Pemangkasan jangka waktu pemeriksaan substantif merek di satu sisi diharapkan meningkatkan kinerja para pemeriksa merek, tetapi di sisi yang lain menimbulkan persoalan keakuratan dari keputusan pendaftaran merek.
Oleh
Gunawan Suryomurcito
·3 menit baca
Menyongsong 30 Juni 2022, satu tahun setelah pemangkasan struktur eselon di kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, perlu evaluasi atas kinerja aparatur sipil negara terkait layanan publik. Salah satu layanan publik penting adalah pendaftaran merek di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Pendaftaran merek diatur dalam Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis, UU Nomor 20 Tahun 2016. Khusus jangka waktu penyelesaian pemeriksaan substantif merek diatur dalam Pasal 23 UU Merek dan Indikasi Geografis, dan diatur lebih lanjut dalam Pasal 108 Undang-Undang Cipta Kerja, UU Nomor 11 Tahun 2020.
Pada Pasal 23 UU Merek dan Indikasi Geografis ditentukan bahwa pemeriksaan substantif merek diselesaikan dalam waktu 150 hari setelah berakhirnya pengumuman. Pada Pasal 108 UU Cipta Kerja, jangka waktu tersebut dipangkas menjadi 30 hari.
Pemangkasan jangka waktu pemeriksaan substantif merek di satu sisi diharapkan meningkatkan kinerja para pemeriksa merek, tetapi di sisi yang lain menimbulkan persoalan tentang keakuratan dari keputusan mendaftarkan atau menolak permohonan pendaftaran merek.
Sebelum pemangkasan eselon di lingkungan Direktorat Merek dan Indikasi Geografis, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, ada pembagian kerja pejabat struktural dan fungsional. Pejabat struktural mengurusi hal-hal formal dari permohonan pendaftaran merek, pejabat fungsional menangani pemeriksaan substantif merek.
Dihapusnya eselon di atas menimbulkan persoalan mengenai rincian tugas pokok dan fungsi unit kerja (tupoksi) di lingkungan direktorat teknis terkait.
Penyederhanaan birokrasi demi efisiensi waktu penyelesaian pemeriksaan substantif merek menyisakan persoalan keakuratan dari keputusan mendaftarkan atau menolak permohonan pendaftaran merek. Kemungkinan terjadinya duplikasi merek terdaftar dari pihak-pihak yang berbeda menjadi terbuka lebar.
Fenomena tumpang tindih merek-merek terdaftar, di samping menimbulkan masalah perdagangan, juga masalah kepastian hukum. Hal ini akan meningkatkan perkara pembatalan merek terdaftar di pengadilan niaga.
Gunawan SuryomurcitoKonsultan Kekayaan Intelektual. Pondok Indah. Jakarta
Lanjut Usia Masih Gaya
Saya 67 tahun, sudah lansia, tetapi saya memutuskan menjadi ”lunamaya”: lanjut usia masih gaya.
Maksud gaya di sini adalah melakukan berbagai kegiatan secara normal, tidak berjalan tertatih-tatih atau lemah.
Saya meninggalkan dunia kerja formal kantoran sebagai eksekutif pada usia 42 tahun. Saya memutuskan untuk terjun ke dunia yang tidak dibatasi jam kerja, target, dan segala aturan perusahaan.
Saya memutuskan menggunakan otak, seluruh sistem saraf dan tubuh lebih optimal, agar hidup lebih sejahtera, lebih bermakna, dan lebih bergaya. Itu saya tulis menjadi buku dan diterbitkan Gramedia Pustaka Utama.
Bertahun-tahun saya arungi dunia kepenulisan ini dengan penuh gairah, berawal dari kekaguman pada idola saya, Remy Sylado.
Dunia kepenulisan itu betul-betul ajaib, seperti kata Jakob Oetama, idola saya yang lain. Saya bertemu beliau di lobi Hotel Santika, Surabaya. Apa ajaibnya? Dunia tulis-menulis dan literasi membawa saya ke berbagai dunia, membuat saya seolah manusia multitalenta penuh berkah.
Lewat kepenulisan, saya menjadi manusia 67 tahun. Berkarya di mana-mana seolah tanpa batas keilmuan. Sulit dijelaskan, tetapi nyata.
Karena itu, saya mengimbau kepada para senior, jangan takut. Tuhan menciptakan manusia sebagai khalifah sekaligus imago dei, sosok sakti mandraguna, yang mampu berpikir dan bekerja melewati berbagai zaman.
AM Rukky SantosoJl Bawal Raya, Jati, Pulogadung, Jakarta Timur