Para CEO Perusahaan Teknologi Mengundurkan Diri
Semakin banyak CEO perusahaan teknologi yang mengundurkan diri. Mengapa para pemimpin ini meninggalkan perusahaan mereka?
Kita baru saja mendapat kabar CEO Gojek Kevin Aluwi mengundurkan diri dari jabatannya. Tak ada alasan yang jelas mengenai pengunduran diri ini. Orang pun kemudian membuat rumor.
Sebenarnya tidak aneh. Setiap pengunduran diri pimpinan tertinggi di sebuah perusahaan selalu membuat tanda tanya. Tidak hanya itu, bahkan sampai ada kajian di kalangan peneliti tentang alasan pengunduran diri para pimpinan puncak itu.
Selama pandemi, sejumlah CEO mengumumkan mengundurkan diri. Mereka adalah CEO Twitter Jack Dorsey, CEO Amazon Jeff Bezos, CEO Disney Bob Iger, dan lain-lain. Dalam hitungan seorang pengamat, jumlah CEO di Amerika Serikat yang mengundurkan diri pada triwulan keempat tahun lalu meningkat 16 persen dibandingkan dengan masa yang sama pada tahun 2020. Kenaikan yang signifikan.
Beberapa hari lalu COO Meta Sheryl Sandberg juga mengundurkan diri. Meski bukan CEO, Sandberg boleh dibilang pimpinan puncak perusahaan itu setelah Mark Zuckerberg.
Laporan CNBC yang mengutip perusahaan penempatan eksekutif Challenger Gray & Christmas menyebutkan, pada bulan Desember tahun lalu sebanyak 106 CEO meninggalkan jabatan mereka. Pada bulan Oktober lembaga itu mencatat bahwa 142 CEO meninggalkan perusahaan. Bulan Oktober tersebut adalah bulan tertinggi kedua dalam catatan pengunduran diri CEO.
Dalam catatan mereka, bulan tertinggi CEO mengundurkan diri adalah bulan Januari. Ternyata memang benar, pada triwulan pertama tahun ini jumlah CEO yang mengundurkan diri naik 56 persen dibanding masa yang sama tahun lalu.
Para pengamat mengatakan, jika tren historis benar, perusahaan perlu bersiap menghadapi gelombang kepergian para CEO setelah itu. Pengunduran diri CEO menjadi topik yang hangat. Ada yang menyebut beberapa CEO ikut dalam pengunduran diri massal (great resignation) yang dilakukan oleh jutaan karyawan. Entah angin apa yang akhirnya menghinggapi para pemimpin puncak itu hingga ikut mengundurkan diri. Hanya saja ini semua masih dugaan.
Kondisi yang berat setelah pandemi, yaitu ekonomi yang terancam resesi, disebut sebagai salah satu alasan. Mereka tidak sempat untuk istirahat sejenak setelah pandemi mereda. Para eksekutif puncak itu harus kembali menghadapi masalah yang tidak ringan seperti inflasi yang tinggi, harga pangan yang mahal, harga energi yang melonjak, dan lain-lain. Selama hampir tiga tahun berturut-turut mereka harus berpikir keras sehingga membuat mereka lelah. Saatnya mereka mengundurkan diri atau pensiun.
Wakil Presiden Senior di Challenger Gray & Christmas Andrew Challenger seperti dikutip laman ZDNet mencatat dalam laporan Agustus tahun 2021 terdapat banyak faktor lain sehingga para CEO mengundurkan diri. Andrew menyebutkan, para pemimpin memiliki banyak masalah unik. Mereka tidak mudah melakukan navigasi sekarang dalam hal manajemen bakat, retensi, perekrutan, dan membuat konsep ulang tempat kerja pascapandemi Covid-19. Mereka juga menyimpulkan sebagian besar CEO yang mundur bekerja di perusahaan teknologi digital.
Para CEO yang juga pendiri perusahaan teknologi raksasa AS, seperti Amazon, Google, Twitter, dan Facebook, menghadapi tekanan di luar tekanan rata-rata para pemimpin puncak. Mereka memiliki beban yang lebih berat dibandingkan pimpinan puncak perusahaan nonteknologi. Banyak yang telah dipanggil untuk bersaksi di depan politisi AS tentang segala hal, mulai dari peran mereka dalam membiarkan organisasi jahat ikut campur dalam pemilihan AS dan ketidakmampuan mereka untuk mengendalikan ujaran kebencian dan berita palsu.
Baca juga: Gelombang PHK di Silicon Valley, Indonesia Ikut Heboh
Bagi para CEO perusahaan teknologi ini, pengawasan politik dan publik yang bermusuhan—setelah bertahun-tahun mereka dipuja di ranah publik sebagai dewa di dalam urusan teknologi—pasti membuat mereka pening. Mereka yang tidak terbiasa dengan urusan ini, pemanggilan DPR dan lain-lain membuat mereka ”ngeri-ngeri sedap”.
Tidak hanya di Indonesia ternyata, di luar negeri pemanggilan DPR juga membuat CEO tidak bisa tidur. Oleh karena itu, untuk membuat urusan mereka menjadi lebih mudah, perusahaan teknologi kini membangun departemen yang berurusan dengan pemerintah dan DPR. Mereka juga meningkatkan jumlah juru lobi.
Andrew menambahkan, masalah lainnya terletak pada sifat dasar dari bisnis internet raksasa saat ini. Mereka mengumpulkan sejumlah besar data dari setiap pengguna mereka untuk memberi ”tenaga” pada jaringan periklanan mereka. Cara seperti ini merupakan model bisnis yang tidak berkelanjutan karena politisi di seluruh dunia akhirnya menyadari bahwa praktik ini beracun bagi masyarakat mereka.
Sebagai contoh, sebuah iklan memungkinkan pesan politik terselubung yang ditargetkan. Iklan ini bukan hanya pesan komersial, seperti iklan yang menjual sepatu, yang membuat para politisi di berbagai belahan dunia memberlakukan kontrol yang ketat.
Sejauh mereka masih berpotensi untuk merusak seperti perlindungan data yang lemah, kemungkinan pembajakan data, dan penyalahgunaan data, maka politisi akan selalu membayangi mereka. Kita masih ingat bagaimana Facebook mengalami masa yang rumit setelah kasus Cambridge Analytica.
Di dalam buku An Ugly Truth kita bisa mengetahui betapa Facebook harus pontang-panting menghadapi masalah pelik ini. Mereka harus menghadapi sejumlah pemanggilan dan tuduhan yang membuat mereka pusing tujuh keliling.
Apa yang akan terjadi selanjutnya? Jim Citrin dari firma pencarian eksekutif Spencer Stuart percaya bahwa 2022 benar-benar akan menjadi tahun rekor jumlah tertinggi untuk kepergian CEO dari perusahaan. Ingin istirahat dan mencari peluang baru memang menjadi alasan mereka mengundurkan diri.
Akan tetapi, pada tahun ini dan selanjutnya alasan pengunduran diri semakin beragam. Apalagi para CEO yang memang tidak mencintai pekerjaannya. Mereka tidak pernah mau mendalami masalah yang dialami perusahaan dan pihak sekitarnya. Mereka harus bekerja jauh dari urusan kenikmatan yang selama ini telah didapatkan. Mungkin mereka lebih suka menikmati hidup dan memilih untuk cepat pensiun lalu bersantai-santai di tempat wisata sambil mengunggah foto di akun media sosial.