Uang nontunai akan semakin populer dan penggunaan uang tunai memudar. Suatu saat, uang digital akan resmi dipakai secara terbuka.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Warga mencoba aplikasi mobile money LinkAja di Jakarta, Senin (25/2/2019). Layanan keuangan elektronik milik Telkomsel, yakni TCash, resmi berubah menjadi menjadi LinkAja mulai 22 Februari 2019. LinkAja merupakan layanan uang digital sinergi dari sejumlah badan usaha milik negara (BUMN). LinkAja menggabungkan produk TCash milik Telkomsel, Yap! milik BNI, e-Cash milik Bank Mandiri, dan T-Bank BRI. Penggabungan ini diharapkan BUMN dapat bersaingan dengan OVO dan Go-Pay dan dapat secara maksimal menggarap nasabah dan pelanggan Telkomsel.
Ketika kartu kredit diluncurkan, orang belum terlalu memikirkan potensi uang tunai tersingkir. Kini orang mulai mempertanyakan nasib uang tunai.
Ada banyak hal yang eksistensinya berkurang selama pandemi Covid-19. Salah satunya adalah penggunaan uang tunai. Kini, semakin banyak orang bertransaksi melalui komputer atau telepon seluler, hal yang sudah digambarkan pada film-film fiksi ilmiah sejak hampir setengah abad lalu.
Guru Besar Ekonomi di Universitas Cornell Eswar Prasad mengatakan bahwa akhir era uang tunai adalah keniscayaan. Kartu kredit dan debit telah lebih dari 30 tahun menggantikan uang tunai sebagai sarana transaksi sehari-hari. Sementara dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak orang bertransaksi dari telepon seluler mereka.
Di beberapa negara, penggunaan uang tunai malah nyaris sulit ditemukan. China dan Swedia termasuk negara terdepan dalam penggunaan uang nontunai. Orang Swedia membayar dengan kartu dan sebagian lagi dompet digital. Sementara orang China membayar dengan dompet digital yang bisa diakses sampai ke pelosok.
Di Eropa jumlah uang tunai saat ini lebih besar dibandingkan dengan 20 tahun lalu. Akan tetapi, hanya 20 persen cadangan uang tunai dipakai untuk transaksi. Padahal, 15 tahun lalu, 35 persen cadangan uang tunai dipakai untuk transaksi harian (Kompas, 29 Januari 2021). Teknologi digital, baik melalui perangkat maupun aplikasi, mempercepat penggunaan uang nontunai.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Pedagang sayur di pasar modern BSD, Tangerang Selatan, Banten, menerima pembayaran dengan sejumlah penyedia platform uang digital, Rabu (24/4/2019). Para pemain teknologi finansial pembayaran terus berkompetisi meningkatkan penetrasi pasar dengan cara masuk ke berbagai jenis transaksi kebutuhan sehari-hari, termasuk ke usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Nasib uang tunai makin ramai dibicarakan media sejak dua tahun lalu atau pada awal pandemi. Uang tunai yang tidak higienis menjadi salah satu alasan. Ketakutan terhadap kontak langsung mempercepat penggunaan uang nontunai.
Kalangan bisnis juga melihat penanganan transaksi lebih mudah dan mengurangi kejahatan, sementara pemerintah di berbagai negara melihat sisi positif penggunaan uang nontunai seperti pelacakan kejanggalan transaksi makin mudah.
Tidak mengherankan bila bank sentral berbagai negara terus berupaya agar tetap relevan menghadapi perkembangan ini. Sejumlah bank sentral bereksperimen dengan membuat mata uang versi digital. Mata uang ini digital dikeluarkan oleh negara dan berfungsi seperti mata uang tradisional.
Beberapa negara telah melakukan uji coba penggunaan mata uang digital menggandeng beberapa kalangan di dalam sebuah ekosistem terbatas. Penggunaan mata uang ini bisa digunakan hanya untuk kebutuhan tertentu dan tidak boleh ditransfer ke sistem keuangan yang berlaku.
Langkah ini boleh dibilang sebagai awalan untuk mendigitalkan uang. Dari langkah bank sentral yang memperkenalkan mata uang digital ini dalam sirkulasi terbatas itu, kemudian penggunaannya dan sirkulasinya diperluas seiring dengan berjalannya waktu. Uang nontunai akan semakin populer dan penggunaan uang tunai memudar. Suatu saat uang digital akan resmi dipakai secara terbuka.