Ironi tingginya harga minyak goreng adalah Indonesia produsen CPO terbesar dunia. Posisi itu menjadikan Indonesia penentu harga. Dengan demikian, kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri penyebabnya masalah domestik.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Pedagang di Pasar Cihapit, Kota Bandung, Jawa Barat, menunjukkan sejumlah minyak goreng kemasan, Kamis (20/1/2022). Di pasar ini, harga minyak goreng masih dalam kisaran Rp 20.000.
Pemerintah diminta transparan dalam mengelola minyak goreng menyusul kebijakan subsidi menggunakan dana pungutan ekspor minyak sawit.
Pemerintah memberlakukan harga minyak goreng sawit Rp 14.000 per kilogram untuk semua jenis sejak hari Kamis (20/1/2022), menyusul terus naiknya harga minyak goreng hingga 30 persen di tingkat konsumen.
Kenaikan harga terjadi sejak sekitar tiga bulan lalu, mengikuti kenaikan harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar internasional. Subsidi diambil dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang dipungut dari ekspor minyak sawit. Dana ini telah digunakan untuk menyubsidi bahan bakar nabati dan untuk peremajaan sawit rakyat.
Kenaikan harga minyak goreng sawit bukan kali ini terjadi. Tahun 2007 dan 2008 harga melambung akibat tingginya harga CPO dunia. Pemerintah bersama asosiasi pengusaha kelapa sawit, asosiasi minyak goreng sawit, dan asosiasi minyak nabati saat itu menetapkan industri CPO dan minyak goreng memasok kebutuhan dalam negeri. Harga ditentukan dari harga minyak goreng yang akan dilepas ke masyarakat (Kompas, 9/5/2007). Jika janji pengusaha tidak ditepati, pemerintah akan menaikkan pungutan ekspor CPO.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pekerja bersiap memindahkan jeriken minyak goreng 16 liter di Pasar Pulojae, Cakung, Jakarta Timur, Kamis (6/1/2022).
Perintah Presiden Joko Widodo kepada menterinya untuk mengendalikan harga minyak goreng tidak terlepas dari status minyak goreng sebagai bahan kebutuhan pokok. Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2020 yang mengatur kebutuhan dan barang penting menyebutkan, antara lain, barang kebutuhan pokok memiliki porsi besar dalam kebutuhan rumah tangga dan dapat memengaruhi inflasi. Karena nilai strategisnya itu, akses masyarakat terhadap minyak goreng dapat bernilai politis.
Ironi tingginya harga minyak goreng adalah Indonesia produsen CPO terbesar dunia. Posisi itu menjadikan Indonesia penentu harga. Dengan demikian, kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri penyebabnya masalah domestik.
Ironi tingginya harga minyak goreng adalah Indonesia produsen CPO terbesar dunia.
Subsidi menggunakan dana BPDPKS bukan solusi berkelanjutan. Pemerintah akan mengevaluasi kebijakan ini setiap bulan. Kita harus dapat menyelesaikan guncangan harga dengan lebih terstruktur, terintegrasi, sistematis, dan menyeluruh karena harga komoditas mengalami siklus naik-turun.
Pada saat harga CPO rendah, petani sawit kesulitan dan tidak memelihara sawitnya. Pada saat harga tinggi, petani mendapat harga tandan buah segar (TBS) tinggi dan konsumen menanggung kenaikan harga. Namun, saat ini keuntungan petani tergerus kenaikan harga pupuk dan sarana produksi lain yang lebih tinggi dari kenaikan harga TBS.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Pekerja menata derigen yang telah diisi minyak goreng curah di sebuah agen penyalur di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Senin (1/11/2021).
Sekarang kesempatan membenahi strategi tata niaga minyak goreng. Perlu evaluasi menyeluruh dari hulu hingga hilir secara transparan, apakah kenaikan harga disebabkan ketidakefisienan atau akibat keuntungan tidak wajar pada rantai produksi dan perdagangan CPO dan minyak goreng.
Kepentingan rakyat harus didahulukan, kebutuhan masyarakat wajib dipenuhi sebelum kepentingan lain.