Perdana Menteri Australia Anthony Albanese memandang bahwa secara geopolitik, Australia hidup di kawasan yang di masa depan akan ada tiga negara adikuasa, yakni China, India, dan Indonesia.
Oleh
INDRIANA KARTINI
·5 menit baca
Setelah sembilan tahun menjadi oposisi, akhirnya Partai Buruh Australia memenangkan pemilu federal yang diselenggarakan pada 21 Mei lalu dan mengantarkan Anthony Albanese sebagai Perdana Menteri Australia menggantikan Scott Morrison dari Partai Liberal/Koalisi. Salah satu isu yang mengemuka dalam pemilu federal kali ini adalah kebijakan luar negeri dan keamanan Australia, khususnya dalam menghadapi agresivitas China di kawasan Indo-Pasifik.
Perubahan dan kontinuitas (change and continuity) dalam kebijakan luar negeri suatu negara tidak dapat dinilai kecuali dianalisis dalam konteks kebijakan yang bersifat konstan atau kontinu (Rosenau, 1990). Dalam konteks Australia pascapemilu federal, tidak terlihat perbedaan besar dalam platform kebijakan luar negeri yang diusung dua partai besar Australia. Kebijakan luar negeri Australia tampaknya masih menunjukkan aspek kontinuitas dengan sedikit perubahan.
Berdasarkan dokumen terakhir kebijakan luar negeri dari Partai Buruh pada 2012, yakni ”Australia in the Asian Century White Paper”, mengulas tentang harapan besar dan kesempatan bagi Australia untuk memfokuskan kepada kesejahteraan ketimbang keamanan. Namun, lingkungan eksternal Australia telah berubah signifikan dan pemerintahan selanjutnya di bawah Partai Liberal/Koalisi memandang lingkungan eksternal Australia dalam keadaan bahaya sejak berakhirnya Perang Dunia II karena agresivitas China di kawasan Indo-Pasifik. Karena itu, pemerintahan Liberal/Koalisi di bawah Scott Morrison lebih memfokuskan kepada aspek keamanan Australia.
Hubungan Australia dengan China memburuk setelah PM Morrison menyerukan dilakukan investigasi asal-usul virus Covid-19 di Sidang Umum PBB pada 2020. Pemerintah Australia juga mengkritisi UU Keamanan Hong Kong. Tindakan Australia tersebut direspons China dengan melakukan retaliasi ekonomi, yakni membatasi impor produk-produk dari Australia. Selain itu, komunikasi tingkat tinggi kedua negara juga terhenti.
Dalam kampanye pemilu, bagaimana mengelola hubungan Australia dengan China menjadi salah satu isu utama. Namun, perdebatan di masa kampanye lebih menunjukkan kontestasi antara Partai Liberal/Koalisi dan Partai Buruh dalam hal partai mana yang memiliki mandat lebih kuat terkait keamanan nasional ketimbang perdebatan terkait kebijakan luar negeri yang akan diambil Australia terhadap China yang merupakan mitra dagang terbesar Australia.
Meminimalisasi perbedaan
Di permukaan, tampak ada perbedaan signifikan dalam platform kedua partai. Pemerintahan Liberal/Koalisi ingin mengampanyekan rekam jejak kebijakan keamanan nasional mereka dan mengklaim bahwa Partai Buruh tidak dapat dipercaya dalam menangani keamanan Australia.
Namun, Partai Buruh meresponsnya dengan strategi meminimalisasi perbedaan platform kedua partai, di antaranya dukungan bipartisan dalam perubahan substansial terkait kebijakan terhadap China di masa pemerintahan sebelumnya. Hal ini termasuk penjanjian AUKUS antara Pemerintah Australia dengan Inggris dan Amerika Serikat; rencana Australia untuk memiliki kapal selam bertenaga nuklir dengan bantuan teknologi dari Inggris dan Amerika Serikat; intervensi terkait infrastruktur di Pasifik Selatan; dan manufaktur domestik terkait misil balistik.
Meski inisiatif-inisiatif tersebut mendapat dukungan bipartisan, terdapat perbedaan dalam prioritas dan implementasi kedua partai. Partai Buruh mengklaim akan mengadopsi kebijakan yang lebih matang dan konsisten dalam menghadapi China, serta tidak membiarkan politik domestik memengaruhi retorika tentang China.
