Kesehatan Jemaah Haji
Meskipun pandemi Covid-19 sudah lebih terkendali, kita tetap harus waspada. Pencegahan dan deteksi perlu dilakukan atas berbagai risiko kesehatan dalam pelaksanaan ibadah haji. Demikian pula pada penanganannya.

Didie SW
Jemaah haji kita sudah mulai berangkat ke Tanah Suci. Ini tentu patut kita syukuri, mengingat sejak pandemi Covid-19, baru kali ini warga kita dapat berangkat berhaji, sesudah dua tahun tidak dapat melaksanakannya.
Arab Saudi pertama kali melaporkan kasus Covid-19 pada Maret 2020 dan sejak 3 Maret 2020 pelaksanaan umrah dihentikan sementara. Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah sempat ditutup, shalat Jumat berjemaah juga dihentikan sementara.
Pada 22 Juni 2020, diumumkan bahwa ibadah haji tahun 2020 dilakukan dalam pembatasan yang ketat (extreme limitations). Jumlah jemaah haji 2020 hanya sekitar 1.000 orang lebih atau 0,02 persen dari jumlah yang biasa, yaitu sekitar 3,5 juta.
Pengawasan kesehatan pada mereka juga amat ketat, termasuk testing berulang, penggunaan gelang elektronik, protokol kesehatan sangat ketat, penggunaan platform digital Tetamman dan Tawakkalna, adanya kelompok ”bubble” 20 orang yang dalam pengawasan petugas ketat, dan lain-lain.
Untuk sekarang, tentu yang paling jadi perhatian adalah Covid-19.
Pada 2021, jumlah jemaah haji sudah bertambah menjadi sekitar 60.000, semua sudah mendapat vaksinasi Covid-19. Tes PCR masih dilakukan berulang kali, pengelompokan jemaah dalam satu ”bubble” jumlahnya sudah menjadi 100 orang. Tentu saja prokes waktu itu masih diterapkan ketat: pakai masker, jaga jarak, pembatasan kegiatan, dan lain-lain.
Program yang amat ketat di 2020 dan 2021 itu memang berhasil dengan tak adanya kenaikan kasus Covid-19 di musim haji. Perkembangan pandemi di dunia dan situasi terkendali di Arab Saudi membuat pemerintah setempat mulai membuka pintu untuk ibadah haji tahun ini meski masih ada beberapa syarat.
Kita tahu bahwa jumlah jemaah haji tahun ini hanya akan sekitar satu juta orang dan dari Indonesia sekitar 100.000 orang. Juga ada pembatasan umur, syarat vaksinasi lengkap dan hasil tes negatif Covid-19. Tentu kita semua perlu melakukan antisipasi kesehatan agar ibadah haji tahun 2022 ini dapat berjalan baik.

Calon jemaah haji melakukan tawaf saat manasik haji di Asrama Haji Embarkasi Surabaya, Kota Surabaya, Jawa Timur, Minggu (22/5/2022).
Covid-19
Dari pengalaman tahun-tahun lalu, ada dua wabah yang pernah terjadi dan tadinya dikhawatirkan akan memengaruhi pelaksanaan ibadah haji, yakni SARS-CoV-1 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-1) pada 2002 dan 2003, serta MERS-CoV (Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus) pada 2012. Kita bersyukur, kedua penyakit tak menimbulkan gangguan pada pelaksanaan ibadah haji saat itu.
Untuk sekarang, tentu yang paling jadi perhatian adalah Covid-19. Pengalaman tahun ini menunjukkan hasil yang baik, antara lain, pada saat umrah Ramadhan. Jumlah jemaah umrah Ramadhan beberapa bulan lalu amat banyak dan dari banyak negara pula. Berbagai prokes juga sudah dilonggarkan. Kita bersyukur tak terjadi peningkatan kasus yang berarti di Arab Saudi pada Ramadhan lalu sehingga ini bisa dianggap sebagai semacam pre-event test untuk pelaksanaan kesehatan haji di tahun 2022 ini.
Memang tadinya masih ada kekhawatiran terkait kemungkinan Covid-19 merebak saat jemaah haji berkumpul. Kita berharap ini tak terjadi. Kecenderungan global, prokes juga sudah banyak dilonggarkan, pengetesan turun jumlahnya dan ada berbagai pelonggaran lain, Secara umum, situasi Covid-19 sudah lebih terkendali.
Covid-19 memang masih merupakan pandemi dunia sebagaimana disampaikan Direktur Jenderal WHO pada acara pembukaan World Health Assembly 22 Mei 2022 di Geneva.
Karena jemaah haji bisa saja berasal dari negara-negara yang vaksinasinya masih amat rendah atau kasusnya sedang tinggi, para petugas kesehatan harus mewaspadai Covid-19 pada jemaah kita.
Karena jemaah haji bisa saja berasal dari negara-negara yang vaksinasinya masih amat rendah atau kasusnya sedang tinggi, para petugas kesehatan harus mewaspadai Covid-19 pada jemaah kita. Tiga hal yang harus dilakukan: pencegahan, deteksi dini dan penanganan yang positif. Pencegahan dan deteksi kasus dilakukan oleh petugas kesehatan kita, tetapi kalau sampai ada kasus yang positif dan memerlukan perawatan di rumah sakit rujukan maka tentu akan ditangani otoritas kesehatan Arab Saudi.
Masalah kesehatan lain
Tentu saja tantangan kesehatan jemaah haji bukan hanya Covid-19. Salah satu masalah penyakit menular yang paling dikhawatirkan bisa terjadi pada pengumpulan massa yang besar (mass gathering) hingga jutaan orang pada pelaksanaan ibadah haji ini adalah infeksi saluran napas. Ini bisa saja menimbulkan ledakan penyakit akibat penularan antar-orang karena dalam kerumunan yang rapat.
Kerumunan bisa terjadi, misalnya saat tawaf atau melontar jumrah, dan lain-lain. Selain itu kerumunan juga dapat terjadi saat jemaah berkumpul di tenda-tenda di Mina, misalnya.
Infeksi saluran napas secara umum memang selalu jadi masalah. Kita selalu mendengar batuk-batuk bersahutan di masjid ketika sedang melakukan ibadah haji, yang kalau tak ditangani bukan tak mungkin bisa menjadi berat dan timbul pneumonia. Harus diingat juga, MERS CoV juga masih ada kasusnya, walaupun tak banyak.

