program ikatan dinas berasrama bagi anak-anak muda cerdas, berkarakter baik, kreatif, dan inovatif yang berminat menjadi guru dan bersedia ditempatkan di daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan guru setiap tahun. Calon guru yang direkrut dapat dibiayai dengan beasiswa pemerintah daerah untuk selanjutnya dididik dengan pola asrama agar memudahkan dalam pembinaan karakter, keteladanan, penanaman ideologi kebangsaan, dan pemupukan jiwa korsa.
Pelatihan guru berjenjang dan berkelanjutan
Selama ini, pelatihan guru kurang dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan. Ada guru yang bertahun-tahun bahkan hingga pensiun jarang tersentuh pelatihan yang sesuai untuk pengembangan profesinya. Sebaliknya, ada guru yang terus-menerus diundang untuk mendapatkan pelatihan secara rutin bertahun-tahun lamanya.
Program pelatihan jangka pendek yang diluncurkan seringkali tidak sesuai kebutuhan guru dan tidak menyentuh semua lapisan guru. Dalam hal ini, pemerintah dan pemerintah daerah perlu mempercayakan dan berkolaborasi dengan para mitra strategis seperti organisasi profesi guru, LPTK, dan komunitas KKG/MGMP.
Kebijakan Merdeka Belajar yang telah diluncurkan dalam belasan episode diharapkan dapat mengisi ruang kekosongan dalam melatih para guru setelah dididik di LPTK. Melalui program organisasi penggerak, sekolah penggerak, dan guru penggerak, diharapkan dapat menggali banyak inovasi dan praktik terbaik dari para guru di lapangan untuk disebarluaskan kepada para guru lain. Praktiknya, tidak semua guru mengikuti program penggerak yang diluncurkan pemerintah beberapa tahun terakhir ini.
Sebaiknya, pemerintah membuat desain pengembangan pelatihan yang berkelanjutan yang akan ditempuh setiap guru selepas dari LPTK.
Seharusnya pemerintah dalam membuat desain pelatihan guru melibatkan KKG/MGMP dan organisasi profesi guru seperti PGRI yang telah memiliki infrastruktur jaringan di seluruh Tanah Air hingga tingkat akar rumput. Dengan pendekatan pola pelatihan ini, maka akan menyentuh semua guru dengan unit biaya yang lebih rendah. Pendampingan untuk para guru sebagai tindak lanjut hasil pelatihan dapat dilakukan dengan memperkuat peran dan fungsi pengawas pembina dan kepala satuan pendidikan.
Dengan program penggerak yang tidak terintegrasi dan tersistem dalam sebuah pelatihan berkelanjutan berjenjang sesuai kebutuhan guru di lapangan seperti saat ini, maka dikhawatirkan di masa datang program ini dapat terhenti begitu saja selepas bergantinya pengambil kebijakan pendidikan.
Sebaiknya, pemerintah membuat desain pengembangan pelatihan yang berkelanjutan yang akan ditempuh setiap guru selepas dari LPTK dan memangku jabatan dari mulai guru pertama, muda, madya, dan utama. Setiap jenjang jabatan guru ini sudah dirancang bentuk pelatihan apa yang akan diberikan dan dijalani setiap guru hingga akhir jabatannya.
Perlindungan dan kesejahteraan guru
Sistem pendidikan yang ada saat ini dianggap lebih menekankan pada kenyamanan dan keistimewaan jangka pendek dibandingkan keberlangsungan jangka panjang. Menurut UNESCO (2021), sistem pendidikan terdahulu terlalu menekankan pada nilai keberhasilan individu, pembangunan ekonomi dan persaingan nasional, dan mengorbankan kebersamaan, pemahaman saling ketergantungan antarmanusia, serta kepedulian ke sesama dan bumi. Pendidikan arah baru harus menjamin solidaritas, welas asih, etika, dan empati tertanam dalam desain kegiatan belajar (Kompas, 22 April 2022).
Kritik komisi masa depan pendidikan UNESCO pada sistem pendidikan lama perlu direnungkan secara mendalam. Pada dasarnya, sistem pendidikan yang dianut seluruh dunia, termasuk Indonesia, menganut nilai-nilai lama yang mungkin sesuai di zamannya. Dalam mengubah dan mengarahkan pada nilai-nilai baru, peran guru sangat penting karena guru merupakan aktor utama dalam sistem pendidikan.
Kritik komisi masa depan pendidikan UNESCO pada sistem pendidikan lama perlu direnungkan secara mendalam.
Dalam melaksanakan tugas profesinya, guru perlu dilindungi. Faktanya, beberapa kasus hukum dialami para guru di sejumlah daerah yang membuat guru merasa kurang aman, nyaman, dan terlindungi dalam menjalankan tugas profesinya.
Selama ini, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menjadi sandaran utama para guru dalam menghadapi kasus hukum saat menjalani tugas profesinya. Dengan adanya perlindungan dan bantuan hukum yang konsisten dilakukan PGRI, para guru merasa tidak merasa sendirian apabila tersandung kasus hukum. Nota kesepahaman antara PGRI dan Polri terus diperbaharui agar celah-celah kosong yang dirasa masih ada dapat ditutupi dalam mengupayakan perlindungan terhadap guru saat menjalankan tugas profesionalnya.
Saat ini kebijakan Merdeka Belajar pemerintah menuntut guru yang melayani dan berpihak kepada kepentingan peserta didik. Dalam menghadapi tatanan nilai baru dalam pendidikan, guru dituntut mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Tugas mahaberat guru tersebut tidak dapat dilakukan sendiri. Sebagai bagian dari sistem pendidikan, guru membutuhkan elemen subsistem yang mendukung kerja profesionalnya, terutama dalam hal perlindungan dan peningkatan kesejahteraan.
Fakta di lapangan, status dan kesejahteraan guru masih memerlukan perhatian serius. Sekitar 1 juta guru dalam jabatan yang masih menunggu kepastian kejelasan status kepegawaian ASN dan belum mendapatkan kesempatan mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG).
Baca juga: ”Quo Vadis” Tunjangan Profesi Guru?
Karena keterbatasan anggaran, maka para guru masih harus bersabar antre menunggu untuk mengisi kuota yang berhak mengikuti PPG sebagai syarat mendapatkan sertifikat pendidik dan selanjutnya berhak atas TPG. Sementara itu, puluhan ribu guru akan memasuki usia pensiun setiap tahun dan pemerintah daerah tidak diperbolehkan lagi mengangkat tenaga honorer guru berdasarkan regulasi yang diatur dalam PP No 48/2005.
Proses alamiah berkurangnya guru ini akan semakin menambah panjang antrean masalah dalam tata kelola guru yang mendesak untuk diatasi. Perlu terobosan yang tidak linear, yang cepat, dan progresif untuk mengatasi karut-marut tata kelola guru ini sebagai upaya untuk terus meneguhkan profesi guru. Yakinlah, semakin suatu bangsa itu meneguhkan profesi guru, maka kemajuan bangsa itu akan cepat tercapai.
Catur Nurrochman Oktavian, Guru SMP Negeri 1 Kemang; Wakil Ketua Dewan Eksekutif APKS Pengurus Besar PGRI