Merencanakan dana untuk ibadah haji memang membutuhkan tekad dan kedisiplinan yang kuat. Berutang untuk biaya haji juga tidak disarankan. Berikut sejumlah langkah finansial untuk merencanakan perjalanan haji.
Oleh
PRITA HAPSARI GHOZIE
·4 menit baca
Bagi umat Islam, perjalanan ibadah haji adalah sebuah tujuan keuangan utama yang perlu jadi prioritas. Menurut para ulama fikih, ibadah haji wajib hukumnya bagi setiap Muslim yang mempunyai kemampuan biaya, fisik, dan waktu. Hal itu sesuai dengan ayat dalam Al Quran: ”Dan Allah mewajibkan atas manusia haji ke Baitullah, bagi orang yang mampu mengerjakannya” (QS Al-Imran: 97). Dengan demikian, apabila sudah memiliki kemampuan, umat Islam harus berupaya merencanakan tujuan ini, termasuk urusan keuangannya.
Saya tidak akan membahas pengertian mampu karena setiap keluarga memiliki paham dan nilai yang berbeda-beda. Namun, dalam hal yang diajarkan dalam rumah tangga saya, mampu bisa berarti sudah mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup, seperti sandang, pangan, dan papan. Dengan demikian, prioritas liburan ke Amerika Serikat, misalnya, seharusnya lebih rendah dibandingkan tujuan untuk berhaji.
Saat masih remaja dulu, saya beranggapan bahwa ibadah haji baru akan dilaksanakan saat usia sudah lanjut. Namun, bersyukur pemikiran tersebut berubah di usia 30 tahun. Saya dan pasangan pun mulai merencanakan perjalanan ibadah haji. Pada akhirnya kami berkesempatan melaksanakan ibadah haji di usia ke-34 tahun. Persiapannya bukan hanya ilmu agama, melainkan juga fisik, mental, dan finansial. Ada beberapa langkah finansial yang dapat dilakukan apabila para pembaca Kompas juga ingin merencanakan perjalanan ibadah haji.
Pertama, menetapkan tujuan untuk berhaji. Waktu kegiatan yang dilakukan jemaah ketika melaksanakan ibadah haji adalah waktu haji atau biasa disebut sebagai musim haji. Hal ini berbeda dengan umrah yang bisa dilaksanakan kapan saja atau tak terbatas dengan waktu.
Oleh sebab itu, kunci utama dalam perencanaan adalah memiliki target tahun berapa akan melaksanakan haji. Berikutnya, menentukan jenis layanan haji, biasa atau haji plus. Pada tahun 2022, pemerintah menetapkan ongkos naik haji sebesar Rp 39,8 juta per orang. Ongkos itu naik setelah beberapa tahun sebelumnya tertahan di kisaran Rp 31 juta hingga Rp 38 juta per orang.
Kedua, menghitung kebutuhan dana haji. Pahami bahwa komponen biaya perjalanan ibadah haji terdiri atas beberapa pos. Pos wajib adalah persiapan yang terdiri dari Biaya Pendaftaran Ibadah Haji (BPIH), biaya yayasan, pembuatan paspor (jika tidak ada), dan biaya pemeriksaan kesehatan.
Selain itu, ada biaya pakaian dan perlengkapan ibadah. Pos kebutuhan adalah biaya perjalanan selama ibadah haji yang terdiri dari tambahan biaya konsumsi, biaya komunikasi perangkat telepon dan paket data, serta transportasi tambahan. Sementara pos keinginan adalah biaya syukuran dan biaya oleh-oleh ke Indonesia.
Kemungkinan membayar dam atau biaya denda juga disarankan untuk dihitung jika ada pelaksanaan yang tidak sesuai rukun serta dana darurat selama di Tanah Suci. Jumlah keseluruhan kebutuhan dana haji reguler bisa mencapai Rp 50 juta per orang.
Ketiga, merencanakan alokasi dana untuk pembayaran BPIH Tahap 1. Target pendaftaran sebaiknya diupayakan secepatnya karena hal ini yang akan menentukan nomor porsi kuota haji seseorang dengan estimasi tahun keberangkatan. Saat ini, daftar tunggu haji reguler untuk berbagai wilayah embarkasi di Indonesia bisa bervariasi, tetapi perkembangan terakhir bahkan ada yang mencapai 55 tahun!
Untuk mengejar BPIH Tahap 1, yang sejumlah Rp 25 juta, sangat disarankan untuk mulai mengalokasikan gaji ke kantong ”Dana Haji” terpisah. Alternatif asetnya dapat menggunakan tabungan haji biasa atau produk reksa dana pasar uang syariah dan emas.
Contoh ilustrasi menabung dan berinvestasi bagi calon jemaah haji seperti berikut. Misalkan, seseorang mengejar target dana untuk mendaftar haji reguler dua tahun lagi sebesar Rp 25 juta. Guna mencapainya, apabila calon jemaah haji menabung di tabungan biasa dengan potensi imbal hasil 2 persen per tahun, dibutuhkan setoran dana Rp 1 jutaan setiap bulan. Namun, jika calon jemaah haji memilih untuk berinvestasi di reksa dana pasar uang syariah atau tabungan emas dengan potensi imbal hasil 6 persen per tahun, dibutuhkan setoran dana Rp 970.000 setiap bulan.
Berbeda lagi cerita untuk seorang fresh graduate usia 22 tahun yang mungkin ingin mulai berinvestasi untuk dana haji delapan tahun lagi. Semisal anak muda yang rajin berinvestasi saham atau reksa dana saham dan berharap rata-rata imbal hasil 15 persen per tahun, ia cukup berinvestasi Rp 135.000 per bulan.
Setoran dana ini sebaiknya diambil dari gaji bulanan. Apabila ada rezeki lebih, alangkah baiknya dilakukan setoran tambahan untuk mempercepat tercapainya target BPIH Tahap I. Setelah itu lanjut terus agar seluruh dana untuk pelunasan terkumpul. Sembari menunggu waktu keberangkatan, dana dapat disimpan dalam bentuk reksa dana pasar uang dan logam mulia.
Merencanakan dana untuk ibadah haji memang membutuhkan tekad dan kedisiplinan yang kuat. Namun, pahami juga bahwa memaksakan diri maupun nafsu sebaiknya dijauhkan dari perencanaan. Opini pribadi saya adalah berutang untuk biaya haji juga tidak disarankan mengingat perintah-Nya adalah berhaji bilamana mampu. Marilah berupaya untuk memampukan diri dengan baik agar dapat mengatur keuangan serta investasi untuk mewujudkan tujuan keuangan ini. Live a Beautiful Life!