Albanese menegaskan bahwa sanksi-sanksi ekonomi China terhadap Australia pada 2021 harus dihapuskan jika ingin hubungan kedua negara membaik.
Sementara itu, agresivitas China yang ditunjukkan dengan adanya perjanjian keamanan antara China dan Kepulauan Solomon, yang ditandatangani tujuh hari menjelang kampanye pemilu, menjadi alarm bagi Australia sekaligus fokus utama bagi partai pemenang pemilu.
Partai Buruh mengkritisi bahwa perjanjian tersebut menjadikan Australia berada dalam posisi kurang aman dan pemerintahan sebelumnya gagal mencegah kesepakatan tersebut akibat mengalienasi negara partner tradisional di Kepulauan Pasifik. Menlu Penny Wong bahkan menyebutnya sebagai ”kegagalan terburuk dalam kebijakan luar negeri Australia di Pasifik sejak berakhirnya Perang Dunia II”.
Perjanjian tersebut memungkinkan kapal perang China berlayar ke selatan Pasifik dan semakin mendekatkan Beijing ke wilayah Australia dan Selandia Baru, serta wilayah Guam yang menjadi pangkalan militer terbesar AS. Perjanjian tersebut juga menunjukkan upaya Beijing melemahkan peran Australia sebagai penjamin utama keamanan di Pasifik Selatan.
Karena itulah, sehari setelah resmi menjadi PM Australia, Albanese langsung menghadiri KTT The Quadrilateral Security Dialogue (Quad) di Tokyo sebagai forum keamanan empat negara (Australia, India, Jepang, dan AS) guna membendung pengaruh China di Indo-Pasifik. Dalam KTT tersebut, Albanese menegaskan bahwa sanksi-sanksi ekonomi China terhadap Australia pada 2021 harus dihapuskan jika ingin hubungan kedua negara membaik.
Meski kebijakan luar negeri Australia bersifat bipartisan, Partai Buruh memiliki strategi tersendiri yakni mengkritisi pemotongan program bantuan Australia yang dilakukan pemerintahan sebelumnya dan berjanji tidak melakukan pemotongan. Dalam rangka meningkatkan soft power Australia, pemerintahan baru akan meningkatkan intensitas hubungan dengan negara-negara di Pasifik Selatan dengan menambah bantuan pembangunan, membuka sekolah pertahanan, kunjungan diplomatik reguler, dan menambah dana untuk proyek mitigasi perubahan iklim. Selain itu, pemerintah Partai Buruh akan memprioritaskan hubungan dengan negara-negara partner di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.
Dalam rangka meningkatkan soft power Australia, pemerintahan baru akan meningkatkan intensitas hubungan dengan negara-negara di Pasifik Selatan.
Hubungan dengan Indonesia
Dalam konteks hubungan dengan Indonesia, kebijakan luar negeri Australia juga menunjukkan aspek kontinuitas dan bipartisan. Namun, Partai Buruh berjanji akan lebih meningkatkan intensitas hubungan dengan Indonesia sebagai aktor penting di kawasan Asia Tenggara dan Indo-Pasifik. Di masa kampanye, PM Albanese menyatakan bahwa penting Pemerintah Australia meningkatkan hubungan dengan Indonesia yang merupakan ekonomi terbesar di Asia Tenggara yang akan menjadi ”negara superpower di masa depan”.
Dalam kampanye pemilu, partai Buruh menjanjikan untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara tetangga dengan membentuk biro khusus Asia Tenggara di Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Australia dan menunjuk duta besar regional bereputasi. PM Albanese juga berjanji bahwa kunjungan diplomatik pertamanya setelah menghadiri pertemuan Quad di Jepang adalah Indonesia.
Albanese memandang bahwa secara geopolitik, Australia hidup di kawasan yang di masa depan akan ada tiga negara adikuasa, yakni China, India, dan Indonesia. Karena itulah, hubungan dengan Indonesia akan tetap menjadi prioritas Pemerintah Australia di bawah PM Albanese sebagaimana tradisi pemerintahan di bawah Partai Buruh yang memiliki hubungan dekat dengan Indonesia.
Indriana Kartini, Penulis adalah Peneliti di Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); Facebook: indriana.kartini