Bagi kami, perbedaan pandangan antara BPN dengan kelurahan membingungkan karena kami tidak mempunyai alternatif. Kami dibuat frustrasi harus bolak-balik untuk urusan yang satu ini.
Oleh
R Bintarti
·3 menit baca
Kami saat ini sedang mengurus perpanjangan hak atas tanah milik almarhum ayah yang telah lama meninggal. Ada berbagai persyaratan yang diminta pihak Badan Pertanahan Nasional untuk proses tersebut yang harus dilengkapi.
Persoalan muncul saat kami membuat surat pernyataan penguasaan fisik atas tanah yang formulirnya kami terima dari loket di BPN. Di situ ada bagian yang harus diketahui oleh lurah, dalam arti ada tanda tangan dan stempel.
Menurut lurah, hal itu tidak perlu dan ia minta ditunjukkan dasar hukumnya. Malahan, ia meminta petugas di BPN untuk menemuinya. Tentu ini sebuah permintaan yang sulit kami penuhi.
Sementara di sisi lain, BPN tetap mewajibkan adanya tanda tangan dari lurah. ”Tanpa persyaratan itu, berkas tidak bisa diproses,” kata petugas di BPN.
Bagi kami, perbedaan pandangan ini membingungkan karena kami tidak mempunyai alternatif. Kami dibuat frustrasi harus bolak-balik untuk urusan yang satu ini.
Mohon masukan dan pendapat pihak-pihak berwenang, solusi apa yang bisa dilakukan dalam kasus seperti ini.
R Bintarti
Jalan Pulo Raya VII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Salah Baca Meter
Saya pelanggan PLN nomor 5431 00233 165. Saya komplain ke PLN 123 pada 3 Januari 2022 dengan nomor pengaduan 424H5K0.
Tagihan saya yang biasanya hanya satu jutaan mendadak menjadi Rp 4.841.987.
Layanan pelanggan (CS) 123 mengakui kalau meteran listrik yang difoto petugas lapangan PLN adalah 84009, tetapi dibaca 87009 untuk tagihan Januari 2022.
Namun, Rabu (12/1/2022), saat saya menelepon PLN Bulungan, saya tetap disuruh bayar Rp 4.841.987. Alasannya tidak bisa mengubah sistem. Kelebihan bayar akan dikompensasikan untuk pembayaran pada bulan-bulan berikutnya.
Dengan kondisi seperti sekarang, membayar tagihan PLN sebesar itu sangat berat. Semoga dengan surat pembaca ini pihak terkait di PLN bisa membantu.
Edy Sulistijo W
Jl Raya Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12210
Knalpot Bising
Menanggapi ”keluhan” Bapak Sanusi Sidi di rubrik ini (Senin, 10/1/2022), kami juga merasakan hal yang sama.
Knalpot bising tidak bisa disepelekan. Di lingkungan padat penduduk, knalpot bising berpotensi memicu konflik horizontal sesama warga.
Saya usul kepada Polda Metro Jaya agar memasang spanduk ”Knalpot Bising Dilarang Masuk” di pintu gerbang setiap RW di Jakarta.
Bekerja sama dengan pengurus RW, Polda Metro bisa merazia dadakan berdasarkan data pengurus RW.
Semoga cara ini efektif.
Jonathan R Daud M
Pensiunan Bank BUMN, Penjaringan, Jakarta Utara
Bersyukur
Saya membaca harian Kompas sejak 1965 dan bersyukur hingga saat ini masih berkesempatan membacanya.
Saya merasa gembira membaca Kompas terbitan Jumat (24/12/2021) karena tebalnya 24 halaman.
Biasanya akhir-akhir ini cuma 16 halaman, termasuk iklan besar-besar, sehingga berita menjadi sedikit. Kalau boleh saya analogikan sarapan pagi, rasanya jadi kurang kenyang.
Alangkah senangnya apabila penambahan halaman bisa seterusnya. Masih terbitnya Kompas Minggu menambah kegembiraan saya yang saat ini sudah berusia 81 tahun.
Gan Hok Ik
Jl Halmahera IV, Karang Tempel, Semarang
Harga Naik
Saya mengapresiasi langkah berani Kompas untuk menaikkan harga langganan cetak tahun 2022 ini. Selama delapan tahun, Kompas berjuang sendiri menghadapi Indeks Harga Konsumen (IHK) dan inflasi yang terus naik.
Akan tetapi, pertanyaan saya, mengapa kemasan fisik Kompas cetak tidak berubah meski sudah naik harga?
Alvin Lazuardie A
Pesma KH Mas Mansur UMS, Surakarta 57169
Catatan Redaksi:
Kami mohon maaf terpaksa menaikkan harga. Kenaikan terjadi karena berbagai faktor. Kami berupaya sekuat tenaga untuk tetap menghasilkan karya jurnalistik berkualitas.