Perhatian lain juga perlu diberikan pada gangguan saluran cerna, antara lain, karena konsumsi makan yang tidak teratur. Juga perlu diwaspadai perburukan penyakit kronik yang memang sudah dipunyai jemaah sejak di Tanah Air.
Tantangan penting lain adalah soal panasnya suhu udara pada musim haji tahun ini. Hal yang perlu diantisipasi antara lain adalah mencegah dan menangani heat stroke dan berbagai masalah kesehatan lain.
Belum lagi peristiwa tragis di masa lalu seperti tragedi Terowongan Mina dan lain-lain, yang biasanya terjadi pada cuaca amat panas seperti tahun ini. Secara ilmiah disebutkan bahwa cuaca yang amat panas cenderung meningkatkan perilaku agresif, sesuatu yang jelas perlu ditangani petugas kesehatan haji kita.
Yang perlu dilakukan
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan jemaah dan juga petugas kesehatan haji kita.
Pertama, dengan berbagai risiko kesehatan di atas, sebaiknya jemaah benar-benar memprioritaskan kegiatan ibadahnya, baik rukun, wajib haji maupun ibadah lain di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.
Kegiatan di luar itu harus dibatasi, termasuk jangan belanja berlebihan, tak perlu wisata ke peternakan unta karena ada risiko tertular MERS CoV dan jangan jalan-jalan yang tak perlu, kecuali ziarah ke peninggalan Islam yang memang sebaiknya dikunjungi.
Kedua, makanan dan minuman harus terjaga baik dan bersih, jangan menunda waktu makan, dan jangan menyimpan makanan terlalu lama karena mungkin basi. Ketiga, gunakan obat rutin yang selama ini dikonsumsi rutin di Tanah Air dan selalu berkonsultasi ke petugas kesehatan haji kita kalau ada masalah kesehatan atau ada yang ingin ditanyakan.
Baca juga Pemerintah Pastikan Beri Layanan Terbaik bagi Calon Jemaah Haji
Keempat, petugas kesehatan harus menangani kesehatan jemaah secara menyeluruh, mulai dari penyuluhan kesehatan, anjuran pola hidup sehat selama berhaji, pemeriksaan rutin, sampai ke penanganan khusus pada jemaah yang berisiko tinggi dan mereka yang jatuh sakit.
Kelima, harus diantisipasi pula kalau ada jemaah kita yang hasil Covid-19-nya positif beberapa hari sebelum puncak ibadah haji di Arafah Musdalifah Mina. Kalau mereka dirawat di rumah sakit, memang ada prosedur untuk melakukan haji yang dulu dikenal dengan Safari Wukuf. Jika hasil tes mereka positif, tapi tak tak ada keluhan, tentu perlu ada aturan khusus menanganinya.

Calon jemaah haji menjalani pemeriksaan kesehatan di Gedung Islamic Center, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Kamis (2/6/2022). Sebanyak 457 warga Kuningan akan berangkat untuk ibadah haji pada 9 Juni mendatang.
Secara umum ada lima tahap pelayanan kesehatan jemaah kita selama di Arab Saudi. Pertama, ketika baru mendarat di Saudi dan saat pengaturan tempat tinggal di Mekkah dan Madinah. Kedua, pelayanan kesehatan sebelum puncak ibadah haji di mana para jemaah harus terus dijaga kesehatannya agar tetap bugar. Ketiga, penanganan kesehatan di Arafah, Musdalifah, dan Mina, yang merupakan puncak ibadah haji dengan berbagai tantangan kesehatannya yang amat kompleks.
Keempat, situasi sesudah Arafah dan Mina di mana jemaah sudah cukup lelah. Kelima, proses pemulangan ke Tanah Air, termasuk pengendalian kemungkinan masuknya penyakit menular.
Analisis pakar kesehatan di Arab Saudi dalam publikasi berjudul ”Escalating the 2022 Hajj during the third year of the Covid-19 Pandemic” di Journal of Travel Medicine, Mei 2022, menyebutkan sebagai berikut.
Dengan penanganan yang berhasil pada umrah Ramadhan beberapa bulan lalu serta pengawasan dan penanganan kesehatan yang baik pada musim haji tahun ini, serta banyak negara sudah akan masuk dalam fase endemi, kita bisa berharap musim haji 2023 akan bisa dilaksanakan dengan kapasitas penuh, dengan jumlah jemaah seperti sebelum terjadi pandemi Covid-19.
Tjandra Yoga Aditama Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Guru Besar FKUI, Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes

Tjandra Yoga Aditama